Minggu, 30 Desember 2012

Esai


Puisi, Sains dan Keterbatasan Ruang Spasial  
Oleh: M Taufan Musonip

­1­
http://bakulseni.com/galery-lukisan/80-lukisan-pohon gajah.html
Eksistensialisme menghapus sistem kebudayaan paternalistik, membuka kesempatan setiap orang membangun dirinya, melalui autentifikasi kekaryaan, sebagai rangkaian lanjutan kekaryaan yang telah lebih dulu ada dalam bentuk kritisisme dan pembaruan.  Di sinilah kemudian istilah ephocal occusions oleh Alfred North Whitehead dalam bukunya Religion in The Making, mendapatkan gemanya.

Ephocal occusions semacam implikasi pemanfaatan kesempatan spasial manusia, ditengah­tengah arus realitas faktual. Sekilas istilah ini mirip dengan kerja katarsis yang digaungkan kembali oleh Horkhaimer sebagai tempat pemurnian kepentingan­kepentingan, teori ilmu pengetahuan dan politik. Yang kemudian mengagungkan kesunyian sebagai cara mengada menghadapi realitas. Narasi Whitehead tentang kesunyian dianalogikan sebagai titik api yang hendak meretas pada aktualitas. Titik­titik api itu akan menempati tahap kedua kesunyian, yaitu hadirnya perkumpulan di luar realitas faktual. Maka strukturalisme Whitehead menemui semacam diskontinuitas sejarah berupa perubahan tatanan yang dimulai dari lahirnya perubahan prilaku manusia.

Senin, 26 November 2012

Cerpen


Kentut Pemikiran
*Lamunan Seorang Eksistensialis  
Oleh: M Taufan Musonip

Orang-orang pada ribut soal manusia paripurna yang pernah dicetuskan oleh filosof barat bernama Nietzsche. Mereka kini benar-benar tak pernah lagi menengok ke belakang. Maju ke depan dengan langkah sedikit tergesa-gesa.

Slogan ubermensch terpahat di tiap pintu kerja, sebagai pencetus kehendak untuk berkuasa. Apa tidak repot para pemilik pabrik itu?, memiliki anak buah pada mengejar prestasi. Loh, apanya yang repot, mereka justru merasa terbantu memiliki bawahan yang gila prestasi, karena dapat mendongkrak efisiensi dan keuntungan. Kekuasaan memang sebuah magnet, jadi tak perlu dijadikan tabu. Sejauh orang punya kualitas, kekuasaan menjadi keniscayaan.

Tapi, kan mengejar kekuasaan bukan hanya itung-itungan prestasi, ada kehendak untuk menyingkirkan yang lain. Dalam rentang sejarahnya kekuasaan selalu bermuara pada kubangan darah. Ken Arok, Napoleon Bonaparte, Jengis Khan, Alexander, Soeharto, Lenin, Stalin, hingga Castro mereka pendamba kekuasaan, dari jaman yang diliputi selimut darah dengan wajah langit yang dingin.

Kamu pintar. Tapi lebih bijak harusnya kamu mengatakan bahwa karena kehadiran mereka peradaban berkata lain. Dan mereka adalah pencetus peradaban pada masanya. Kamu juga harusnya tahu, peradaban mereka melawan arus kemunafikan, manusia pada dasarnya adalah insting yang ditutupi kekuasaan. Kebenaran adalah kekuasaan. Dan perjalanan kekuasaan dengan linangan darah dan airmata adalah seni kehidupan. Kau paham?

