Sabtu, 12 April 2025

PUISI

 

Lukisan oleh Goro Fujita




Aku Membelot, Mutari

M. Taufan Musonip


Kulihat burung kepodang keluar

Dari lorong rumahmu, Mutari

Dan angin dari gerakannya

Membelah rambutku

Bukan kah burung itu pertanda

Langkah suluk dan cendikia

Yang kau sebut manusia universal itu?


Kemarin sebelum kutengok rumahmu

Kubaca Bagawad-gita sabda Kresna kepada Arjuna

Yang disampaikan abdi besar Destarata

Perang saudara tak terelakan di kurusetra

Perang mencuci kekotoran yang tubuh pemiliknya

Ikut hanyut oleh lautan darah

Rumahmu, wahai Mutari

Ada bengkel dua belas Suhrawardi

aku mendengar gaduh ketukannya

Yang berirama dan kolosal

Menghasilkan perahu-perahu kertas bertuliskan alfatihah


Perahu-perahu itu mengalir

Melalui kanal di halaman depanmu

Dibaliknya selalu ada puisi-puisi

Menuju kurusetra, darah dicuci air kanalmu


Kepodang naik ke langit

Dasimu menjulur di lorong

Aku malu, mengetuk rumahmu, Mutari

Aku merasa rendah diri, 

Aku hanya prajurit di kurusetra yang membelot

Darah di kakiku telah menjamah teras rumahmu


Lebih baik kuikuti kepodang

Yang hinggap di nisan kubur seorang sastrawan

Kau nyatakan, yang tak tampak adalah cahaya

Yang nampak adalah bayang-bayang

Cahaya bisa diraih dengan puasa

Dan cinta hanya bisa diraih dengan perang

Tapi aku membelot, Mutari

Panah Arjuna mengintaiku



KESIUR ANGIN


Kita sama-sama bersembunyi

Pada cahaya yang tersemat di namamu

Bergerak di antara orang-orang berkumpul

Di antara jalanan yang ramai


Aku nyatakan cintaku

Secara rahasia, dan cintamu

Adalah gerakan tiada henti, yang tak pernah disampaikan

Tapi aku menyatu dengan kesiur angin yang kau asuh dari jauh



Tidak ada komentar:

Posting Komentar