Puisi, Sains
dan Keterbatasan Ruang Spasial
Oleh: M
Taufan Musonip
1
http://bakulseni.com/galery-lukisan/80-lukisan-pohon gajah.html |
Ephocal
occusions semacam implikasi pemanfaatan
kesempatan spasial manusia, ditengahtengah arus realitas faktual. Sekilas
istilah ini mirip dengan kerja katarsis yang digaungkan kembali oleh Horkhaimer
sebagai tempat pemurnian kepentingankepentingan, teori ilmu pengetahuan dan
politik. Yang kemudian mengagungkan kesunyian sebagai cara mengada menghadapi
realitas. Narasi Whitehead tentang kesunyian dianalogikan sebagai titik api
yang hendak meretas pada aktualitas. Titiktitik api itu akan menempati tahap
kedua kesunyian, yaitu hadirnya perkumpulan di luar realitas faktual. Maka
strukturalisme Whitehead menemui semacam diskontinuitas sejarah berupa
perubahan tatanan yang dimulai dari lahirnya perubahan prilaku manusia.
2
Ada dua bangunan kekaryaan pada kesempatan
spasial manusia. Yang pertama sains, kemudian sastrawi, secara spesifik saya
ingin menyebutnya puisi. Sains dan Puisi bercorak individual, reflektif. Di
dalamnya terdapat buktibukti imajiner bahwa pada kenyataannya keduanya
membangun realitas di atas realitas faktual. Meski sains sering dikatakan
sebagai buktibukti objektif prilaku alam semesta, bahasa yang diciptakan
merupakan refleksi yang memungkinkan eksistensialisme. Puisi memberi pengaruh
letak eksistensialisme dalam refleksi sains, yang mampu menjangkau semesta
arketip serta memahami batasbatas kemampuan manusia. Meski Newton membangun
ilmu mekanisme ortodoks, kenyataannya kerja kreatifnya terbangun dari
kepercayaannya terhadap klenik. Seperti halnya Archimedes sebelum berteriak
Eureka, refleksi pengalamannya terhadap berat jenis emas terhadap air,
merupakan bukti adanya kesempatan spasial yang memungkinkan penciptaan
ketetapan simbolik mirip proses kreatifitas penggubahan puisi. Begitu pula
dengan ilmu heliosentris Galileo Galilei, melampaui kerja empirik saat
kemungkinan atas keyakinan itu tidak diperoleh ketika Galilei terbang menuju
matahari.
Pertarungan kepercayaan dalam perkembangan
ilmu mekanika kuantum, oleh Schrondinger dan Heissenberg, bukan bercerita soal
prilaku atomis, tetapi fantasi pembacaan faktual, yang satu memahami bahwa
jangkauan indera memiliki batas eksplorasi, sementara Schrondinger, memahami
bahwa tanpa pengamatan indera manusia, kenyataannya realitas faktual tetap
mengalami pergerakan.
Maka dapatlah kita menarik sebuah titik
persamaan, puisi dan sains merupakan kekaryaan yang dihasilkan dalam kesempatan
spasial sebagai usaha reflektif dan imajiner di dalam penglihatan atas realitas
faktual dalam jarak tertentu.
Lalu bagaimana sains mempengaruhi penggubahan
puisi?, sains menyuguhkan realitasrealitas faktual dalam pertarungan antar
ideologi bahwa sains tak pernah berjalan sebagaimana adanya akan tetapi
tergantung cara pandang seorang peneliti. Setelah itu, di dalamnya terdapat
manipulasimanipulasi fakta kejadian dengan permainan simbol. Sains dan puisi
samasama menciptakan fiksi, realitas fiksi keduanya bermanfaat terapis
terhadap berbagai kejadian faktual.
3
Terlepasnya manusia dalam berbagai konstanta
dalam pengalaman puitik menjadikan kerja sains aktual terhadap
penemuanpenemuan baru, sebagai bukti kritisisme, memungkinkan kerja puitik dan
sains melahirkan pribadi manusia autentik.
Agar dapat menciptakan autentifikasi, keduanya
haruslah membangun realitas, puisi membangun kepribadian romantik sementara
sains membangun kepribadian teknokratik. Kemudian dua kepribadian itu
menghadirkan kesempatan spasial kedua yaitu sosialitas, di mana karyakarya
dibicarakan. Sosialitas mempersatukan titiktitik api, menjadi awal perubahan,
penciptaan realitas yang lebih makro terhadap realitas faktual.
Keduanya kemudian membentuk keberdayaan
teknologi, yang diimbangi oleh karakter romantik, kepedulian terhadap sesama,
dan lingkungan hidup sebagai imbangan eksploitasinya dalam teknologi.
Kini banyak tata ruang dibangun oleh
teknologi, mengacaukan dua zona manusia desa dan kota melalui
industrialisasi dan perkotaan mandiri tanpa menyediakan ruang spasial tempat
orang berkumpul, membangun dua tahap pengasingan, kerja kreatif dan komunitas di
atas realitas faktual yang acap kali memerlukan perubahan.
Terbatasnya ruangruang spasial yang mendukung
kerja kreatif manusia seperti gedunggedung apresiasi seni dan taman hijau di
tengah hegemoni tata ruang perkotaan mandiri dan industrialisasi, membuktikan
tidak adanya persinggungan antara realitas yang dibangun dalam kerja sains dan
kreatifitas dalam kerja seni.
Sains dalam pergerakan teknologi masih
bersifat materialistis dalam gaung keangkuhan kapitalisme, sementara penyair
belum keluar dalam kamarnya, membangun tahap kedua pengasingan, memberi
implikasi romantik dalam berbagai struktur kehidupan, kecuali sekedar permainan
bahasa. Kemudian yang dirasakan adalah adanya perceraian antara saintis dan
penyair, yang satu terlalu imajiner yang lain tengah asik terkurung dalam
berbagai konstanta persamaan yang menjanjikan bias kebahagiaan dari hasil
eksploitasi lingkungan hidup.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar