![]() |
Lukisan oleh Goro Fujita |
Aku Membelot, Mutari
M. Taufan Musonip
Kulihat burung kepodang keluar
Dari lorong rumahmu, Mutari
Dan angin dari gerakannya
Membelah rambutku
Bukan kah burung itu pertanda
Langkah suluk dan cendikia
Yang kau sebut manusia universal itu?
Kemarin sebelum kutengok rumahmu
Kubaca Bagawad-gita sabda Kresna kepada Arjuna
Yang disampaikan abdi besar Destarata
Perang saudara tak terelakan di kurusetra
Perang mencuci kekotoran yang tubuh pemiliknya
Ikut hanyut oleh lautan darah
Rumahmu, wahai Mutari
Ada bengkel dua belas Suhrawardi
aku mendengar gaduh ketukannya
Yang berirama dan kolosal
Menghasilkan perahu-perahu kertas bertuliskan alfatihah
Perahu-perahu itu mengalir
Melalui kanal di halaman depanmu
Dibaliknya selalu ada puisi-puisi
Menuju kurusetra, darah dicuci air kanalmu
Kepodang naik ke langit
Dasimu menjulur di lorong
Aku malu, mengetuk rumahmu, Mutari
Aku merasa rendah diri,
Aku hanya prajurit di kurusetra yang membelot
Darah di kakiku telah menjamah teras rumahmu
Lebih baik kuikuti kepodang
Yang hinggap di nisan kubur seorang sastrawan
Kau nyatakan, yang tak tampak adalah cahaya
Yang nampak adalah bayang-bayang
Cahaya bisa diraih dengan puasa
Dan cinta hanya bisa diraih dengan perang
Tapi aku membelot, Mutari
Panah Arjuna mengintaiku
KESIUR ANGIN
Kita sama-sama bersembunyi
Pada cahaya yang tersemat di namamu
Bergerak di antara orang-orang berkumpul
Di antara jalanan yang ramai
Aku nyatakan cintaku
Secara rahasia, dan cintamu
Adalah gerakan tiada henti, yang tak pernah disampaikan
Tapi aku menyatu dengan kesiur angin yang kau asuh dari jauh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar