Minggu, 13 Juli 2025

ESAI

Islam dalam Bahasa Indonesia dan Tradisi Buku sebagai Realitas Jaman

M. Taufan Musonip


Para Santri di Pengajian Sabtuan
Di Makbaroh Kyai Madroi


 

"Buku dan modernitas menjadi bagian dinamika masyakat Islam di Indonesia, anak kandung kolonialisme sekaligus malinkundang kolonialisme itu sendiri tapi dimasa sekarang menjadi jarak bagi tradisi sanad tadi yang sebenarnya merupakan bentuk keilmuan yang sangat terukur dan bersifat menjaga keilmuan Islam.

Buku, bahasa Indonesia, dan pembelajaran sendiri adalah sebuah realitas keindonesiaan walau dilahirkan dari cara Belanda melahirkan masyarakat jajahan yang rasional, yang kelak akan membantu kolonialisme itu sendiri.

Dulu orangtua-orangtua kita terbiasa menulis dalam aksara arab, meski bahasanya Jawa, Sunda atau Melayu. Ini karena pendidikan saat itu adalah pendidikan Islam metode sanad, tidak memakai bangku sekolah seperti saat ini. Dalam metode sanad itu kita diajarkan memilih guru yang tsiqoh, keilmuan pun sangat terjaga, menulis kitab harus benar-benar terjaga dari kitab ulama terdahulu, metodenya seperti tafsir Qur'an, setiap ayat yang ditafsirkan diberi tanda kurung, penafsirannya di luar kurung. 

Memilih guru tsiqoh dalam tradisi hadist ada tuntunannya, misal dalam tradisi jarah dan ta'dil, ada kitab yang menulis tarajim para perawi hadist, tiap nama perawi dituliskan biografinya, lalu dijarah dalam artian dicari kekurangannya, apakah semasa hidupnya sering fasik, berbohong dan ahlaknya terkenal tidak baik, apakah ia termasuk orang yang sering menulis hadist palsu, dll. 

Jumat, 27 Juni 2025

DARI BUKU KE BUKU

Tasawuf yang Tertindas Pandangan Abdul Hadi terhadap Puisi Sufi

M. Taufan Musonip


Lukisan Stacy Lund Levy,
Pelukis Amerika
(L. 1965) Berjudul Summer Fling I,
cat air 22 x 29".


Takwil-takwil Abdul Hadi terhadap Puisi-puisi Hamzah Fansuri mirip takwil murid sufi kepada gurunya, sangat tenang dalam arti sabar di antara resonansi karya yang di ta'wilnya, pendapat pribadi dan kalam-kalam Qur'ani dan Al Hadist. Yang membuat pendapat pribadinya justru sangat dipengaruhi oleh kalam sumber utama

Membaca Buku Tasawuf yang Tertindas buah karya Abdul Hadi WM seperti perjalanan menuju lembah yang di tengah dalamnya ada perbukitan lagi.

Sublim. Abdul Hadi mengajak menuruni lembah dengan tenang. Menikmati jalan setapak teofani, yang kadang diperlihatkan jurang yang curam. Perjalanan teofani adalah jiwa kesabaran bagai anak tangga, yang tiap titiannya adalah keteraturan yang transenden. Seperti utamanya tema-tema sastra profetik.

Dengan titian-titian tangga itu pembaca bisa menikmati setiap rimbunan yang melapisi dada-dada lembah. Pelan melingkar seperti burung elang menguntit mangsanya. Abdul Hadi telah sampai lebih dahulu di puncak gunung, gunungan itu adalah intelek akan adanya sumber inspirasi dari Al Qur'an dan Al Hadist.

Setelah itu kalam-kalam ulama sufi. Lalu lembah-lembah paling bawah adalah konsep-konsep yang disaring untuk memetakan batu-batu pemikiran estetika sufi yang mengantarkan kepada puncak spritual bukitan Si Anak Dagang Hamzah Fansuri. 

Bagaimana bisa memahami sekaligus merasakan kebeneningan jiwa ulama sufi, hanya dengan titian ilmu? Merasakan itu tak cukup dengan keilmuan, tapi meniti jalan dengan sebenar-benarnya kaki, memandang dengan sebenar-benarnya mata. Badan yang aktif yang ditujukan langsung kepada Sang Maha Pemilik badan dalam bentuk ibadah yang akan menghasilkan pikiran terpusat dan jiwa yang dikuasai rasa cinta Yang Menggerakkan. Dalam kaidah ilmu tasawuf semua perangkat epistemologi harus bergerak, badan, pikiran dan kalbu harus bertindak menujuNya.

Tapi dalam kaidah sufi pula, kita mengenal istilah Malamatiyah. Ada kelompok tarekat yang menyembunyikan citra kesolehannya tapi amal solehnya, amal soleh kaum sufi.

Abdul Hadi bukan sekali-dua perhatian terhadap religi sufi ia bahkan menjadikan sufisme sebagai konsep estetika dalam buku-buku esainya misalnya Kembali ke Akar kembali ke Sumber atau Hermeneutika, Estetika Religuisitas atau Sastra Sufi: Sebuah antologi. Dan hampir semua puisi-puisinya syarat religi sufi.

Senin, 02 Juni 2025

ESAI SASTRA

Licentia Poetica dan Penggunaan Bahasa Pergaulan

M. Taufan Musonip



Tempered Elan (1994)
Karya Kandinsky



"Belakangan memang ada kesan penyair modern hanya berkutat dalam kesenian dan mengesampingkan pemikiran. Bahkan ada satu penyair yang sudah cukup lama melintang di dunia sastra pernah mengatakan filsafat sudah tak diperlukan lagi. 

Jika kita memaknai riuhnya hari lahir maestro penyair Indonesia yang menyebabkan Indonesia memiliki kesadaran akan kepenyairan dan kesusastraan, apa sebenarnya yang telah kita dapatkan dari karya-karya Chairil Anwar untuk kita hari ini di Indonesia?

Chairil Anwar menulis puisi dengan bahasa sehari-hari, menambatkan Bahasa Indonesia bukan saja sebagai Identitas Bangsa tapi sebagai identitas kemajuan. Apa yang menyebabkan Chairil berhasil menjunjung bahasa Indonesia menjadi bahasa yang mengangkat martabat bangsa Indonesia? 

Bahasa Indonesia di tangan Chairil bukan saja dibebaskan dari anasir-anasir lama bahasa melayu, yang tidak menemukan aktualitasnya bersama pemakai terkininya, tapi juga dari tradisi menulis puisi yang kaku, yang membatasi daya juang pemikiran di dalamnya. Batas-batas itu diterabas dengan licentia poetica yang menggambarkan individualitas kepenyairan Chairil. Lisensi pemikiran itu juga sering kita dapatkan dalam puisi-puisi Subagyo Sastrowardoyo yang tak mau pakem efektifitas baris puisi agar pesan pemikirannya 'selesai' dalam puisi-puisinya.

Minggu, 01 Juni 2025

ESAI

Falsafah Bingung sebagai Awal Mula Berpikir

M. Taufan Musonip



"Dalam Islam ilmu fiqih memulai ijtihadnya dari istilah yang sepadan dengan Bingung yaitu Syak. Dari syak hasil ijtihadnya akan mencapai keadaan lain yaitu Dzon. Syak, juga menghasilkan ilmu-ilmu fisika, ilmu Quantum Fisika dan Ketidakpastian Pengukuran lahir dari Syak atas indera manusia.


 

Fried Egg, 2006
Karya Tjalf Sparnaay (L. 1954)
Oil on Canvas 80x80 cm

Anda bingung? Resign kerja, dapat kerja baru, ada banyak kelebihan, tapi ternyata setelah beberapa lama ada banyak juga kekurangan. Anda bingung? Ingin jadi independen, ditinggalkan lah kerjaan lama, saat menjalani, ternyata menjadi independen itu banyak mengandung ketidakbebasan. Anda bingung? Pilih kelompok A untuk tujuan mulia, ternyata ada bagian yang tujuanmu juga tak bisa semulus yang dibayangkan sebagaimana awalnya dikira.

Kadang kita tak pernah paham dengan kebingungan. Seolah hal itu harusnya jangan pernah ada, pernah dengar kan kawan selalu bilang: jangan bingung-bingung! Bingung, bagi orang yang tidak mengerti adalah buah kebodohan. Saya justru berpendapat lain, Bingung itu batu pijak pemikiran. Ya, kalau Anda tidak kagetan.

