Ide Kim dan Usaha Menekan Rasio Gini Ketimpangan Pendapatan
M Taufan Musonip
Seperti dilansir situs marketeers.com beberapa waktu lalu, Kim
Ki-Chan Immediate Past Presiden ICSB mengatakan bahwa kapitalisme yang
mendominasi ekonomi dunia tidak mampu mengatasi ketimpangan pendapatan (The 4th
Asian SME Conference, The Kasablanka, Jakarta 2016). Situs ini kemudian menulis
data: Ketimpangan (rasio gini) terus melaju tinggi di negara-negara raksasa
ekonomi Korea 30,2; Tiongkok 46,2; dan Amerika 45.
Kim Ki-Chan mengajukan alternatif
Human Enterpreunership. Sebuah ide wirausaha yang berbasis kepada kemanusiaan. Sebuah
korporat yang mengambil ide Kim ini memulai kepedulian kepada kelas pekerja,
pekerja tidak lagi didorong oleh hasrat konvensional industrialis, yang
dituntut hanya bekerja keras untuk menciptakan produktiktifitas. Human Enterpreuneurship
membantu semua lini dalam sebuah industri menciptakan bisnis perspektif
sehingga semua pekerja menikmati dan mencintai profesinya dalam mencapai semua
harapannya.
Dalam artikel yang lain, Jepang
sebagai negara raksasa teknologi yang beberapa brand korporatnya masih disegani
di dunia, ternyata masyarakatnya tidak memiliki kesadaran enterpreneurship,
korporat-korporat mapan dan tua usianya, telah lama menjadi naungan kuat warga
negaranya untuk ambil bagian di dalamnya, sebagai zona nyaman. Perlu studi
mendalam apakah beberapa korporat Jepang yang mengalami kekalahan inovasi
dengan korporat Korea, merupakan akibat dari turunnya kesadaran
enterpreunership, yang terjadi sejak tahun 1980an. Hal itu dialami pada
perusahaan-perusahaan elektronik semacam Toshiba dan Sanyo yang telah menutup
pabrikannya di Indonesia.
Indonesia, sebagai negara berkembang secara mengejutkan justru memiliki pertumbuhan signifikan di lini UMKM. Meski terhambat permodalan, informasi, dan inovasi teknologi, UMKM Indonesia berhasil menjadi tulang punggung perekonomian negara. Dibanding Thailand dan Korea Selatan yang hanya menyumbang 40-50% persen perekonomian negara, ternyata Indonesia sanggup mencapai 60%.
Keadaan yang cukup positif itu di
Indonesia apabila dikaitkan dengan Human Enterpreunership sebagaimana
alternatif Kim, menyebabkan timbul sebuah tanya: apakah sedemikian terbukanya
pasar Indonesia menyumbang besar tumbuhnya UMKM? Artinya apakah geliat pasar
global di Indonesia berakibat secara langsung terhadap berjamurnya UKM, atau
UKM hanya usaha realistis bagi persaingan pasar tenaga kerja yang semakin
kompetitif atau justru malah meminggirkan tenaga kerja daerah, yang kemudian
sektor informal justru berada di dalam besaran angka UMKM yang tadi disebutkan
itu.
Human Resource
Faktanya beberapa pabrikan otomotif
sedemikian bergairahnya untuk mensubtitusi tenaga kerja manusia dengan mesin
otomasi. Dari sebagian tenaga yang tergeser itu hanya kaum elite pekerja saja
yang berhasil membangun wira usaha sebagai relasi bagi kebutuhan suku cadang
pabrikan dan builder mesin. Sektor informal yang cukup menjanjikan adalah
bangkitnya usaha-usaha recycle limbah industri, kuliner, dan mungkin online
shop. Dari semua jenis usaha itu permodalan biasanya didapatkan dari uang
pesangon lebih dominan dari uang pinjaman saudara atau orang tua. Peran pemerintah
belum berpengaruh secara signifikan membantu usaha mereka.
Bagi orang-orang yang menyambut
secara optimis pertumbuhan UMKM, Ide Kim dapat diterapkan di dalam unit usaha
ini, merangsang kolega dan personel di dalamnya untuk mengembangkan bisnis
bersama, serta memberi kesadaran bahwa pekerjaannya dibangun dengan penuh gairah
(passion). CEO bisa melakukan usaha human resource dengan tim kecilnya secara
berkesinambungan. Sebab tanda dari bertumbuhnya ide besar perusahaan adalah
adanya pertumbuhan knowledge pekerjanya, yang menjadikannya manusia. Itu adalah
modal besar sebuah perjalanan usaha.
Belakangan akan didapati, bahwa harga
sebuah komoditi tidak lagi ditentukan oleh produktifitas dan efesiensi tenaga
kerja, akan tetapi oleh kesepakatan yang dibangun melalui kebersamaan yaitu
melalui kepiawaian tenaga pemasar melakukan edukasi bisnis secara komprehensip,
dari mulai kesadaran persaudaraan, kapasitas dan kapabelitas produk, dan keunggulan
layanan. Ini kemenangan awal, kolega melakukan advokasi atas apa yang kita tawarkan
di berbagai kehadiran kompetitor, kemenangan bisnis awalnya adalah ditemukannya
jalan di mana kita dapat menunjukkan eksistensi dan kompetensi. Kemenangan sebuah
bisnis, adalah kemenangan kolegial. Itu pula yang menyebabkan pasar Cina tumbuh
begitu bergairahnya, karena mereka menerapkan Guanxi, sebagaimana Korea, mereka
akan mendahulukan brand dari bangsa se-negaranya, jika mereka menjadi
ekspatriat di mana pun berada, mereka akan memilih barang-barang dari bangsa
mereka sendiri. Prinsip kolegial ini tentu bukan berarti menciptakan rasa
canggung bergaul dengan bangsa lain.
Realitas Sosial
Ide Kim, membangun kesadaran manusia
terhadap enterpreunership, di sisi lain justru memberikan kritik terhadap
keserakahan kapitalisme, ide ini selain perlu didukung pemerintah dalam
menyambut positif pertumbuhan UMKM dari sisi permodalan, secara kultur dapat
coba diterapkan pada korporat-korporat di Indonesia, seperti mencoba menerapkan
system incentive kepada seluruh satuan tugas, dan tentunya human resource yang
baik. Dengannya rasio gini ketimpangan penghasilan akan dapat diturunkan di
sisi yang lain peran kerja akan meningkatkan gairahnya sebagai profesional,
bukan sebagai pekerja yang sewaktu-waktu akan mengalami resistensi.
Ideologi politik ekonomi neo-liberal
yang menggelinding bebas ini, tidak hanya dapat ditahan dengan ide-ide
resistensi, akan tetapi mau tidak mau menumbuhkan manusianya menjadi manusia
yang memiliki daya tahan dan pembentukan brand yang kuat sehingga dapat
menerimanya sebagai realitas sosial. Mau tidak mau korporat-korporat lokal yang
awalnya mungkin UMKM itu yang adalah tulang punggung perekonomian negara,
adalah korporat besar bernama Indonesia.
Cikarang, 23 September 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar