Minggu, 07 September 2025

ESAI

Hudud Ulama Sufi adalah Nasihat yang Mengandung Ibarat yaitu Sastra "Dekat"

M. Taufan Musonip


Ralston Crawford
(American, 1906–1978)
"Whitestone Bridge", 1940.
Oil on Canvas Painting. 
Memorial Art Gallery of Rochester, NY.




"Perbedaan antara orang yang berdzikir dan yang tidak, adalah bagai orang hidup dan orang mati yang berjalan di dunia ini." Ibarat dalam Tajul 'Arus.

 

Sifat Guru-guru sufi yang penyayang tak lain merupakan tajalli dari sifat Allah Ar-Rahman. Hal itu hasil tempaan tazkiah kalbu, yang karenanya Allah membagi sifat pengasih kepada hambaNya, dalam wirid-wiridnya pun ulama sufi banyak sekali memuji Allah dari sifat Jamaliyahnya, seperti Dzikir Ya Latif, atau Ya Lutfi Ad-dzrikni atau Allah ya Arhamarohihimin. Karenanya Ulama sufi seringkali disebut Ulama Amar dari pada Ulama Nahyi. Padahal mereka tahu hetul istilah hudud yang dipaparkan oleh Ibn Atthoilah Sakandary, dalam Tajul 'Arus. Sifat kasihnya itu dalam hudud mereka sampaikan dalam nasihat-nasihat berbentuk ibarat, selain bermaksud agar kalam-kalam menjadi mudah dipahami, hudud ulama sufi berbentuk nasihat. Tidak seperti hudud dalam istilah ulama syariat, yaitu penerapan hukum pidana, atau biasa diistilahkan dengan had.

Ibarat, dalam terminologi sastra terdiri dari dua bentuk yaitu simile dan metafora, ulama sufi kitabiyah kerap memilih jenis simile atau perumpamaan, yang pakemnya biasanya memiliki kata penghubung seperti: bagai, bak, laksana dll. Sedangkan metafora banyak dipakai oleh sufi penyair.

Istilah hudud ini oleh Ibn Athoillah diperhadapkan dengan istilah syuhud. izzah-izzah yang dihasilkan dari syahadah ulama sufi yang berupa ahlak, ilmu dan amal ternyata memiliki batasannya, yaitu rasa tak berkenan pada maksiat orang lain.