Minggu, 30 Juli 2023

ESAI

Si Gemuk sebagai Perlambang Kebahagiaan Religius

M. Taufan Musonip


"Kini di tengah merebaknya budaya diet dan obat pelangsing badan. Kultur Gemuk bak samsak yang dipukul cercaan orang-orang yang hidupnya lebih teratur. Padahal gemuk atau kurus adalah badan yang keduanya bisa diambil berkah ibadahnya. Keduanya pula jika melalaikan diri dari ibadah kepada Allah sama-sama juga akan menjadi wadag nafsu. Seperti halnya dalam Tanwirul Qulub, apa-apa yang membuat seorang manusia lalai, meski bukan dalam bentuk makanan dan harta benda tetap saja disebut pecinta dunia.


"Catness" Ink Paint 2023
Karya Endre Penovac



صِرَا طَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّآلِّيْنَ

"(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat."

(QS. Al-Fatihah 1: Ayat 7)


Patung Dewa Sidarta Gautama itu gemuk. Kadang dipahat dalam bentuk sedang terlentang miring dan menyungging tawa. Gemuk itu lambang kebahagiaan religius juga. Juga perlambang rasa syukur atas rahmat Allah untuk seorang manusia. Dalam sebuah riwayat, akhir masa hidup Rosulullah Saw (Selawat serta salam senantiasa tercurah padanya, Selawat ummiyi) sebagaimana keterangan Siti Aisyah berbadan gemuk, solat witirnya awalnya 9 rokaat, berkurang menjadi 7 rokaat dan juga pernah terlihat solat duduk. Dalam Fathul Qorib solat sunnah tidak harus berdiri, juga dalam keadaan masakot, solat Fardhu boleh duduk, masakot adalah keadaan sakit yang mengganggu meskipun tidak menyebabkan seseorang tak mampu berdiri sama sekali.

Dalam riwayat lain Sahabat Ali Bin Abi Thalib pun bertubuh tambun, salah seorang murid Imam Hanafi yang dikenal cerdas sebagaimana disebutkan dalam kitab Manakib As'syafii yaitu Muhammad Abu Hasan juga bertubuh tambun, tokoh sufi yang berbadan gemuk ada Hassan Al Basri. Di masa kontemporer ulama yang gemuk ada KH Abdurahman Wahid dan tokoh Muhammadiyah yang menjabat Ketum paling lama yaitu Pak Ar.

Sabtu, 22 Juli 2023

ESAI

Tarekat itu Pelayaran

 Ilmu Makrifat dan Hakikat

M. Taufan Musonip


"Dalam tarekat, sufi majnun jarang ditemukan, kecuali Sy. Abu Yazid Busthami, dalam buku Maha Guru Sufi, diriwayatkan beliau pernah hilang akal, karena gila cinta kepada Sang Kekasih, hilang akal kaum sufi, hilang akal sungguhan, saat tidak menjalankan syariat, tentu murid tidak boleh mengikutinya

Lukisan Karya Moses Levi,
Seniman Italia, ditemukan
 di sebuah web seni lukis tanpa judul.


Suatu kali saya pernah mendengar, Abuya Arazzi Hasyim pernah berkata, Kyai pun harus bertarekat. Kenapa Kyai sekarang jarang bertarekat, bisa jadi karena kemajuan Teknologi, teknologi menawarkan solusi mengakses ilmu yang tak terbatas. Tapi beberapa kali saya dapati, pesona Kyai tetap sederhana, bahkan tidak terlalu percaya teknologi. 

Ada pesantren di Pegaulan Kab. Bekasi yang membuka pengajian Rabu Sore, dipimpin oleh KH Ahmad Mustopha, di ruang kelas pengajian itu terpacak foto Habibana Al Haddad, dan memang sebelum pengajian selalu diadakan Dzikir Ratib Al Haddad. Dalam buku Aboe Bakar Atjeh Tarekat dalam Tasawuf, Al Haddad itu tarekat yang sanadnya ke Habib Al Attos. Tapi tarekat Al Hadad ini tidak terasa tarekatnya karena tidak ada talqin dzikir, seperti tarekat pada umumnya, Ratib Al Haddad maupun Al Attos bisa dibaca majelis dzikir umum. Dua Ratib ini sangat dikenal di daerah Bekasi. Karena tidak seperti Tarekat pada umumnya, kalau suatu saat sebelum sebuah acara Ziarah ke Mama Sempur dan Syech Yusuf Purwakarta, beliau pernah memberi ide motto untuk sebuah rompi seragam majelis taklim yang berbunyi: "Tarekat Aing Mah Ngaji!"

Sabtu, 15 Juli 2023

FIKSI ESAI

Ekoreligifeminisme dalam Imajinasi Sufisme Rawa Binong

M. Taufan Musonip


"Jika kaum sufi hidup di jaman kemajuan teknologi seperti sekarang, konsep teknologi apa yang akan disumbangkannya kepada masyarakat?


 

Dari Web EYE,
karya @ibrahimsimsek.art IG


Robot drone seorang peneliti melintas memutar di langit Bekasi mencari suara dzikir orang tarekat. Ia mendarat di Rawa Binong. Tidak ada simbol teknologi, dan percakapan ilmu pengetahuan alam. Tapi robot drone terus memperhatikan, melihat danau Rawa Binong yang hijau bak jamrud itu, ia memutar sebentar di atasnya dan menyelam ke dasarnya. Menghitung perkiraan usia si danau. Ia merekam sebuah angka yang akan dilaporkan pada tuannya. Kemudian melangit lagi, mengukur luas hutan kebun dibalik mushola bilik yang sejak siang berdengung suara dzikir menghentak. 

Kamis, 13 Juli 2023

ESAI

Semua Hamba Berhak Menjadi Hamba Bertakwa

M. Taufan Musonip


Foto dari Salah Satu Web Luar Angkasa
Karya @oksana_korda

Semua hamba berhak menjadi hamba bertakwa, melalui dzikir atau melalui ilmu. Tapi kekasih Allah biasanya ahli dzikir, dzikir bisa mengingat Allah sepanjang waktu. Ilmu tidak, meskipun di dalam ilmu kita bisa berdzikir. 

Guru Mursyid itu sahabat kaum awam. Ia buku besar Pengetahuan dalam ahlak. Dipilih secara langitan. Semua orang punya tempat yang sama di sisi Allah, orang awam memilih dzikir yang ilmunya diajarkan Guru Mursyid secara rahasia untuk mengejar ketakwaan. 

Allah memilih orang bertakwa bukan orang berilmu menjadi kekasihnya. Semua orang punya kesempatan yang sama. Jalur sufi adalah jalur istimewa seperti tertulis dalam Tanwirul Qulub, orang awam menumpang kapal syariat Baginda Nabi Saw. (dengan nahkoda) Guru Mursyid, lautnya adalah tarekat, tujuannya adalah hakikat. Orang awam dalam bimbingan Guru Mursyid menjalankan syariat sungguh-sungguh. Karena makna tarekat itu, menjalankan secara sidqu yaitu merasa dilihat oleh yang menciptakan syariat, jika merasa dilihat maka seorang salik harus belajar banyak ilmu, artinya dengan bertarekat, ia didorong untuk mencari ilmu. Menguasai fiqih itu proses, sama halnya ketika ingin menguasai ilmu lain. Tak ada ilmu yang selesai dipelajari. Lebih baik ambil ilmu yang lengkap, yaitu tasawuf amali, sambil mengisi segmen ilmu di dalamnya. 

PUISI

Gelaplah Bersamaku

M. Taufan Musonip


Tampakkan wajahmu wahai orang yang berbalut pakaian zuhud

Api unggun pengetahuanmu menyamarkan keberadaanmu

Gunung di balik badanmu nampak kecil melintang 

Kau telah menggendongnya, dan mendengar nyanyiannya

Bagai suara merdu gadis yang bersandar di leher ayahnya


Wahai orang yang bersembunyi dalam singgasana api dan kefaqiran

Muncullah di dalamku karena Allah melihat hatiku tujuh puluh kali

Meleburlah sampai kau merasa bingung aku atau kau yang ada

Hakikat mencintai adalah antara ada dan tiada sama artinya

Jadi mengapa kau harus sembunyi dan samar samar dalam cahaya?


Gelaplah bersamaku


Pistol Ilahi Anta Maksudi wa Ridhoka Matlubi

M. Taufan Musonip


Misiuku adalah darah pejuang perang badar

Sedangkan pistolku ilahi anta maksudi waridhoka mathlubi

Aku raja dalam singgasana para kekasih Allah

Jika kau ingin melebur dalam kuasaku, kutembak kau


Mati sebelum kamu mati

Adalah ketika hatimu bertambah waspada



Sumber Gambar
Belum Ditemukan










ESAI

Kemeja Kyai Zaki dan Pendidikan Non Formal

M. Taufan Musonip


"Menuntut ilmu tidak terhalang usia dan kepintaran. Ada suatu cerita di pesantren-pesantren seorang guru kerap terlihat ikut mengaji kepada muridnya. Di pesantren yang terbuka dengan masyarakat, orang tua, anak-anak dan santri duduk sejajar mengaji ilmu. Orang tua berusia 70tahun lebih, yang dikenal rajin puasa di Pesantren Kyai Madro'i Tambelang -pesantren dari sanad Abuya Dimyathi Ciomas- mengaji Fiqih Fatul Mu'in.


Fotografi Karya Shibasish Saha
National Geographic India


Kemeja yang dikenakan Kyai Muzzaki Aziz selalu bagus. Bagus, tidak harus berbicara merek. Tapi bagaimana cara memakainya. Kyai muda ini selalu berpenampilan rapi tak beda dengan penampilan seorang marketer, (berlengan panjang tanpa dilipat hingga ke siku) setiap akan mengampu Tafsir Jalalain di Al Mubtadiin, masjid perumahan yang menurut Haji Agus Basuki salah satu mentor saya dalam toriqoh, paling dulu didirikan. 

Entah memang kemejanya itu akan dipakai juga untuk bekerja. Karena beliau juga seorang muhtarif, sebagaimana disebutkan dalam kitab Tanwirul Qulub itu, meskipun istilah ini cenderung diarahkan pada ahli dzikir, atau bolehlah kita menyebutnya alim-muhtarif, profesional yang alim. Ia memang kerap terlihat menyibukkan diri dengan kitab-kitab, dalam waktu luangnya, meski usianya muda banyak kalangan masyarakat sudah memanggilnya dengan sebutan Kyai. Mungkin karena kemampuannya membacakan kitab dari arab-ke jawa pegon-ke bahasa Indonesia. Dan kerap diminta mengisi kegiatan dakwah dari masjid ke masjid.