Proses Kekaryaan dan Komunitas sebagai Kantong Transaksi
Oleh M
Taufan Musonip
Gladwell menukil kisah perang pada awal revolusi Amerika
(1775) yang ditukangi Paul Revere, seorang pandai perak. Paul Revere menjadi
legenda Amerika berkat kepiawaiannya mengobarkan semangat juang kaum milisi Amerika
kala itu dengan melakukan kontak kepada para petinggi milisi anti inggris.
Dalam buku bertajuk The Tipping Point itu, Gladwell secara khusus membahas soal
epidemi sosial yang disebabkan oleh tiga tipe karakter manusia: sang maven,
konektor dan para penjaja.
Buku yang merupakan analisa peristiwa-peristiwa aktual itu
memaparkan tingkah laku sedikit orang sebagai penyebab problema sosial dan
ledakan pasar. Kejernihan dan kesederhanaan dalam menuliskan analisanya, membuat
buku itu sohor secara mendunia.
Kawan saya seorang pendiri salah satu komunitas sastra di
kota besar mengeluhkan tentang kuantifikasi orang mengikuti diskusi sederhana
yang selalu diadakannya secara rutin, tak semeriah dan seramai di dunia maya.
Dia mulai mencari cara agar simpati orang terhadap komunitasnya bertambah
dengan mengundang pembicara-pembicara penulis kenamaan, dan setiap ia
memikirkan itu, secara otomatis berarti
memikirkan berapa anggaran yang harus dipersiapkan untuk melaksanakan acara
itu. Padahal dia dan para anggota intinya tidak memiliki cukup dana untuk
mengaplikasikan gagasannya ke dalam mekanisme pertemuan rutin.
Mungkin perlu diingatkan bahwa kehadiran komunitas sastra
mesti kembali pada sisi fungsionalnya memberi rangsangan para penghuninya mampu menjalani
kehidupan soliter untuk membentuk kreatifitasnya.
Proses kreatifitas semacam itu tak ubahnya pengalaman
religius, di mana kesunyian menjadi tempat berpadunya seorang pribadi dengan
Tuhannya. Berarti bersifat metafis ketimbang masif, untuk menyadari bahwa ia
bersifat sekejap dan tak pasti (ephocal occusion-Whitehead). Dorongan yang
banyak dianut oleh orang-orang strukturalis, menandakan bahwa aktifitas Allah
bukan terbatas pada peristiwa-peristiwa besar, tetapi peristiwa-peristiwa
sekejap yang akan menciptakan “ledakan besar”. Komunitas adalah penggodokan
peristiwa-peristiwa kecil berupa pencatatan pengalaman-pengalaman kekaryaan
antar individu yang menjadi arche: sejarah
yang lepas dari persoalan geneologi.
Menyadari hal itu sebenarnya letak kreatifitas bukanlah berdasar pada begitu
tingginya kegelisahan, karena akan selalu berhubungan dengan produksi. Gagasan menjadi semacam perangsangan atas produktifitas, awal mula lahirnya sistem pasar yang terlampau bebas. Pada mulanya penasbihan
manusia sebagai pusat segala sesuatu, lalu terjadi ekspansi
terharap wilayah keramat. Pada mulanya unsur lange dalam struktur bahasa mulai
diperlemah, dimatikan, dan orang-orang mulai mempermainkan bahasa. Jalan menuju
esensi dipotong, kejujuran hanya menjadi bagian dari proyek pencitraan,
hiperrealitas. Segalanya menjadi tak bermakna!
Kreatifitas semacam kemampuan mengatasi kegelisahan, dengan
mengembalikan kerja estetika kepada metafisika, penciptaan memiliki perhentian,
konkretisasi tidak hanya dalam bentuk teks, tapi menyublim dalam bentuk sosialita. Oleh karenanya
penciptaan selalu berproses pada sesuatu yang melampaui gagasan. Saya sering
bertanya kepada kawan penyair yang upaya
penciptaan puisinya begitu kerep, kapan dirinya berinteraksi dengan lingkungan
dan masyarakatnya? Karena kreatifitas bersifat tak pasti maka ia berlawanan
dengan produksi berarti menghindari karya-karyanya sebagai prototip untuk
karya-karya sesudahnya, kekerepan selalu mengakibatkan model stagnasi bentuk
karya.
Komunitas selalu merupakan wadah pergaulan, di mana
karya-karya dibicarakan, menjadi rekaman arkeologi (dalam istilah Foucault).
Karena bersifat merangsang pribadi-pribadinya menempuh jalan soliter, komunitas
tidak bersifat masif, namun sebenarnya ia bersifat sebagai pasar pula, semacam
kantong transaksi.
Dalam komunitas reklame atas karya-karya yang dibukukan
terjadi. Tokoh-tokoh yang dibicarakan selalu dalam konteks buku, yang tak lain
adalah komoditas pula. Dalam perjalanan seperti itu komunitas tak pernah lepas
dari tiga peran manusia sebagaimana dikemukakan Gladwell (Maven, konektor dan
penjaja). Komunitas sebagai maven ketika ia berperan sebagai pembentuk stigma,
informasi dan teknik-teknik publikasi, sementara sebagai konektor, ia adalah
penghubung sebuah karya kepada
individu-individu yang ada didalamnya. Dengan begitu komunitas mau tidak mau
merupakan pencipta transaksi itu sendiri.
Lalu bagaimana laku seorang pribadi soliter ketika ia hidup
dalam komunitasnya? Dia tidak akan menjadi korban pasar, setiap bentukan
pribadi oleh komunitas akan memiliki karakter kritis terhadap apa yang ia
dapatkan, berdasarkan pengkayaan subtansi dari wacana yang diciptakan
komunitas. Bagaimanapun komunitas merupakan tempat pengasingan tahap pertama
atas peristiwa faktual yang terjadi diluar paguyuban. Pengasingan tahap ini
memberi perangkat dalam menghikmahi kejadian faktual dengan teks-teks yang
sudah terdokumentasi dan terpublikasi dalam sistem pasar yang dibentuk
komunitas.
Hal itu juga dapat merangsang individu pada tahap kedua
pengasingannya, yaitu kesendirian, di mana ia merasakan dirinya “terbebas” dari
teks-teks yang ada, sebagai refleksi pembacaan atasnya, guna menciptakan teks
yang mampu menciptakan publik pembaca serta lebih mencerminkan pribadinya
terhadap soal-soal faktual.
***
Cikarang, 2 Juli 2011
Dimuat di Majalah Sabili ed. Desember dan,
Buletin Jejak Edisi September
Tidak ada komentar:
Posting Komentar