Jumat, 30 Desember 2011

Esai

         Proses Kekaryaan dan Komunitas sebagai Kantong Transaksi
Oleh M Taufan Musonip

Gladwell menukil kisah perang pada awal revolusi Amerika (1775) yang ditukangi Paul Revere, seorang pandai perak. Paul Revere menjadi legenda Amerika berkat kepiawaiannya mengobarkan semangat juang kaum milisi Amerika kala itu dengan melakukan kontak kepada para petinggi milisi anti inggris. Dalam buku bertajuk The Tipping Point itu, Gladwell secara khusus membahas soal epidemi sosial yang disebabkan oleh tiga tipe karakter manusia: sang maven, konektor dan para penjaja.
Buku yang merupakan analisa peristiwa-peristiwa aktual itu memaparkan tingkah laku sedikit orang sebagai penyebab problema sosial dan ledakan pasar. Kejernihan dan kesederhanaan dalam menuliskan analisanya, membuat buku itu sohor secara mendunia.
Kawan saya seorang pendiri salah satu komunitas sastra di kota besar mengeluhkan tentang kuantifikasi orang mengikuti diskusi sederhana yang selalu diadakannya secara rutin, tak semeriah dan seramai di dunia maya. Dia mulai mencari cara agar simpati orang terhadap komunitasnya bertambah dengan mengundang pembicara-pembicara penulis kenamaan, dan setiap ia memikirkan itu, secara otomatis berarti  memikirkan berapa anggaran yang harus dipersiapkan untuk melaksanakan acara itu. Padahal dia dan para anggota intinya tidak memiliki cukup dana untuk mengaplikasikan gagasannya ke dalam mekanisme pertemuan rutin.

Mungkin perlu diingatkan bahwa kehadiran komunitas sastra mesti kembali pada sisi fungsionalnya memberi rangsangan para penghuninya mampu menjalani kehidupan soliter untuk membentuk kreatifitasnya.
Proses kreatifitas semacam itu tak ubahnya pengalaman religius, di mana kesunyian menjadi tempat berpadunya seorang pribadi dengan Tuhannya. Berarti bersifat metafis ketimbang masif, untuk menyadari bahwa ia bersifat sekejap dan tak pasti (ephocal occusion-Whitehead). Dorongan yang banyak dianut oleh orang-orang strukturalis, menandakan bahwa aktifitas Allah bukan terbatas pada peristiwa-peristiwa besar, tetapi peristiwa-peristiwa sekejap yang akan menciptakan “ledakan besar”. Komunitas adalah penggodokan peristiwa-peristiwa kecil berupa pencatatan pengalaman-pengalaman kekaryaan antar individu yang menjadi arche: sejarah yang lepas dari persoalan geneologi.
Menyadari hal itu sebenarnya letak kreatifitas bukanlah berdasar pada begitu tingginya kegelisahan, karena akan selalu berhubungan dengan produksi. Gagasan menjadi semacam perangsangan atas produktifitas, awal mula lahirnya sistem pasar yang terlampau bebas. Pada mulanya penasbihan manusia sebagai pusat segala sesuatu, lalu terjadi ekspansi terharap wilayah keramat. Pada mulanya unsur lange dalam struktur bahasa mulai diperlemah, dimatikan, dan orang-orang mulai mempermainkan bahasa. Jalan menuju esensi dipotong, kejujuran hanya menjadi bagian dari proyek pencitraan, hiperrealitas. Segalanya menjadi tak bermakna!
Kreatifitas semacam kemampuan mengatasi kegelisahan, dengan mengembalikan kerja estetika kepada metafisika, penciptaan memiliki perhentian, konkretisasi tidak hanya dalam bentuk teks, tapi menyublim dalam bentuk sosialita. Oleh karenanya penciptaan selalu berproses pada sesuatu yang melampaui gagasan. Saya sering bertanya kepada kawan penyair  yang upaya penciptaan puisinya begitu kerep, kapan dirinya berinteraksi dengan lingkungan dan masyarakatnya? Karena kreatifitas bersifat tak pasti maka ia berlawanan dengan produksi berarti menghindari karya-karyanya sebagai prototip untuk karya-karya sesudahnya, kekerepan selalu mengakibatkan model stagnasi bentuk karya.
Komunitas selalu merupakan wadah pergaulan, di mana karya-karya dibicarakan, menjadi rekaman arkeologi (dalam istilah Foucault). Karena bersifat merangsang pribadi-pribadinya menempuh jalan soliter, komunitas tidak bersifat masif, namun sebenarnya ia bersifat sebagai pasar pula, semacam kantong transaksi.
Dalam komunitas reklame atas karya-karya yang dibukukan terjadi. Tokoh-tokoh yang dibicarakan selalu dalam konteks buku, yang tak lain adalah komoditas pula. Dalam perjalanan seperti itu komunitas tak pernah lepas dari tiga peran manusia sebagaimana dikemukakan Gladwell (Maven, konektor dan penjaja). Komunitas sebagai maven ketika ia berperan sebagai pembentuk stigma, informasi dan teknik-teknik publikasi, sementara sebagai konektor, ia adalah penghubung sebuah karya  kepada individu-individu yang ada didalamnya. Dengan begitu komunitas mau tidak mau merupakan pencipta transaksi itu sendiri.
Lalu bagaimana laku seorang pribadi soliter ketika ia hidup dalam komunitasnya? Dia tidak akan menjadi korban pasar, setiap bentukan pribadi oleh komunitas akan memiliki karakter kritis terhadap apa yang ia dapatkan, berdasarkan pengkayaan subtansi dari wacana yang diciptakan komunitas. Bagaimanapun komunitas merupakan tempat pengasingan tahap pertama atas peristiwa faktual yang terjadi diluar paguyuban. Pengasingan tahap ini memberi perangkat dalam menghikmahi kejadian faktual dengan teks-teks yang sudah terdokumentasi dan terpublikasi dalam sistem pasar yang dibentuk komunitas.
Hal itu juga dapat merangsang individu pada tahap kedua pengasingannya, yaitu kesendirian, di mana ia merasakan dirinya “terbebas” dari teks-teks yang ada, sebagai refleksi pembacaan atasnya, guna menciptakan teks yang mampu menciptakan publik pembaca serta lebih mencerminkan pribadinya terhadap soal-soal faktual.
***
Cikarang, 2 Juli 2011
Dimuat di Majalah Sabili ed. Desember dan,
Buletin Jejak Edisi September
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar