Minggu, 28 Mei 2023

ESAI

 Zuhud dan Ilmu yang Melalaikan

M. Taufan Musonip



Moon Light Karya Yusei Abe (2022)



"Qorun dan Bal'am itu perlambang alim dan wali yang tersesat." 

-Ngaji Tafsir Jalalain bersama Kyai Zaki Aziz.


Senantiasa Allah Swt. saja yang memberi pertolongan kepada siapapun yang dikehendakiNya bisa beribadah dan menuntut Ilmu. Khazanah jiwa muda dalam Musyawarah Burung-nya Attar, Anak muda yang digerakkan Allah ke majelis ilmu paling disegani setan walau hatinya bingung menangkap ilmu yang disampaikan gurunya.

Eson, bukan pemuda bingung. Dia adalah seorang pejuang muda Islam dalam balutan jaket almamater GP Ansor. Senantiasa menyesap rokok selepas kajian -padahal taklim ini diadakan pagi hari Ba'da Subuh- tanda dia pemuda yang suka merenung. Jadi setan bukan lagi segan, tapi takut.

Telapak tangannya menepuk bahu saya yang lebih tua usianya. Yang lebih suka planga-plongo ini. Katanya,

"Jadi Alim itu juga ada tantangannya," asap rokoknya begitu hening.

Tapi dengan tepukannya saya juga spontan bertanya kepada Kyai Zaki Aziz, sang pengampu, mengenai tempat kejadian saat Qorun disungkurkan ke dasar tanah. Beliau menjawab, peristiwa itu terjadi saat perjalanan eksodusnya Bani Israel ke Palestina. Menurutnya, karena doa Bal'am bin Baura, Bani Israel tersesat memutari tanah palestina selama empat puluh tahun. Bal'am adalah seorang wali yang tinggal di negeri Kan'an mendapat desakan dari orang Kan'an agar mendoakan keburukan untuk muhajirin Bani Israel agar tidak sampai menetap di negeri mereka.

Minggu, 21 Mei 2023

ESAI

 Istilah Jawara dalam Dunia Tarekat

-Dari Ajengan Sirojudin ke Pak Nursamsi

M. Taufan Musonip


"Kehadiran seorang jawara, bisa mengganggu stabilitas sebuah Negara jika ia melebur dalam eksistensi premanisme. Jika tidak, jawara hanya ingin mencari lawan, yang membuatnya akan dikenal sebagai jago kalau kerap memenangkan pertarungan.  Mereka juga biasa mencari lawan sepadan ke pesantren-pesantren. Pesantren juga merupakan kantong-kantong kekuatan beladiri.

 

Karya Fotografi, buah tangan Thomas Zimmerman
"Stormy Homestad Barn"

"Dahulu tidak ada istilah preman, yang ada jawara." Ujar Ajengan Sirojudin Ruyani Wakil Talqin Abah Anom Ra. Dari Banten.

Apa bedanya jawara dan preman? 

Dalam KBBI jawara bertaut dengan kata jagoan atau pendekar. Sedangkan preman bertaut dengan frasa non-militer, atau pada kata sipil, swasta dan partikelir. 

Sebenarnya kriteria Jawara juga disarikan dalam Al Hadits sebagai orang yang jika berkendara sendirian di padang pasir maka yang ditakuti hanya Allah. Dalam buku Maha Guru Para Sufi: Kisah Kearifan Abu Yazid Al Busthami, penantangan rasa takut itu dinisbatkan pada kata Mujahadah. Seorang sufi yang berjihad ia tak bedanya dengan seorang prajurit tempur dalam soal keberanian. Seperti halnya Uwais Al Qorni yang membantu Khalifah Abu Bakar Assidiq, dalam perang Siffin.

Dalam Al Qur'an istilah jawara dapat dihubungkan dengan istilah Syaja'ah Nafsiyah pada QS Al Anfaal 15-16. Yaitu tentang keberanian kaum muslim dalam menegakkan kebenaran meskipun menghadapi resiko berat baik dalam bentuk pengucilan maupun hukuman.

PUISI

 


Lukisan Karya Ira Bykova (Rusia) 1962




Celah

M. Taufan Musonip


Kau yang mengintip siang dan malam

Celahmu hilang, bersama dirimu sendiri

Berbagai lubang kau lalui

Tak seperti yang pernah dilihat

: Sempit tapi memberi penglihatan yang luas


Celahmu hilang bersama dirimu sendiri

Seperti gelang emas Faridudin Attar

Dalam pasir, debu-debu beterbangan

Lubang ayakan adalah gelang emas sultan

:  Kau tetap mencari celah sempit


Berbagai lubang kau lalui

Hampir seperti menembus gua-gua perut bumi

Pengetahuanmu dalam kawalan orang yang malang

Tak akan ada yang serupa itu lagi

: Celah penglihatan tersembunyi


Tak seperti yang pernah dilihat

Kau dapat melihat senyum kejujurannya

Yang rasa gembiranya dipantulkan olehmu sendiri

Cermin yang disimpan secara rahasia

: Tak ada celah penolong yang sama


Lihatlah. Seperti melihat dirimu sendiri. Celah itu tak akan lagi penting. 

Sabtu, 13 Mei 2023

ESAI

Kenikmatan adalah Kunci 

Bukan Tujuan Ibadah

M. Taufan Musonip


"Ijtihad oleh kaum sufi tidak dimaknai dengan kerja falsafi tapi melalui ibadah.