Confused, begitu mungkin padanannya dalam bahasa Inggris, adalah awal mula metafisika. Dalam khazanah sufi tercatat dalam dua buku yang pernah saya baca, Pengobatan Cara Sufi yang ditulis oleh Mursyid Chistiyyah dan Novel Musyawarah Burung Fariddudin Attar. Kedua buku ini menempatkan bingung di tataran tinggi saat mabuk spiritual mencapai puncaknya di mana Tuhan sudah ujud dalam jiwa sufi, dan hampir menyatakan diri tiada, seperti dalam keadaan terbakar, jiwa sufi merasakan kebimbangan ada. 

Sabtu, 17 Mei 2025

ESAI

Seni Zonder Falsafi adalah Seni Rendah

M. Taufan Musonip



Lukisan karya JM Basquiat



"Ilmu ladunni ini jauh memiliki potensi menyelamatkan mualimnya daripada sekolah formal, ilmu ladunni itu bersifat komprehensif dan kontinyu, empirik, rasional dan iluminatif. Tujuan keilmuan di sini adalah praktek amal, laboratoriumnya keluarga dan masyarakat. 


Frasa 'malas berpikir' pernah berdengung di awal-awal reformasi, entah siapa buzzer-nya. Yang jelas waktu itu banyak yang membahas istilah ini. Buah perlawanan atas budaya 'malas berpikir' itu mungkin otonomi daerah, daerah dibebaskan untuk memanfaatkan sebaik-baiknya sumber daya alam yang dimiliki.

Wal hasil yang terjadi adalah pembalakan liar, penjarahan bahan tambang, penggundulan hutan, dll. Di Indonesia berpikir sekali saja cukup, mungkin terinpirasi hadits yang dikutip Syech Abdul Qodir Jaelani, dalam Sirrul Asror: berpikir sesaat setara puluhan tahun beribadah. Hadits tersebut didukung oleh QS. Ali Imron:190. Syech Abdul Qodir memberi motivasi untuk senantiasa bertafakur mendapatkan hikmah tentang apa saja dalam kehidupan ini yang bisa membangkitkan kesadaran berdzikir kepada Allah Swt.

Karena pahalanya besar, bukan berarti harus dilakukan sekali-kali saja. semesta ini terus berlari, tenaga kita tak akan bisa menyusulnya. Pikiranlah yang bisa menyusulnya. Pikiran yang cepat memahami laju semesta ini bisa disebut peradaban. Berpikir yang terstruktur disebut filsafat. 

Senin, 28 April 2025

ESAI


Kyai Muda Filsuf Mengajar Safinatunnajah

 M. Taufan Musonip




Lukisan Karya Eric Wert (L.1976) 
"Mola Salsa"
Oil on Panel, 24"x24"



"Banyak kaum fuqoha yang akhirnya memilih hanyut dalam lautan tarekat, karena tergoda manisnya kalam kaum sufi hasil gemblengan Tazkiyatun Nafs bimbingan Guru Ruhaninya. Kalau dipikir-pikir pecinta ilmu fiqih itu harus melakoni laku zuhud juga, agar ia tak gegabah  menghukumi suatu persoalan, sebab fiqih itu empirik sifatnya, bisa berubah dari waktu ke waktu, kecuali hal-hal yang sudah dipastikan keharamannya dalam Al Qur'an, juga hukum wajib sebagai syarat ibadah sebagaimana tuntunan Hadits.


Ada satu pengajian online seorang Kyai Muda dari Mranggen, menaja kitab fiqih dasar Safinatunnajah. Kyai Muda ini lulusan Al Azhar. Tapi mendengar Mranggen itu seperti suatu daerah yang pernah menjadi konsentrasi ajaran TQN dari jalur Banten. Kenapa saya bilang begitu? Karena  beliau bicara tarekat dalam pengajian fiqih tersebut. 

Kyai muda berkaca mata itu juga kerap membagikan konten filsafat tulisannya sendiri. Tulisannya panjang-panjang. Jadi saya penasaran, kok ada orang yang menulis tulisan filsafat yang panjang begitu, mau mengajar kitab fiqih yang sudah banyak dikenal masyarakat umum. Jadi saya ikut mengaji full dengan beliau sepanjang 90 menit. lama juga!

