Trilogi
Premanisme yang Mengancam Kehadiran Lembaga Ulama
Oleh M
Taufan Musonip
“Bisakah ayat suci
Al Quran yang mengandung radikalisme ditafsir ulang? Mengingat dalam hal ini,
sudah banyak korban berjatuhan,” Tulis seorang kawan dalam statusnya di
Facebook sebagai reaksi adanya aksi terorisme di sebuah Gereja di Samarinda
belakangan ini. Bagi saya keluhan ini sangat sensistif. Lagi pula kalau
memang harus ditafsir ulang, siapa yang dipercaya dapat menafsirkannya? Umat Islam
sedang dipojokkan dengan mosi tidak percaya terhadap MUI untuk menjalankan yurisprudensi
dalam mengkaji keberlangsungan sejarah agamanya, guna memberi jalan terang bagi
masalah-masalah kontemporer yang dihadapinya.
Seberapa
intolerannya sebenarnya umat islam? Dalam sejarahnya justru tokoh-tokoh Islam
lah yang memperjuangkan tegaknya Pancasila, Muhammad Natsir, sebagai tokoh Islam
fundamental yang melobi kaum nasionalis agar suara Indonesia Timur
dipertimbangkan, dengan begitu 7 kata dalam piagam Jakarta, disederhanakan,
menjadi sila pertama Pancasila sekarang.
Jika kehendak
membubarkan Majelis Ulama semakin santer dihembuskan, maka virus premanisme
tengah menjangkiti kaum elit bangsa belakangan ini. Filsafat premanisme seperti
dikatakan Danarto dalam cerpennya Buku
Putih Seorang Preman (1995) memiliki trilogi pembangunan masyarakat preman
yaitu hadirnya agen tunggal kebenaran, teror dan kemenangan.