![]() |
Lukisan dari Web Strange Penguin Kosuke Ajiro |
Membaca Tafsir Qur'an Merendahkan Hati dan Mempraktekkan Ilmu
M. Taufan Musonip
"KH Abdul Haris orangnya agak galak, setiap ngaji akan dimulai tatapannya selalu menyorot sudut-sudut ruangan, barangkali ada santri yang tertidur. Selalu mengingatkan anak santrinya untuk serius mendalami Kitab Jalalain suatu kali ia pernah berkata: Rek! Nek arep dadi ilmuwan kudu fanatik Ilmu Nahwu! Ayo diseriusi!
Jika Anda ingin membaca tafsir Qur'an dari sisi ilmu Nahwu bacalah Tafsir Jalalain, kalau dari sisi ilmu hadits bacalah Tafsir Ibnu Katsir. Kalau rasionalisme dalam Al Qur'an bacalah Tafsir Hamka, kalau tafsir Al Misbah, ini tafsir tentang hukum kesetimbangan Al Qur'an.
Peletak tradisi tafsir Qur'an itu dari kalangan sufi, seperti ditulis oleh Abdul Hadi WM dalam Tasawuf yang Tertindas yaitu Imam Jafar Shodiq, salah satu Guru Mursyid silsilah TQN. Membaca Tafsir Qur'an itu belajar merendahkan hati atas pembacaan Al Qur'an dari perspektif ulama yang sebagian besar hidupnya dicurahkan untuk Al Qur'an. Membaca terjemahan boleh-boleh saja tapi jika ingin lebih mendalam dan lebih hati-hati bacalah Tafsir Qur'an.
Saat ini saya tengah mengaji Tafsir Jalalain melalui KH Abdul Haris secara online. Secara offline melalui Kyai Muzakki Aziz, tapi waktu itu belum kenal ilmu Nahwu, dan dimulai di bagian-bagian akhir Juz. Kyai muda ini pun dengan penuh kerelaan membantu saya mempelajari ilmu Nahwu, sampai sekarang, meski tidak begitu aktif karena kesibukan Kyai yang juga aktif bekerja.
Agak Galak
Disela-sela menanti Kyai Zaki bersedia meneruskan taklim Nahwunya, saya mengaji online dengan KH Abdul Haris. Saya membeli dan membaca Bukunya, Teori Dasar Ilmu Nahwu dan Shorof: Tingkat Pemula. Oleh KH Abdul Haris saya diharuskan menghapal nadhom Nahwu dan hapalan Shorofnya. Lalu langsung dipraktekan dalam pembacaan Jalalain. Dengan pembekalan dari Kyai Zaki dan mengaji Jalalain dimulai dari awal, benar juga Tafsir ini mengajarkan Praktek Nahwu dan Shorof.
KH Abdul Haris orangnya agak galak, setiap ngaji akan dimulai tatapannya selalu menyorot sudut-sudut ruangan, barangkali ada santri yang tertidur. Selalu mengingatkan anak santrinya untuk serius mendalami Kitab Jalalain suatu kali ia pernah berkata: Rek! Nek arep dadi ilmuwan kudu fanatik Ilmu Nahwu! Ayo diseriusi!
Alhamdulillah di pengajian Jalalain ini saya bukan hanya tahu hukum gramar bahasa Arab yang berupa: Mubtada Khobar, Fiil Fail, atau Maf'ul Bih. Tapi juga bagaimana struktur Isim Mausul harus punya dhomir dengan jumlah ismiyah atau fi'liyah (silatul mausul). Setiap fiil muta'adi pasti membutuhkan maf'ul bih dan setiap fiil majhul pasti membutuhkan naibul fail. Juga lidah dibiasakan membaca perubahan kata dalam shorofnya. Singkatnya KH Abdul Haris mengajarkan struktur jumlah (kalimat) lebih mendetail lagi.
Nah, kalau tafsir Ibnu Kasir saya padukan dengan pengajian online Mustolah Hadits At-Taisir yang diampu Buya Yunal Isra, LC. Tafsir Ibnu Kasir itu praktek belajar hadits. Dalam tafsir ini saya bisa lebih tahu struktur hadist Mauquf atau Marfu' dalam kajian Mustolah Hadist yang kitabnya ditulis oleh ulama Kontemporer DR. Mahmud Thohan ini, dua istilah hadits itu adalah merupakan kategori hadist yang digolongkan sebagai hadist dari sisi penyandaran atau nisbatnya dua diantara lainnya hadist Maqtu' dan Qudsi, Nisbat kepada Nabi disebut Marfu' dan kepada sahabat disebut Mauquf. Nisbat kepada Allah Swt disebut Qudsi, nisbat hanya sampai tabi'in disebut Maqtu'.
Dalam Tafsir Ibnu Katsir dua jenis hadits tersebut dipaparkan sususan sanadnya. Ternyata Mauquf itu tetap disebutkan Nabi Saw tapi diakhiri dengan kalimat dari ('an) -nama sahabat- bahwa nabi bersabda, dari sini saya jadi bisa membedakan istilah Marfu' dan Mauquf. Dan banyak juga jenis-jenis hadist lain seperti Mursal, Munqothi, juga kitab-kitab hadits salah satunya kitab dengan metode pengumpulan Sanad mirip Bukhori seperti Mustadrak Karya Imam Hakim lalu istilah hadist Musnad (hadist yang kualitasnya mutasil secara sanad), hadist Hasan, Dhoif, dll tentu diselingi dengan pembahasan suatu ayat dengan tinjauan Nahwu walau tak sepekat Jalalain.
Bebas Hukum
Jadi kalau mau praktek hadist tempatnya di Tafsir Ibnu Katsir. Ada aplikasinya, cari saja di Google Play, Tafsir Ibnu Katsir, dengan membayar 27,000 perak, aplikasi tsb membebaskan akunnya dari iklan. Ada juga fitur haditsnya ada Bulughul Marom, Arbain dll. Entah milik siapa aplikasi ini. Membaca Al Qur'an lewat gawai itu bebas dari hukum fiqih di mana pembacanya harus suci hadast. Karena bukan mushaf secara langsung yang dihukumi pembacanya bukan saja harus suci hadast, tapi juga bagaimana menyimpan mushaf dan membawanya seperti tertulis dalam kitab-kitab fiqih mulai Fathul Qorib, Mu'in, Wahhab juga kitab fiqih kontemporer Taqriratussadidah.
Dua tafsir yaitu Al Misbah dan Al Ahzar baru saya baca sekilas tapi Al Misbah dimulai dengan menuliskan keutamaan surat Alfatihah sebagai penyadaran bahwa itulah mengapa surat ini selalu dikirimkan pahalanya kepada orang yang meninggal, KH Quraish Shihab berkata dalam soal ini: "jika La ilaha illalloh adalah dzikir paling afdhol, maka Alhamdulillah adalah doa yang paling afdhol," dan itu adalah mula-mula Alfatihah.
Al Ahzar itu tafsir rasionalitas atas Al Qur'an, ada salah satu ulama yang mengatakan kalau Hamka itu Mu'tazilah saat menulis tafsirnya. Benar juga beliau punya cara lain menafsirkan bangkai Sapi Betina dalam surat Al Baqoroh tidak sebagaimana tafsir lain yang memukulkan bagian tubuhnya kepada si mayat yang terbunuh di kalangan Bani Israil tapi Buya Hamka merujuk pada Kitab Taurat, yang mengambangkan bangkai sapi di sungai dan membiarkan darahnya mengalir dan dinaiki bergantian oleh keluarga yang bersengketa. Akhirnya ada yang takut dan mengaku membunuh.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar