Laman

Selasa, 15 Agustus 2023

ESAI

Tasawuf Tidak Meruntuhkan Filsafat Islam

M. Taufan Musonip



Foto Karya Karya Benyamin Wolf
Night Beach



Budaya tarekat dalam tasawuf melalui majelis taklimnya, mengenalkan filsafat Islam yang khas yaitu berperan menjaga aqidah Islam. Seperti konsepsi sederhana nan lugas disampaikan Gurunda Aang Acep A. Rijalullah: 

"Objek Pikir itu Alam, sedang objek Dzikir itu Allah melalui Kalbu."

 

Filsafat Islam yang metodik sekaligus menjaga aqidah Islam, ya Tasawuf, lebih khusus lagi ilmu tarekat. Karenanya Buya Hamka tak segan datang ke Suryalaya, Tasawuf Modern adalah buah karya Beliau menyelami Ihya Ulumuddin selepas bertemu dengan Abah Anom Ra. Muhammadiyah adalah kultur Agama yang kuat dengan ijtihadnya. 

Imam Al Ghazali pun adalah seorang filsuf. Karenanya ia menulis Buku Tahafut Alfalasifah. Harun Nasution menyerah dalam lautan tarekat. Dan mengambil haluan filsafat Islam melalui Tasawuf juga. Aboe Bakar Atjeh meminta ditalqin dzikir Qodiriiyahnya saja, ilmuan penerjemah Miftahus Shudur ini sudah Naqsbandiyah sebelum bertemu Abah Anom. Tapi Abah Anom Ra tetap menalqinnya lengkap (ya Qodiriyah, ya Naqsbandiyah). Dosen Filsafat UIN yang menulis buku Pengantar Filsafat Umum, juga akhirnya di talqin dan menulis tentang tasawuf di Majalah Shantori

40%

Jadi siapa bilang ilmu tasawuf meruntuhkan filsafat Islam? Ilmu tasawuf justru menyelamatkan kaum filsuf Islam yang apabila mengutip Ajengan Acep A. Rijalullah pada kesempatan MKTM di Rawa Lintah pernah menyampaikan Mahasiswa Aqidah Filsafat itu jarang yang selamat, ia menyebutkan hanya 40% saja mahasiswa filsafat yang masih solat.

Adapun stigma ilmu tasawuf berperan besar terhadap keruntuhan filsafat Islam karena perkembangan ilmu tasawuf memang berbarengan dengan masa keruntuhan Pemerintahan Islam baik di Andalusia maupun Persia, bukan berarti peran kaum sufi di dalamnya. Kaum sufi justru melakukan kritik terhadap filsuf Islam, di masa kemunduran budaya peradaban Islam, di mana mayoritas pemikir Islam menduduki jabatan di Pemerintahan. Dan dalam perjalanannya, Kolonialisme memang lebih menyukai kelompok pemikir daripada kaum sufi. Buktinya Snouck Hurgronje sangat berkepentingan meneliti pergerakan kaum tarekat Nusantara di Tanah Suci. Kaum pemikir Islam lebih mudah mengadaptasi budaya kolonial Barat.

Budaya tarekat dalam tasawuf melalui majelis taklimnya, mengenalkan filsafat Islam yang khas yaitu berperan menjaga aqidah Islam. Seperti konsepsi sederhana nan lugas disampaikan Gurunda Aang Acep A. Rijalullah: 

"Objek Pikir itu Alam, sedang objek Dzikir itu Allah melalui Kalbu."

0.001

Filsuf kerap salah menempatkan objek pikir pada Tuhan dan dunia pada kalbu. Di sini awalnya muncul super ego. Terjadi pendangkalan ilmu tauhid, hampir tidak mungkin semua peristiwa yang menyatakan sebab tanpa akibat atau sebaliknya -Gurunda Kyai Muzzaki Aziz indah sekali mengurai masalah ini, menurut Beliau peristiwa yang muncul tanpa sebab atau akibat memiliki peluang 0,001 persen dari peristiwa yang lahir karena sebab akibat. 0,001 terdiri dari peristiwa Mukjizat dan Karomat. Yang 0,001 persen ini luput dari perhatian kaum filsuf. Karena jumlahnya sangat kecil. 

Filsuf Islam dalam majelis tasawuf banyak membahas wilayah 0.001 itu, yang jika dilakukan diferensiasi/integral, akan menghasilkan budaya politik sosialisme religius, ekonomi yang berfokus pada infaq ketimbang zakat, teknologi berkelanjutan berbasis lingkungan, feminisme Islam -Ajengan Acep menyebut istilah lain dalam bahasa Arab, dan sains yang berpusat pada esensi keilahian, dan juga dimensi kerja manusia berdasarkan kreatifitas bukan perburuhan.

Tasawuf tidak menjatuhkan tiang filsafat Islam, justru di dalamnya filsafat Islam dikembangkan menjadi usaha-usaha kemanusiaan berujud kemandirian umat Islam. Hanya saja kelompok kolonialisme di masa lalu kurang menyukai usaha ini, dan mereka menulis banyak opini-opini subjektif tentang kaum sufi di abad modern. Walau ada apresiasi dari kalangan orientalisme yang datang belakangan yang lebih objektif, tapi rasanya perkembangan filsafat Islam dalam tasawuf harus terus dikembangkan agar usaha-usaha kemanusiaannya jadi lebih nyata di abad-abad milenial. Di Suryalaya Abah Anom Ra. Telah mengembangkan pondasinya melalui berdirinya Kampus dan Inabah.(*)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar