Senin, 11 Januari 2016

ESAI

Sang Alkemis sebagai Rekomendasi yang Perlu Dibaca bagi Para Marketer
M Taufan Musonip






Kepada kawan-kawan saya yang marketer, saya ingin merekomendasikan karangan non-fiksi yaitu novel Sang Alkemis. Supaya kehidupan bisnis kalian memiliki antitesisnya. Saya pernah mengatakan kepada kalian, untuk kembali menghayati, bahwa positifisme itu tidak seluruhnya benar. Bahwa kebahagiaan tidak terletak di saat kalian merasakan bertumpuknya pundi-pundi keuangan. Apa yang anda bangun bertahun-tahun bisa runtuh dalam hitungan detik. 

Saya pernah bertanya kepada kalian bahwa ketika kalian mengejar dunia, di manakah letak kebahagiaan? Kalian menjawab, kepemilikan rumah dan kendaraan adalah simbol dari kebahagiaan. Aneh sekali, oleh karenanya kalian rela, kalau atasan kalian menyatakan bahwa profesi yang kalian geluti ini adalah pekerjaan tanpa batas untuk menghasilkan penghasilan tanpa batas. Anda-anda rela, mengerjakan administrasi di malam hari dan hari libur, untuk mengejar bertemu dengan klien di jam-jam dan hari kerja. Anda tidak tahu sama sekali bahwa inti kebahagiaan itu ada di dalam dua hari libur selama sepekan, tempat saya bercengkrama dengan keluarga dan mengurus hobi.

Kenapa perlu membaca Sang Alkemis? Mungkin bagi sebagian kalian ini rekomendasi yang paling naif sedunia. Tak pernah ada sejarahnya marketer membaca buku-buku sastra. Akan tetapi perlu diketahui bacaan sastra adalah tempat pelarian yang membantu anda menghayati dalam sudut pandang yang kompleks terhadap keadaan di mana kalian pernah atau akan mengalami kekalahan sebuah pertarungan bisnis.  

Kecuali kalau anda tidak pernah merasakannya, bagi keadaan yang membuat anda terus  berada dalam keadaan menang, patut dicurigai, bahwa ada yang tak beres dalam sebuah sistem yang tengah anda jalani. Kemudian anda akan berada dalam zona nyaman, menyepelekan hal-hal kecil dan orang-orang sekeliling anda. Anda paling tahu ini, bahkan industri manufaktur terbesar semacam General Motor, perusahaan-perusahaan elektronik Jepang, yang pada tahun 80-an begitu percaya diri tak akan pernah mengalami masa-masa kehancuran, kini sebagian tengah dalam senjakala, dan sebagian lagi justru telah mengalami kebangkrutan.