Jumat, 23 September 2016

ESAI BISNIS

Ide Kim dan Usaha Menekan Rasio Gini Ketimpangan Pendapatan
M Taufan Musonip



Seperti dilansir situs marketeers.com beberapa waktu lalu, Kim Ki-Chan Immediate Past Presiden ICSB mengatakan bahwa kapitalisme yang mendominasi ekonomi dunia tidak mampu mengatasi ketimpangan pendapatan (The 4th Asian SME Conference, The Kasablanka, Jakarta 2016). Situs ini kemudian menulis data: Ketimpangan (rasio gini) terus melaju tinggi di negara-negara raksasa ekonomi Korea 30,2; Tiongkok 46,2; dan Amerika 45.

Kim Ki-Chan mengajukan alternatif Human Enterpreunership. Sebuah ide wirausaha yang berbasis kepada kemanusiaan. Sebuah korporat yang mengambil ide Kim ini memulai kepedulian kepada kelas pekerja, pekerja tidak lagi didorong oleh hasrat konvensional industrialis, yang dituntut hanya bekerja keras untuk menciptakan produktiktifitas. Human Enterpreuneurship membantu semua lini dalam sebuah industri menciptakan bisnis perspektif sehingga semua pekerja menikmati dan mencintai profesinya dalam mencapai semua harapannya.


Dalam artikel yang lain, Jepang sebagai negara raksasa teknologi yang beberapa brand korporatnya masih disegani di dunia, ternyata masyarakatnya tidak memiliki kesadaran enterpreneurship, korporat-korporat mapan dan tua usianya, telah lama menjadi naungan kuat warga negaranya untuk ambil bagian di dalamnya, sebagai zona nyaman. Perlu studi mendalam apakah beberapa korporat Jepang yang mengalami kekalahan inovasi dengan korporat Korea, merupakan akibat dari turunnya kesadaran enterpreunership, yang terjadi sejak tahun 1980an. Hal itu dialami pada perusahaan-perusahaan elektronik semacam Toshiba dan Sanyo yang telah menutup pabrikannya di Indonesia.

Indonesia, sebagai negara berkembang secara mengejutkan justru memiliki pertumbuhan signifikan di lini UMKM. Meski terhambat permodalan, informasi, dan inovasi teknologi, UMKM Indonesia berhasil menjadi tulang punggung perekonomian negara. Dibanding Thailand dan Korea Selatan yang  hanya menyumbang 40-50% persen perekonomian negara, ternyata Indonesia sanggup mencapai 60%.

Keadaan yang cukup positif itu di Indonesia apabila dikaitkan dengan Human Enterpreunership sebagaimana alternatif Kim, menyebabkan timbul sebuah tanya: apakah sedemikian terbukanya pasar Indonesia menyumbang besar tumbuhnya UMKM? Artinya apakah geliat pasar global di Indonesia berakibat secara langsung terhadap berjamurnya UKM, atau UKM hanya usaha realistis bagi persaingan pasar tenaga kerja yang semakin kompetitif atau justru malah meminggirkan tenaga kerja daerah, yang kemudian sektor informal justru berada di dalam besaran angka UMKM yang tadi disebutkan itu.

Human Resource
Faktanya beberapa pabrikan otomotif sedemikian bergairahnya untuk mensubtitusi tenaga kerja manusia dengan mesin otomasi. Dari sebagian tenaga yang tergeser itu hanya kaum elite pekerja saja yang berhasil membangun wira usaha sebagai relasi bagi kebutuhan suku cadang pabrikan dan builder mesin. Sektor informal yang cukup menjanjikan adalah bangkitnya usaha-usaha recycle limbah industri, kuliner, dan mungkin online shop. Dari semua jenis usaha itu permodalan biasanya didapatkan dari uang pesangon lebih dominan dari uang pinjaman saudara atau orang tua. Peran pemerintah belum berpengaruh secara signifikan membantu usaha mereka.

Bagi orang-orang yang menyambut secara optimis pertumbuhan UMKM, Ide Kim dapat diterapkan di dalam unit usaha ini, merangsang kolega dan personel di dalamnya untuk mengembangkan bisnis bersama, serta memberi kesadaran bahwa pekerjaannya dibangun dengan penuh gairah (passion). CEO bisa melakukan usaha human resource dengan tim kecilnya secara berkesinambungan. Sebab tanda dari bertumbuhnya ide besar perusahaan adalah adanya pertumbuhan knowledge pekerjanya, yang menjadikannya manusia. Itu adalah modal besar sebuah perjalanan usaha.

Belakangan akan didapati, bahwa harga sebuah komoditi tidak lagi ditentukan oleh produktifitas dan efesiensi tenaga kerja, akan tetapi oleh kesepakatan yang dibangun melalui kebersamaan yaitu melalui kepiawaian tenaga pemasar melakukan edukasi bisnis secara komprehensip, dari mulai kesadaran persaudaraan, kapasitas dan kapabelitas produk, dan keunggulan layanan. Ini kemenangan awal, kolega melakukan advokasi atas apa yang kita tawarkan di berbagai kehadiran kompetitor, kemenangan bisnis awalnya adalah ditemukannya jalan di mana kita dapat menunjukkan eksistensi dan kompetensi. Kemenangan sebuah bisnis, adalah kemenangan kolegial. Itu pula yang menyebabkan pasar Cina tumbuh begitu bergairahnya, karena mereka menerapkan Guanxi, sebagaimana Korea, mereka akan mendahulukan brand dari bangsa se-negaranya, jika mereka menjadi ekspatriat di mana pun berada, mereka akan memilih barang-barang dari bangsa mereka sendiri. Prinsip kolegial ini tentu bukan berarti menciptakan rasa canggung bergaul dengan bangsa lain.  

Realitas Sosial
Ide Kim, membangun kesadaran manusia terhadap enterpreunership, di sisi lain justru memberikan kritik terhadap keserakahan kapitalisme, ide ini selain perlu didukung pemerintah dalam menyambut positif pertumbuhan UMKM dari sisi permodalan, secara kultur dapat coba diterapkan pada korporat-korporat di Indonesia, seperti mencoba menerapkan system incentive kepada seluruh satuan tugas, dan tentunya human resource yang baik. Dengannya rasio gini ketimpangan penghasilan akan dapat diturunkan di sisi yang lain peran kerja akan meningkatkan gairahnya sebagai profesional, bukan sebagai pekerja yang sewaktu-waktu akan mengalami resistensi.

Ideologi politik ekonomi neo-liberal yang menggelinding bebas ini, tidak hanya dapat ditahan dengan ide-ide resistensi, akan tetapi mau tidak mau menumbuhkan manusianya menjadi manusia yang memiliki daya tahan dan pembentukan brand yang kuat sehingga dapat menerimanya sebagai realitas sosial. Mau tidak mau korporat-korporat lokal yang awalnya mungkin UMKM itu yang adalah tulang punggung perekonomian negara, adalah korporat besar bernama Indonesia.

Cikarang, 23 September 2016



Tidak ada komentar:

Posting Komentar