Sabtu, 24 Oktober 2015

ESAI

Merokok sebagai Pelengkap Ibadah Ritual bagi Kaum Seniman
M Taufan Musonip


Gambar: Bob Marley sedang Merokok



Belakangan saya berniat menghentikan kebiasaan merokok. Itu tentu akibat dari membaca beberapa artikel bahaya merokok. Tapi kemudian saya menyeimbangkan diri membaca artikel komunitas pendukung petani tembakau. Saya merasakan justru artikel-artikel di dalamnya lebih luwes, tidak hanya menuliskan persoalan klinis belaka seperti saya dapatkan dalam kampanye anti rokok. Selain membalikan cara pandang saya soal dampak merokok melalui berbagai kajian statistik, bahwa negara yang konsumsi rokoknya lebih tinggi tidak berbanding lurus dengan penyakit sebagai dampak merokok, mereka juga menuliskan tentang sejarah tembakau di Indonesia.

Sebut saja misalnya kiprah Nitisemito yang merintis usaha kretek Tjap Bal Tiga di masa sebelum kemerdekaan, membuka jalan bagi sejarah perkretekan di Indonesia yang mengambil diferensiasi dari budaya rokok putih sebagai ciri budaya barat. Menurut artikel itu, kretek justru menyehatkan karena kekhasannya mencampurkan irisan tembakau dengan gugusan cengkih.

ESAI

Jiwa Dunia
M Taufan Musonip

Meskipun sulit, hidup itu mesti punya harapan. Kesulitan itu sumber kreatifitas, itu saya dapatkan dari tulisan-tulisannya Rhenald Kasali, salah satu guru besar marketing di Indonesia. Karya-karya besar terbit dari keadaan sulit penciptanya. Dalam keadaan sulit kita merasakan menyebut nama Tuhan saja dengan tarikan nafas mendalam, lebih intim. Dan Tuhan membantu bersama seluruh jagat raya mencapai semua harapan itu.

Dua wanita penghibur, lari menyelinap keluar dari gereja Katedral yang dijagai para tentara Jepang yang melakukan agresi pada tahun 1937 di China, untuk mendapatkan senar rebab yang tertinggal di rumah bordir, agar dapat menghibur prajurit kecil yang dititipkan komandannya, sebagai prajurit tersisa dari tentara China dalam pertempuran terakhir mempertahankan kota Nanking. Prajurit kecil itu terluka dan sekarat, salah satu gadis penghibur menganggapnya seperti adiknya sendiri. Malang nasib yang dialami dua gadis itu, salah satunya terbunuh oleh peluru tentara Jepang, yang satu lainnya menjadi budak nafsu. Christian Bale (John) yang berperan pura-pura menjadi Pendeta Katedral, menjemput keduanya dan sudah tak bernyawa. Hanya membawa kembali senar itu ke gereja.

Film itu saya tonton di akhir pekan, memiliki judul Bunga-bunga Perang (The Flowers of War), sengaja saya bahasa indonesiakan, agar lebih puitis. Harapan si gadis penghibur untuk menyenangkan prajurit kecil yang terluka adalah harapan kecil yang agung, harapan besarnya  mereka ingin pergi dari kota yang sudah dibumihanguskan, menghindarkan mereka dijadikan budak seks bagi tentara Jepang.