Senin, 11 September 2017

Puisi

Yunus yang Tersisih
:Rohingya
Muhammad Taufan

Ombak, telah menyimpan gemuruh
Dari debar dada burung jalak yang berarak ke tenggara.
Perahu nelayan telah sesak.
Ikan-ikan warna warni mendorongnya
Ditiup palung samudera yang gelisah.
Anak gadis baru kawin, api membara
Di mata pemuda. Ia seperti Yunus yang tersisih.

Air mata, mencari jalan pada Sang Khalik
Adalah pemuda yang dibesarkan gunung gunung. Matahari yang di lahirkan bentang laut. Keberanian yang dibakar sunyi. Meski makin jauh, gadis yang baru kawin itu tak lepas pandang, ke pesisir. Kekasihnya telah menjelma api, ledakan, dan angin.

Bulan, senyap mengambang
Anak anak menangis. Bau darah dikirim ke geladak. Pemuda menatap langit dalam dalam, berlesatan cahya berwarna ke udara. Ia merasa benar benar telah mencintai kekasihnya.


Sukatani, 11 September 2017

Senin, 04 September 2017

ESAI

Menggairahkan Kembali Seni Profetik dalam Sastra
M Taufan Musonip


Ada kabar baik belakangan ini, pemerintah ingin bekerja sama dengan kalangan sastra dalam rangka menangkal radikalisme melalui program tatap muka sastrawan-siswa hingga ke sekolah-sekolah di pelosok daerah. Hal itu disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dalam acara Musyawarah Nasional Sastrawan 2017 (Kompas, 19/7).

Sastra dan aktivitas sosialnya, seringkali dianggap hanya kehidupan tak tersentuh dapat menyelesaikan masalah kebudayaan. Komunitas-komunitas sastra tak pernah bisa bertahan lama, termasuk medianya. Acara-acara sastra biasanya hanya seremonial saja, keberadaan sastrawan dan karyanya belum banyak dilihat sebagai penjaga semangat nasionalisme, yang kemeriahannya, diambil dari berbagai elemen-elemen yang membentuk kebudayaan nasional. Di dalamnya ada semangat memelihara bahasa daerah, lokalitas, melalui teks sekaligus melalui berbagai pertemuan. Sastra melibatkan banyak hal dalam membentuk karakter manusia. Di antaranya kepedulian sosial, religiusitas, dan intelektual.