Di awal kajian dia berseloroh, "Ngaji fiqih itu ra' keren!" lalu dia melanjutkan kajian tentang niat dan takbiratul ihram dalam solat. Fiqih itu bersifat empirik, kulit luar dari ajaran agama Islam, beliau sendiri mengibaratkannya dengan kulit buah pepaya. Seakan membahas kulit itu kurang menarik tapi ini 'yang awal' yang menandakan manisnya bagian dalam.

Minggu, 20 April 2025

ESAI SASTRA

Lomba Puisi dan Resiko Kealfaan Membaca Capaian Kontekstual Penyair

M. Taufan Musonip


"Manhattan Beach Pear" 2012
Thomas Schaller (l. 1950)


Penyair itu sudah banyak diikat oleh aturan-aturan estetika lagi ide apa yang diinginkannya sendiri. Proses menulis puisi itu berat, jika penyair menginginkan capaian idenya, ia akan mengorbankan sebagian unsur estetikanya. Sebaliknya jika unsur estetikanya yang diunggulkan bagian ide yang akan mengalami penekanan.

Hal itu wajar karena struktur estetika itu bersifat transenden. Sebagaimana prinsip ontologi profetik. Kenapa harus profetik? iya, karena selain tema ini memang sudah tidak begitu diperhatikan, tinjauan ini juga bisa menjadi penawar berbagai tulisan sastra yang sudah sedemikian dekonstruktif mau apa pun genre sastra yang dibicarakan. Realis sosialisme atau seni untuk seni yang sudah bertarung selama puluhan tahun lamanya di jagat Sastra Indonesia.

Teks puisi itu bersifat transenden, karena teks tak pernah mampu menampung ide. Yang batin itu selalu bersifat tak terbatas. Penyair membangun simbolitas agar yang tak terbatas bisa diucapkan. Haluan ini merupakan jalan tengah dari cara ucap sastra: yaitu yang simbol bukan yang bersifat sensual, yang refleksi bukan yang politis. 

Sabtu, 19 April 2025

ESAI

Tarekat dan Angkatan Muda

M. Taufan Musonip


"Kalau keran keilmuan ini dibuka kaum muda akan punya gairah menuntut ilmu lebih banyak lagi, ia bukan hanya menjadi pesuluk tapi menjadi para pencari Tuhan dari berbagai disiplin ilmu. Meski tidak sekolah formal, ini yang dimaksud dengan Ilmu Ladunni, Ilmu ladunni ini sekolah kehidupan yang terbimbing oleh guru rohani. Bukan ilmu yang ada dengan sendirinya seperti transfer kesaktian. Bukan!


Lukisan karya Heather Arenas
"Ralph, Dot and The Madam" (oil on canvas)



Apakah Tarekat itu tidak cocok untuk angkatan muda? Satu pertanyaan yang dibuat berdasarkan tuduhan dari tetamu yang menyambangi rumah saya ketika melihat potret Abah Anom Ra.

Bahasa lisan dan tulisan seharusnya bisa saling melengkapi dalam menjelaskan suatu permasalahan. Tapi saya ingat apa yang dikatakan Syech Al Isyraq Suhrawardi dalam Hikayat-Hikayat Mistik: pengertian orang itu tergantung seberapa tinggi derajat pengetahuan dan kebijaksanaanya, Syaikhuna menjelaskannya melalui analogi sebatang lilin: jika ia datang padamu dengan kebijaksanaan seperti tubuh lilin apa yang ingin ia ketahui akan seperti sumbu lilin yang siap terbakar. Tapi jika derajat pengetahuannya rendah, bagaimana ia bisa terbakar dan menyala tenang seperti lilin menerangi ruangan.

Jadi tulisan ini tidak dibuat untuk merespon tuduhan pada si tetamu. Tapi baiknya kita manfaatkan masalah ini untuk membahas angkatan muda dan Tarekat, rasanya tema ini cukup menarik untuk melengkapi penjelasan lisan. 

Saya katakan kepada angkatan muda, jika Anda masuk kelompok tarekat mu'tabar, semangat kreatif anda tidak akan meredup. Bahkan bisa lebih menyala.