Minggu, 20 November 2016

ESAI


Trilogi Premanisme yang Mengancam Kehadiran Lembaga Ulama
Oleh M Taufan Musonip


“Bisakah ayat suci Al Quran yang mengandung radikalisme ditafsir ulang? Mengingat dalam hal ini, sudah banyak korban berjatuhan,” Tulis seorang kawan dalam statusnya di Facebook sebagai reaksi adanya aksi terorisme di sebuah Gereja di Samarinda belakangan ini. Bagi saya keluhan ini sangat sensistif. Lagi pula kalau memang harus ditafsir ulang, siapa yang dipercaya dapat menafsirkannya? Umat Islam sedang dipojokkan dengan mosi tidak percaya terhadap MUI untuk menjalankan yurisprudensi dalam mengkaji keberlangsungan sejarah agamanya, guna memberi jalan terang bagi masalah-masalah kontemporer yang dihadapinya.

Seberapa intolerannya sebenarnya umat islam? Dalam sejarahnya justru tokoh-tokoh Islam lah yang memperjuangkan tegaknya Pancasila, Muhammad Natsir, sebagai tokoh Islam fundamental yang melobi kaum nasionalis agar suara Indonesia Timur dipertimbangkan, dengan begitu 7 kata dalam piagam Jakarta, disederhanakan, menjadi sila pertama Pancasila sekarang.

Jika kehendak membubarkan Majelis Ulama semakin santer dihembuskan, maka virus premanisme tengah menjangkiti kaum elit bangsa belakangan ini. Filsafat premanisme seperti dikatakan Danarto dalam cerpennya Buku Putih Seorang Preman (1995) memiliki trilogi pembangunan masyarakat preman yaitu hadirnya agen tunggal kebenaran, teror dan kemenangan.