Aku Ada karena Ilmuku, dan Kukenal Tuhanku dalam Pembimbingan
M. Taufan Musonip
"Ciri berkembangnya tasawuf adalah lestarinya tradisi keilmuan. Tasawuf sendiri merupakan filsafat manusia dan ilmu pengetahuan dan mengenai "ada" Allah.
![]() |
Lukisan berjudul Mitra Falsafi Oleh Carlos Martin |
Man Arofa Nafsahu Faqod Arofa Robbahu, kerap menjadi pegangan pada jembatan suluk kaum sufi. Nyatanya itu merupakan asar ulama sufi, bukan hadits Nabi.
Man Arofa Nafsahu itu dilalui dengan filsafat "ada", eksistensialisme atau Al Huduri. Ia mengadakan terlebih dahulu dirinya dengan bobot ilmu untuk mengetahui Penciptanya.
Filsafat eksistensialisme dalam tradisi filsafat Barat, dikenal nama Kierkegaard. Ia mencanangkan "Sang Aku" secara lebih pribadi dan elementer. Salah satu filsuf yang memungkinkan lahirnya jalan filsafat fenomenologi. Tentang realitas yang bersifat subjektif-reflektif.
Realitas itulah yang dihadapi oleh Man arofa nafsahu. Pada masa kini dan yang akan datang ia mempelajari fiqih. Sedangkan pada masa lalu ia mempelajari hadis. Keilmuan keduanya membutuhkan tasawuf, untuk mengatasi elementarisme -memakai istilah ini membuat lebih egaliter antara keilmuan klasik dengan keilmuan modern berbeda dengan istilah hierarkis dalam tradisi keilmuan Islam. Tasawuf menyambung-sulamkan realitas yang dihadapi dengan faqod arofa Robbahu.
Adab Tawadhu
Ciri berkembangnya tasawuf adalah lestarinya tradisi keilmuan. Tasawuf sendiri merupakan filsafat manusia dan ilmu pengetahuan dan mengenai "ada" Allah.
Ilmu Pengetahuan dalam kaidah man arofa nafsahu mempelajari keserbaterbatasan untuk menjangkau 'ada' Allah. Jika dalam usaha menuntut Ilmu ia belum mengenal keterbatasan maka sang pembelajar belum mendapatkan hakikat Ilmu.
Dengan ilmu yang mengantarkan pada keserbaterbatasan ia menjadi pribadi yang merdeka. Sebagaimana Muhammad Iqbal pernah berujar, tanpa rasa terpenjara akan kebenaran, manusia justru mengalami keterhambatan. Ia bergerak dengan bimbingan kebenaran.
Man arofa nafsahu menciptakan keterhubungan kimiawi, dari eksistensi lama ke eksistensi yang baru. Ciri dari sifat transendennya ilmu yang terhubung dengan realitas. Karenanya Ibnu Rusyd pernah berkata: tidak ada yang berdiri sendiri, yang lama membutuhkan yang baru agar ilmu selalu menyesuaikan makan dan zaman. Dan yang baru membutuhkan yang lama sebagai sumber Ilmu.
Ilmu dalam kerangka tasawuf menciptakan hierarki guru-murid. Hierarki adab. Akhlaknya adalah tawadhu. Ilmu tak akan berkembang jika murid tak memiliki adab tawadhu. Tanpa adab, murid tak akan bergerak ke majelis-majelis ilmu.
Murid dalam rasa man arofa nafsahu itu adalah keperluan berguru. Tanpa itu ilmu hadis tak akan semarak dengan istilah makbul dan mardud. Tak akan ada penelitian-penelitian kapan hadis disebut sohih, hasan atau dhoif. Dalam hadis mardud tak akan kita dengar istilah dhoif dhohir atau dhoif khofi. Hadis sohih membutuhkan rangkaian sanad yang perawinya terangkai secara tsiqoh. Dalam menghadapi hadis-hadis mardud pun, pembelajar tetap khusnudzon, dengan tetap berharap kemungkinan ada sanad lain yang lebih tsiqoh dalam bunyi matan yang sama. Jika ada hadis dhoif yang diamalkan gurunya, ia tidak lantas menganggap gurunya bid'ah, ada rasa takzim dan ia merasa belum mampu menemukan sebab-sebab pengamalan.
Taklid dibolehkan dalam rangka sami'na wa' atona, selagi belum mampu dan belum memiliki waktu dalam menelaah ilmu lebih mendalam lagi. Apalagi, ia merasa terlambat dalam mempelajari ilmu. Untuk menelaah hadis-hadis dhoif yang tersembunyi (khofi) ahli hadis harus sudah mewakafkan umur dan hidupnya dalam menelaah hadis.
Juga dalam ilmu fiqih, selalu ada hierarki kitab dan ulama yang paling utama menjadi rujukan. Ini untuk menjaga kemurnian ilmu dan adab murid dari guru-guru sebelumnya karenanya juga menjaga sanad ilmu.
Bersujud
Man arofa nafsahu itu mengenal diri yang terbatas, menjaga keilmuan dari sumbernya. Adab ini menjaga ilmu dari masa ke masa meski kitab-kitab fiqih dan hadis telah terbakar pada masa perang atau para ulama yang panjang umurnya mengalami pikun.
Adab man arofa nafsahu telah menjadikan Imam Muslim mencium lutut Imam Bukhori, meski Imam Bukhori sendiri memiliki hubungan kurang harmonis dengan gurunya. Karenanya para malaikat pun bersujud kepada Nabi Adam menandakan adab terhadap ilmu Allah yang ada dalam diri Adam As. Ini dilukiskan dengan indah oleh Fariduddin Attar dalam Musyawarah Burung-nya yang mengatakan Iblis tidak mau bersujud karena ia ingin melihat proses penciptaan Manusia pertama itu oleh Allah.
Faqod arofa Robbahu itu menandakan suatu karomah atau mukjizat sebagai Ilmu Allah, yang hanya bisa ditangkap oleh media pengetahuan lain selain rasionalisme.
Man Arofa Nafsahu aku 'ada' karena ilmu tentang keterbatasanku, karenanya faqod arofa Robbahu berarti keterbatasanku diatasi oleh guru yang memahamkanku tentang 'ada' Allah.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar