Sabtu, 19 April 2025

ESAI

Tarekat dan Angkatan Muda

M. Taufan Musonip


"Kalau keran keilmuan ini dibuka kaum muda akan punya gairah menuntut ilmu lebih banyak lagi, ia bukan hanya menjadi pesuluk tapi menjadi para pencari Tuhan dari berbagai disiplin ilmu. Meski tidak sekolah formal, ini yang dimaksud dengan Ilmu Ladunni, Ilmu ladunni ini sekolah kehidupan yang terbimbing oleh guru rohani. Bukan ilmu yang ada dengan sendirinya seperti transfer kesaktian. Bukan!


Lukisan karya Heather Arenas
"Ralph, Dot and The Madam" (oil on canvas)



Apakah Tarekat itu tidak cocok untuk angkatan muda? Satu pertanyaan yang dibuat berdasarkan tuduhan dari tetamu yang menyambangi rumah saya ketika melihat potret Abah Anom Ra.

Bahasa lisan dan tulisan seharusnya bisa saling melengkapi dalam menjelaskan suatu permasalahan. Tapi saya ingat apa yang dikatakan Syech Al Isyraq Suhrawardi dalam Hikayat-Hikayat Mistik: pengertian orang itu tergantung seberapa tinggi derajat pengetahuan dan kebijaksanaanya, Syaikhuna menjelaskannya melalui analogi sebatang lilin: jika ia datang padamu dengan kebijaksanaan seperti tubuh lilin apa yang ingin ia ketahui akan seperti sumbu lilin yang siap terbakar. Tapi jika derajat pengetahuannya rendah, bagaimana ia bisa terbakar dan menyala tenang seperti lilin menerangi ruangan.

Jadi tulisan ini tidak dibuat untuk merespon tuduhan pada si tetamu. Tapi baiknya kita manfaatkan masalah ini untuk membahas angkatan muda dan Tarekat, rasanya tema ini cukup menarik untuk melengkapi penjelasan lisan. 

Saya katakan kepada angkatan muda, jika Anda masuk kelompok tarekat mu'tabar, semangat kreatif anda tidak akan meredup. Bahkan bisa lebih menyala. 

Skema Waktu

Tapi sebaiknya mari kita petakan dahulu arti muda, apakah muda itu hanya sebatas usia di bawah empat puluh atau lima puluhan? Jika arti muda disandarkan pada usia, ini bersifat lahir. Muda berarti masih memiliki tenaga dan jiwa semangat yang lebih segar. Kalau orang muda mengatakan: "kerjaku untuk akhirat dan duniaku harus seimbang," maka arti waktu dalam ungkapan tersebut berarti bersifat lahir pula, jika ia kerja tujuh jam sehari maka ia harus beribadah dengan waktu yang sama.

Kalau diberikan skema waktu seperti itu bagaimana respon kaum muda? 

Kalau dahinya merengut, berarti selama ini dia telah salah paham terhadap arti keseimbangan. Keseimbangan apa yang dimaksud di atas? Ternyata keseimbangan itu yang terpenting masih bisa menyisakan waktu untuk beribadat, soal keseriusannya tetap lebih menitik beratkan kepada dunianya.

Katakanlah kalau kita seimbang dalam hal memerhatikan dunia dan akhiratnya, yang berarti kita menyisakan waktu sepuluh jam, itu dibagi dengan tidur dengan patokan tidur orang sukses seperti Einstein, yaitu empat jam, untuk enam jam bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan potensi diri sendiri, misalnya dengan membaca buku yang juga dibagi dua, buku-buku bersifat keagamaan dan non agama. Ditambah hari libur dengan kegiatan mengaji, bukan tidak mungkin kita akan menjadi bagian kaum muda yang lebih maju.

Kebiasaan itu awalnya akan menganggu Anda. Anda akan mengurangi kebiasaan lembur kerja, dan awalnya siang hari Anda akan dihiasi dengan mengantuk. Tapi jika kebiasaan ini diteruskan sampai empat puluh hari, keluhan ngantuk akan menghilang sendiri. Dan Ingat, di negara-negara maju jam kerja itu justru semakin sedikit, belakangan seorang tokoh besar dalam bidang AI mengatakan: dengan AI orang berpotensi kerja hanya dua hari dalam seminggu! Orang semakin banyak yang bekerja dari rumah, berkomunikasi secara tim lewat telpon video, dll.

Tarekat itu membantu kita dalam membangkitkan semangat mencintai ilmu, suatu semangat yang bisa menggantikan kecenderungan kelompok muda lebih dekat kepada sekadar main-main. Ada sebuah buku filsafat yang cukup menarik yang ditulis filsuf Belanda, buku itu diberi judul Manusia dan Lingkungannya: banyak bicara tentang Aku sebagai diri manusia. Kenapa aku? Ya karena aku adalah modal bagi kehidupan manusia di dunia.

Aku sebagai Kebebasan

Aku menurut buku itu lambang kebebasan. Dan separuh kebebasan ini dimiliki  kaum muda. Kebebasan memilih tujuan hidup salah satunya, maksudnya orang muda di penghujung usia empat puluh lima puluhan pun masih bisa membelokkan tujuan hidup, tapi kebebasan itu tetap memiliki tanggung jawab, rata-rata filsuf memilih sumber tanggung jawab itu pada kekuatan pribadi, seperti prinsip Jean Paul Sartre, dan paham ini nanti berkembang terus ke dalam wacana filsafat dekonstruksi. Tapi penulis buku itu memilih sumber tanggung jawab secara eksternal dan internal, lingkungan dan nilai-nilai universal pun bisa mempengaruhi arah tujuan hidup. Penulis buku itu bertanya kebebasan apa yang benar-benar bisa lepas kendali dari tanggung jawab?

Ikatan tanggung jawab pun bisa terlepas jika tak diikatkan kepada tali sumber tanggung jawab itu sendiri, katakanlah jika kita orang beragama sumber tersebut sebagaimana Q.S Ali Imron: 12 ...kecuali mereka berpegang kepada tali Agama Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia. Jika tanggung jawab kita ingin bisa mengomando kebebasan yang berdampak pada kebaikan masa muda, ikatkan diri Anda pada sesuatu yang kuat pula, yaitu orang yang punya kemampuan membimbing karena akhlaknya. 

Dalam kitab Memelihara Hak-hak Allah, Syech Muhasibi panjang lebar membicarakan masa muda dan kehidupan ibadah kaum tarekat dengan mengutip hadits Nabi Saw. dari Ibn Mubarak dalam Az-Zuhd, "Wahai pemuda yang menyerahkan kepemudaanNya untukKu, yang meninggalkan hawa nafsunya karena Aku, maka di sisiKu kamu seperti sebagian MalaikatKu."

Hadist lain lagi dari sumber yang sama: "Tuhanmu merasa Kagum kepada seorang pemuda yang tidak punya kecenderungan pada permainan dan kesenangan." Dan juga Hadist dari Syuraih: "sesungguhnya pemuda yang giat beribadah kepada Tuhannya dan MencintaiNya mempunyai pahala sebanyak pahala yang diperoleh oleh tujuh puluh orang yang benar." Syech Muhasibi adalah tokoh sufi ahli muhasabah dan karenanya menjadi nama kunyahnya, menyadarkan kaum muda bahwa tenaga dan semangat yang melimpah memungkinkan dirinya bisa menabung kebaikan untuk usia tua nanti yang secara tenaga akan terus berkurang. 

Artinya kaum muda bukan hanya bisa menjaga kebaikan, tapi bisa menumbuhkannya dalam segala kreatifitas. Tarekat mengenalkan kaum muda tentang kreatifitas, Mursyidnya akan membawanya pada petualangan menuju batas-batas indra dan rasionalitasnya, membukakan pintu sumber keilmuan lain melalui intuisi, yang dilatih dalam dzikir.

Ilmu Ladunni

Kalau keran keilmuan ini dibuka kaum muda akan punya gairah menuntut ilmu lebih banyak lagi, ia bukan hanya menjadi pesuluk tapi menjadi para pencari Tuhan dari berbagai disiplin ilmu. Meski tidak sekolah formal, ini yang dimaksud dengan Ilmu Ladunni, Ilmu ladunni ini sekolah kehidupan yang terbimbing oleh guru rohani. Bukan ilmu yang ada dengan sendirinya seperti transfer kesaktian. Bukan!

Karenanya dalam buku Tasawuf yang Tertindas, Abdul Hadi WM enak sekali menjelaskan gairah muda dalam bait puisi Hamzah Fansuri Penyair sekaligus Mursyid Tarekat Qodiriyah:

Hai muda arif budiman

Hasilkan kemudi dengan pedoman

Alat perahumu jua kerjakan

Itulah jalan membetuli insan

Beliau menjelaskan masa muda sebagai alat perjalanan, untuk menyatakan Yang Batin di ruang-ruang yang tersedia. Yang lahir menurutnya merupakan bentuk rekonstruksi terus menerus dari yang batin, yang disesuaikan dengan jaman dan keadaannya, dan ini adalah bentuk dari gairah masa muda. Abdul Hadi menjelaskannya melalui perspektif proses penciptaan puisi kaum sufi yang menolak metode kreatifitas seniman barat yang berkiblat pada mimesis (seni sebagai tiruan) dan creatio (mencipta dari tiada).*





Tidak ada komentar:

Posting Komentar