Rabu, 09 Desember 2015

ESAI

Rumah Idaman
M Taufan Musonip

Hidup itu harus memiliki tempat pergi dan kembali. Kita mengatakannya keluarga. Keluarga adalah substansi sebuah negara. Kalau rata-rata keluarga sebuah negara hidup secara layak, maka kemiskinan sebuah negara tentu berkurang. Keluarga adalah patokan kita untuk bekerja sungguh-sungguh agar mereka mendapatkan kehidupan yang layak.

Kalau mau mendapatkan itu, jadilah seorang marketer, setidaknya itu batu loncatan untuk menjadi seorang wirausaha. Di kantor saya, orang-orang yang berhasil dalam target penjualan yang ditentukan manajemen selalu ramai berbicara soal rumah, mereka membicarakan soal kemewahannya: atap rangka baja, luas tanah, partisi bata merah dan lain sebagainya. Bagi orang-orang yang penjualannya jarang mencapai target, obrolan itu selalu menjadi biang masalah. Atau bagi para staf di luar marketing, mendapatkan rumah sederhana saja sudah beruntung.

ESAI

Bekerja Mengikuti Gairah
Oleh: M Taufan Musonip

Di dinding ruang tamu rumah ibu saya selalu terpacak potret sebuah sosok lelaki yang memakai seragam tentara, di pundaknya ada tanda bintang satu. Itu adalah kakek saya. Orang-orang yang bertandang ke rumah ibu saya selalu menanyakan sosok lelaki itu. Ibu saya tentu dengan bangga menyatakan bahwa itu ayahnya, kami begini-begini, ternyata merupakan turunan keluarga pejuang.

Ketika nenek saya masih hidup, saya menanyakan kapan tepatnya kakek meninggal. Saya adalah seorang cucu yang dari pihak ibu maupun ayah tidak pernah mengingat merasakan dalam pembuaian mereka, kakek dari ayah meninggal ketika saya masih balita. Sementara kakek dari ibu meninggal bahkan ketika saya belum lahir. Kakek meninggal ketika masa Soekarno, begitu penjelasan nenek kepada saya.

Kedua Kakek Pejuang
Bintang satu di bahunya bukan menandakan kakek berpangkat Brigadir Jenderal seperti kata beberapa saudara ibu, tapi seorang Kapten. Saya juga belum sempat mempelajari pangkat-pangkat tentara di masa lalu, tidak begitu penting, yang penting dari potret kakek itu, keluarga kami memiliki kehormatan, meski di antara keluarga ibu tidak ada yang terinspirasi untuk mengikuti kakek menjadi tentara. Nenek pernah menceritakan masa-masa perjuangan kakek dalam perang kemerdekaan, juga dalam penumpasan pemberontakan DI/TII di Kalimantan.

ESAI



Persaudaraan dalam Bisnis
Oleh M Taufan Musonip

Hasil gambar untuk konspirasiBetapa kerasnya orang itu kalau sedang memperjuangkan kepentingan perusahaannya. Tak ada yang namanya solusi untuk sama-sama menang. Baginya itu profesionalitas. Dia akan dibayar mahal kalau menjalankannya dan berhasil memenuhi ambisi perusahaan. Padahal bukankah dalam hukum negoisasi kedua pihak yang berkepentingan sama-sama duduk sejajar dan saling membutuhkan?


Saya  sudah lama ingin menghindari orang-orang seperti ini. Orang-orang yang cepat sekali belajar bekerja dengan kelicikan. Tapi tentu atasan saya tak menghendakinya. Perusahaan itu menyumbang kontribusi yang besar bagi penjualan. Di akhir bulan setiap marketer memerlukan transaksi untuk pencapaian target. Saya mendapati seorang user sedang mengerjakan proyek yang membutuhkan barang-barang yang saya miliki. Poinnya sama-sama bernilai satu, bukan?