Minggu, 25 November 2012

Cerpen


Langit Retak
Oleh: M Taufan Musonip

Potongan Lukisan: "Tuhan Menciptakan Adam", karya  Michelangelo.
Id. Wikipedia.org
Aku sendiri tak pernah tahu apa yang telah menimpaku. Waktu itu jalanan di kota ini tiba-tiba tak memiliki nama. Buku-buku dibakar begitu saja di jalan-jalan. Para seniman dan kaum terpelajar dikenai hukum bakar. Kaum revolusioner berkehendak kuat menciptakan lupa pada sejarah, mereka adalah pemuja cinta, orang-orang romantik yang merasa dipisahkan dengan para jelata akibat ulah kaum intelektual dan seniman. Untuk bersatu dengan para jelata, dalam keadaan saling menyayangi, mereka rela membangun cinta dengan darah. Dan mereka memulainya dengan menghancurkan gedung-gedung pemerintahan, parlemen, monumen-monumen kota, termasuk menara-menara indah di setiap sudut tempat ibadah, sebagai pertanda bahwa kekuasaan intelektual dan seniman telah tumbang di negeri kami, kekuasaan yang telah membuat bangunan-bangunan itu menjadi penghalang percintaan semesta rakyat sejak masa purba.

Aku masih ingat, para serdadu menyekapku persis seperti binatang, tatkala aku sedang menyusuri jalan bagai menyigi memori menuju lupa. Mereka begitu, karena aku dulu seorang penyair, meski bukan termasuk kalangan penyair masyur, syair-syairku cukup mampu memabukkan kaum urban kota yang jemu pada keadaan negerinya yang sering berkecamuk.

Saat itu aku tengah tersesat, mereka mencopot penunjuk jalan ke berbagai tujuan pelarian. Pelarianku tersekap sebuah sejarah dengan gerak seketika.

Cerpen

Matinya Seekor Anjing
M Taufan Musonip

"Anjing Kepala 2"
di ambil/karya dari lukisanmoses.wordpress.com
Dia mulai menulis tentang seorang pemulung yang  meninggalkan keluarganya pada malam yang meningkup tanpa bintang. Memanggul goni, dengan caping anyaman di kepalanya, memungut  barang apa saja yang mungkin dapat dia jual kepada penadah, sampai dia menemu pagi dengan kabut berembus membasahi kepalanya.

Dadanya berdebar, adakah dia benar­benar dapat menjiwai perjalanan malam yang dilalui tokohnya itu. Dia memang tengah menjadi malam, dengan tanggungan yang lebih berat dari pemanggul goni itu, karena memulung kata­kata, serupa menyelam di luas lautan, mencari mutiara di ceruk karang, di jurang­jurang dalamnya samudera.

Dihisapnya sebatang rokok, sang pemulung terus melangkah dalam pikirannya melewati para peronda, rumah­rumah warga, dengan bayang­bayang perasaan asing. Sang pemulung tak pernah berani bermimpi dapat memiliki rumah. Apalagi menelusuri muasal nasibnya. Hidup memang hadir secara berpasangan, kaya­miskin, langit­bumi, siang­malam, hujan­kemarau, semua jalin berjalin demi mengimani pikiran, dan pikiran adalah langit yang tak dapat dijangkaunya.

Rabu, 27 Juni 2012

Puisi


Gapura Kota Mandiri
Oleh: M Taufan Musonip

Bandit  lahir dari rahim anjing

Buldoser mengawinkan
Anjing dengan kesunyian
Seperti kisah Maria dari Nazareth

Orang-orang kampung
Perayaan kelahiran kota mandiri
Gapuranya anjing-anjing mati
Tiap malam lahir bandit-bandit
Tangisnya adalah tawa
Yang bergaung di tiap sudut sepi

Bandit lahir dari rahim anjing
Dibesarkan oleh hasrat kekuasaan
Gedungnya selalu digonggongi
Arwah anjing-anjing yang telah mati

