Sang Alkemis sebagai Rekomendasi yang Perlu Dibaca bagi Para Marketer
M Taufan Musonip
Kepada
kawan-kawan saya yang marketer, saya ingin merekomendasikan karangan non-fiksi yaitu novel Sang Alkemis. Supaya kehidupan
bisnis kalian memiliki antitesisnya. Saya pernah mengatakan kepada kalian,
untuk kembali menghayati, bahwa positifisme itu tidak seluruhnya benar. Bahwa
kebahagiaan tidak terletak di saat kalian merasakan bertumpuknya pundi-pundi
keuangan. Apa yang anda bangun bertahun-tahun bisa runtuh dalam hitungan detik.
Saya pernah bertanya kepada kalian bahwa ketika kalian mengejar dunia, di manakah letak
kebahagiaan? Kalian menjawab, kepemilikan rumah dan kendaraan adalah simbol
dari kebahagiaan. Aneh sekali, oleh karenanya kalian rela, kalau atasan kalian
menyatakan bahwa profesi yang kalian geluti ini adalah pekerjaan tanpa batas
untuk menghasilkan penghasilan tanpa batas. Anda-anda rela, mengerjakan
administrasi di malam hari dan hari libur, untuk mengejar bertemu dengan klien
di jam-jam dan hari kerja. Anda tidak tahu sama sekali bahwa inti kebahagiaan itu
ada di dalam dua hari libur selama sepekan, tempat saya bercengkrama dengan
keluarga dan mengurus hobi.
Kenapa perlu
membaca Sang Alkemis? Mungkin bagi sebagian kalian ini rekomendasi yang paling
naif sedunia. Tak pernah ada sejarahnya marketer membaca buku-buku sastra.
Akan tetapi perlu diketahui bacaan sastra adalah tempat pelarian yang membantu
anda menghayati dalam sudut pandang yang kompleks terhadap keadaan di mana
kalian pernah atau akan mengalami kekalahan sebuah pertarungan bisnis.
Kecuali kalau
anda tidak pernah merasakannya, bagi keadaan yang membuat anda terus berada dalam keadaan menang, patut dicurigai,
bahwa ada yang tak beres dalam sebuah sistem yang tengah anda jalani. Kemudian
anda akan berada dalam zona nyaman, menyepelekan hal-hal kecil dan orang-orang
sekeliling anda. Anda paling tahu ini, bahkan industri manufaktur terbesar semacam
General Motor, perusahaan-perusahaan elektronik Jepang, yang pada tahun 80-an
begitu percaya diri tak akan pernah mengalami masa-masa kehancuran, kini sebagian tengah dalam senjakala, dan sebagian lagi justru telah mengalami kebangkrutan.