Sabtu, 24 Oktober 2015

ESAI

Merokok sebagai Pelengkap Ibadah Ritual bagi Kaum Seniman
M Taufan Musonip


Gambar: Bob Marley sedang Merokok



Belakangan saya berniat menghentikan kebiasaan merokok. Itu tentu akibat dari membaca beberapa artikel bahaya merokok. Tapi kemudian saya menyeimbangkan diri membaca artikel komunitas pendukung petani tembakau. Saya merasakan justru artikel-artikel di dalamnya lebih luwes, tidak hanya menuliskan persoalan klinis belaka seperti saya dapatkan dalam kampanye anti rokok. Selain membalikan cara pandang saya soal dampak merokok melalui berbagai kajian statistik, bahwa negara yang konsumsi rokoknya lebih tinggi tidak berbanding lurus dengan penyakit sebagai dampak merokok, mereka juga menuliskan tentang sejarah tembakau di Indonesia.

Sebut saja misalnya kiprah Nitisemito yang merintis usaha kretek Tjap Bal Tiga di masa sebelum kemerdekaan, membuka jalan bagi sejarah perkretekan di Indonesia yang mengambil diferensiasi dari budaya rokok putih sebagai ciri budaya barat. Menurut artikel itu, kretek justru menyehatkan karena kekhasannya mencampurkan irisan tembakau dengan gugusan cengkih.

ESAI

Jiwa Dunia
M Taufan Musonip

Meskipun sulit, hidup itu mesti punya harapan. Kesulitan itu sumber kreatifitas, itu saya dapatkan dari tulisan-tulisannya Rhenald Kasali, salah satu guru besar marketing di Indonesia. Karya-karya besar terbit dari keadaan sulit penciptanya. Dalam keadaan sulit kita merasakan menyebut nama Tuhan saja dengan tarikan nafas mendalam, lebih intim. Dan Tuhan membantu bersama seluruh jagat raya mencapai semua harapan itu.

Dua wanita penghibur, lari menyelinap keluar dari gereja Katedral yang dijagai para tentara Jepang yang melakukan agresi pada tahun 1937 di China, untuk mendapatkan senar rebab yang tertinggal di rumah bordir, agar dapat menghibur prajurit kecil yang dititipkan komandannya, sebagai prajurit tersisa dari tentara China dalam pertempuran terakhir mempertahankan kota Nanking. Prajurit kecil itu terluka dan sekarat, salah satu gadis penghibur menganggapnya seperti adiknya sendiri. Malang nasib yang dialami dua gadis itu, salah satunya terbunuh oleh peluru tentara Jepang, yang satu lainnya menjadi budak nafsu. Christian Bale (John) yang berperan pura-pura menjadi Pendeta Katedral, menjemput keduanya dan sudah tak bernyawa. Hanya membawa kembali senar itu ke gereja.

Film itu saya tonton di akhir pekan, memiliki judul Bunga-bunga Perang (The Flowers of War), sengaja saya bahasa indonesiakan, agar lebih puitis. Harapan si gadis penghibur untuk menyenangkan prajurit kecil yang terluka adalah harapan kecil yang agung, harapan besarnya  mereka ingin pergi dari kota yang sudah dibumihanguskan, menghindarkan mereka dijadikan budak seks bagi tentara Jepang.

Minggu, 27 September 2015

ESAI

Kekasih Perjuangan
M Taufan Musonip



Silver Lining Playbooks dibintangi oleh Bradley Cooper dan Jennifer Lawrance (Pemenang Aktris terbaik Academy Award). Film ini cukup mengharukan, terutama peran Jennifer sebagai Tiffany, perempuan cantik penuh daya juang menaklukan Pat (Cooper) untuk melupakan masa lalunya. Pat terkena depresi setelah semuanya sirna, terutama kehilangan istri yang dicintainya, dia mendapatkan  terapi di RSJ Baltimore, dan dikembalikan kepada keluarganya, semua orang mendukung Pat untuk melupakan istrinya karena berselingkuh. Karena nasib yang sama, Tifanny yang ditinggal mati suaminya, berjuang melupakan masa lalunya dengan mencintai Pat.

Saya bukan kritikus film, hanya meyakini film adalah karya seni yang kisahnya bisa jadi diambil dalam cerita kehidupan manusia. Diramu dalam pendalaman karakter para tokoh oleh pemerannya. Sehingga tampil lebih indah dari potongan kehidupan aslinya. Seperti yang kita dapatkan dalam novel dan puisi.