Cikarang, 2011

Antologi Narasi Tembuni, KSI Awards 2012

Jumat, 25 Mei 2012

Cerpen


Darurat
Oleh: M Taufan Musonip

“Snake Tamers Ditty” Copyright Amy Crehore
Anggota paling menonjol perlu diwaspadai. Pasagon memahami itu dalam Il Principe. Seekor ular menari dalam kepalanya. Pasgot selalu datang lebih awal ke kantor, dan terlihat cukup hangat membicarakan urusannya di hadapan Marigot, sang pemimpin. Pasgot memang tengah bersinar, dia menumbuhkan minat berbagai klien untuk bekerja sama dengan organisasi kami.  Pasagon, melakukan blunder memilihnya sebagai bawahan. Meski Pasgot sedari awal bertampang licik dengan pelicin rambut yang selalu membuat kepalanya terlihat segar, Pasagon terkelabui. Dia ingin membesarkan organisasinya dengan memilih orang­orang hebat, tanpa menyadari bahwa suatu saat ia akan ditelikung.


Pada suatu malam dengan taburan bintang dan purnama yang cukup sempurna di lubang jendela, saya dapat merasakan desir seekor ular di kepalanya. Saya pikir setiap wanita setuju, anggota tubuh yang paling erotis dari seorang lelaki adalah isi otaknya. Maka saya abaikan sepucuk mawar persembahannya, rayuannya, semua sekedar kata, seperti Il Principe yang di sapu halaman­halamannya oleh angin, di nakasnya, tak berdaya, karena baru sekedar sekumpulan kata­kata.

Sabtu, 03 Maret 2012

Esai

Balaghah, Pengarang dan Karyanya
Oleh: M Taufan Musonip

Zaman dekontruksi memautkan kita pada sebuah permainan-permainan bahasa. Membuat kita enggan berpindah ke hal-hal yang lebih besar. Benarkah permainan bahasa mempersulit masuknya unsur-unsur maknawi? Padahal kitab suci sendiri memiliki gatra keindahan, segala makna timbul dalam berbagai bentuk bebunyian. Surat-surat pendek dalam Al Qur’an selalu memiliki bentuk bunyi. Tapi di dalamnya memiliki kandungan kebenaran.

Dalam kitab kuning ada sebuah ilmu tentang perluasan bahasa, yang dimaksud adalah balaghah. Ada baiknya sesekali kita melihat teks puitik dari perspektif balaghah, jika keyakinan bahwa segala sesuatu adalah metafor. Ilmu balaghah meyakini bahwa setiap kata ---sebagai mana keyakinan filsafat dekontruksi--- memiliki ruang penafsiran berbeda. Kemudian jika harapan bahwa sebuah teks memberdayakan pembaca, setiap metafora adalah bukti keunggulan seorang pengarang dalam menciptakan sebuah teks yang multitafsir itu.

Selasa, 24 Januari 2012

Esai

          Ecofeminisme dalam Kajian Dua Karya Sastra
Oleh: M Taufan Musonip

Setidaknya saya telah mendapat cerpen bertemakan tentang eco-kultural. Salah satunya adalah Henning Dorg Karya Yusac Lie (Jawa Pos, 17/10) dan Banun milik Damhuri Muhammad (Kompas, 24/10). Hebatnya, Banun mencerminkan eco-feminisme sebagai penetralisir tema feminisme radikal yang banyak mempengaruhi karya-karya baik penulis perempuan maupun tentang perempuan itu sendiri.
Saya jadi mencoba melakukan rujukan kedua karya tersebut dengan istilah geneologi yang pernah diutarakan Foucault. Pembicaraan Foucault bersumber pada pemikiran Nietzsche tentang asal-usul (usprung) dalam sebuah bukunya Geneologi of Morals.
Foucault membantu saya memahami ajaran Nietzsche dengan membagi kata definisi usprung kedalam arti turunan (herkunft) dan kata kemunculan (entstehung).
Keduanya didudukan ke dalam arti yang saling berlawanan. Usprung bukan lagi persoalan tradisi yang tanpa kritik. Tapi suatu tradisi yang menghidupkan kekinian dengan satu bentuk penafsiran kembali, sehingga seseorang muncul dalam sejarahnya. Jelaslah seperti motif-motif para penulis Nietzshean yang mengarah pada eksistensialisme kata kemunculan menjadi potensi bagi kehendak berkuasa.