ESAI

Menulis Menciptakan Lapangan Kerja bagi Penulisnya Sendiri
M. Taufan Musonip


Negara yang maju, adalah negara yang kelas menengahnya cukup besar jumlahnya. Menjadi penghuni kelas menengah bukan hanya perlu keberanian dan modal, tapi perlu kreatifitas. Belakangan ada orang mendirikan transportasi online roda dua. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, itulah apa yang dinamakan terobosan. Setiap kreatifitas selalu menciptakan terobosan. Orang-orang yang memiliki visi inovatif, selalu mencari cara membangun konsep.

Setiap kreatifitas menciptakan lapangan kerja. Menulis itu bekerja, mencari konsep. Menjadi penulis menciptakan lapangan kerja bagi penulisnya sendiri. Pada satu sisi ia menjadi konsumen bagi buku-buku yang dibacanya sebagai bahan-bahan tulisannya. Apabila satu buku dibaca dan diapresiasi itu tandanya tercipta lapangan kerja bagi penulisnya.

ESAI

Mengikuti Gairah Cogan
M Taufan Musonip


Ini hari saya mulai menulis kembali. Dunia makin keras. Perlu terobosan untuk memenangkan pertarungan mendapatkan tempat paling tepat bagi siapapun yang bekerja dalam bidang apapun. Dunia semakin tidak memerlukan orang bertabiat pemurung. Hanya diperlukan gairah. Para marketer menyebutnya passion.

Dunia marketer adalah sebuah entitas paling diperlukan bagi kehidupan. Sehebat apapun sebuah kebudayaan bangsa tanpa gairah marketer, bangsamu hanya akan terlihat di sebuah tempat di sudut bumi paling asing. Orang-orang sudah lelah membicarakan hal-hal besar. Sebuah perkumpulan manusia di berbagai tempat, hanya hidup dalam basa-basi. Dan basa-basi itu sebuah keahlian besar bagi seorang marketer.

Olehnya mana bisa hidup dalam di kemegahan para marketer tanpa bisa meninggalkan sifat-sifat kemurungan. Raihlah hati semua manusia dengan penuh keceriaan dan gairah! Agar engkau mendapatkan simpati. Saya pikir semua manusia akan menyetujui tujuan sejati manusia adalah kebahagiaan. Sebuah cara pandang manusia tentang dunia yang sangat purba.

ESAI

Sastra, Kemanusiaan dan Kompleksitas
Oleh: M Taufan Musonip

Menjadi penulis, tentu saja memiliki resiko. Resiko utama yaitu ketika tulisannya tak menarik buat dibaca. Lalu sebagian orang yang tertarik menulis karya sastra, ingin bersusah payah agar karyanya dibaca melalui publikasi. Padahal sastra adalah medan penulisan dengan bentuk penulisan yang tak biasa. Misalnya gerutu Rivai Apin pada Sutan Takdir Alisjabana, tentang cercaannya kepada sastrawan angkatan 45, yang menurutnya tak ada karya besar semisal Layar Terkembang di jaman itu. Apin menanggapi bahwa “kebesaran” belum tentu dapat menggapai isi sastra itu sendiri yang tak lain adalah soal kemanusiaan yang tentu merapat pada persoalan isu-isu di dalam masanya, yaitu seputar revolusi.

Apin akhirnya menyatakan bahwa dalam penulisan kata yang sederhana dan kecil bentuknya seperti analogi puisi, justru mendekatkan kata kepada isi. Bagi saya pernyataan Rivai ini tidak sederhana, karena dalam bahasa puitik, semakin pendek bentuknya, maka isi akan sering berbenturan dengan anasir-anasir kata yang mengacaukannya, seperti kesan ambiguitas dari efek hadirnya metafora dan simbol.

Maksud saya, dengan membonceng pernyataan Rivai Apin saya ingin mencoba menelusuri kembali fungsi sastra di jaman ini, dalam artian publisitas yang merupakan medan luas bagi kesempatan pembacaan, pertanyaan yang diajukan kemudian terlintas: “Apa pengaruh sastra bagi kehidupan manusia?” di sisi lain tulisan ini tak mungkin lagi membuka wacana perseberangan antara kaum yang meyakini ideologi seni untuk seni atau seni untuk masyarakat, sebab wacana itu telah selesai, kedua-keduanya dari golongan tersebut tetap menghasilkan karya sastra yang  tidak bisa dikatakan sebagai easy reading. Ada pergulatan perenungan di dalamnya, guna merangsang pembaca merenungi arti kemanusiaan sesungguhnya.