Gambar diambil dari web
Mark Smith Ceramics



Kaum tua sehabis taklim kitab Tanbihul Ghofilin di Majelisnya Kyai Madro'i bincang-bincang soal ibadah haji. Mereka nekat ingin ke tanah suci dengan sepeda. Tentu becanda, tapi soal niat mereka ibadah haji sangat serius dan sudah didambakan sejak mereka muda. Di antaranya seorang ustad mengatakan, bahwa perjalanan sampai ke tanah suci bisa memakan waktu enam bulan dengan bersepeda. Mereka tak peduli dengan jarak tempuh itu, dan hanya memikirkan perbekalan apa yang akan dibawa. Dan yang paling penting adalah membawa tanda jalan yang akan disematkan pada benda-benda apa saja agar mereka tak kesasar. Mereka tak mengerti bahwa sekarang sudah ada GPS.

Ibadah haji itu soal panggilan. Bukan soal kesehatan dan biaya. Ini diceritakan dengan indah justru oleh Novelis Paulo Coelho, dalam The Alchemist. Tokoh Santiago dalam novel tersebut -sebagai simbol diri kebudayaan Barat yang akan mulai tercerahkan dengan belajar pada Kebudayaan Islam jaman terang- banyak mendapati orang pergi haji justru tak memiliki apa-apa, hanya keberanian, rasa cinta dan pertolongan Allah. Allah memanggil hambaNya yang penuh harap bisa tiba di Tanah Suci. Bukan yang memiliki uang.

Kamis, 11 Mei 2023

RENUNGAN PAGI

Cari Guru Hakikat, Yang Memiliki Akhlak Terbaik 

M. Taufan Musonip


Foto Art by Sherry Cox



Ilmu tanpa hakikat, hujjah. (Abu Yazid Busthami).


Seperti santri kalong ---kalong itu bahasa sunda, artinya kelelawar yang keluar senja hari, bukan hanya diartikan anak-anak yang suka mengaji di surau saat ba'da magrib, juga sebenarnya orang yang telat mengenal agama seperti saya ini--- masa kini, Abu Yazid Busthami juga mencari guru Ruhaniah bersama kawan-kawan pelancongnya, tapi tidak seperti kita, Abu Yazid tahu benar siapa guru yang layak buatnya kelak. Suatu hari dia dan kawan-kawannya ditunjukkan seorang wali. Berduyun-duyunlah mereka ke sana. Dan bertemu saat akan solat Ashar, saat Abu Yazid mengetahui wali tersebut membuang ludah dekat mimbar dia mengajak teman-temannya segera pergi. Bagi Abu Yazid, wali itu dinisbatkan bukan pada karomah akan tetapi ilmu yang dia miliki selaras dengan amal, amal itu syariat. (Buku Mahaguru Para Sufi, Kisah Kearifan Abu Yazid Al Busthami- Dr. Abdul Halim Mahmud) 

Jadi kalau ada orang yang mengatakan wali sufi itu tidak solat, itu hanya tuduhan sesat orang-orang yang hanya melihat baju luar kaum sufi, mungkin tertipu oleh cerita-cerita keramat para wali atau mendapat cerita yang beredar dari kaum orientalis, yang pada masa kolonial memang sangat mewaspadai gerakan tarekat. Gerakan Tarekat adalah gerakan awal melawan kolonialisme. 

Solatnya kaum sufi itu minimal seratus rokaat dalam sehari. Dzikirnya minimal 3000 kali kalimat Tauhid, dan senantiasa menyempatkan membaca Al Qur'an setiap pagi. Dalam dadanya berdetak nama Allah. Sufi itu seperti cerita Abu Bakar Ra. yang ketakutan saat hendak berhijrah bersama Rosulullah Saw (Semoga selawat senantiasa tercurah kepada beliau Nabi yang Ummi dari bangsawan Hasyim sebagaimana selawat ummiyi), saat itu Baginda Nabi berkata: jika kita berdua maka yang ketiganya adalah Allah. Guru Mursyid menalqinkan Dzikir Khofi agar Teman Sejati, teman yang tak pernah merasakan kita kehilangan dan selalu setia, akan senantiasa bersama kita. Cara kita berdzikir tiap saat dan tiap detik dengan metode khofi tidak bisa dipelajari sendiri harus mendatangi majelis sufi.

Rabu, 10 Mei 2023

PUISI


Lukisan Karya Stephen Zang
"Plano Texas"




Beradu dalam Bara

M. Taufan Musonip


Matahari tak akan bisa sembunyi,

Wahai kau yang suka mencuri pandang.

Aku sudah tak mengerti lagi arti malu

Aku pakaianmu atau kau?


Kau pikiranku, aku api

Dan tak lagi punya asap

Kita sama sama beradu dalam bara

Sekali nyala ilalang cinta terbakar


Semua api bersumber padamu

Kau yang suka malu-malu hadir

Ular nafsuku loncat ke bulan

Aku tahu kau selalu ada, dalam sinar lebih tenang

Senin, 08 Mei 2023

ESAI POLITIK TAREKAT

Pribadi yang Indah untuk Keluarga dan Lingkungan

---Mengambil  Setangkup Pelajaran pada Keluarga Syech Abu Yazid Busthami

M. Taufan Musonip


"Air laut itu diam dan luas, didatangi air muara yang berisik melalui sungai. Ini mengisyaratkan: Abu Yazid dan Baitul Asrornya adalah pusat ilmu sekaligus pusat kosmik spiritual religi.

 

Lukisan Karya Simon Jones

 

Siapa tak kenal Abu Yazid Al Busthami, dia adalah guru para sufi. Dalam silsilah Tarekat Qodiriyah An Naqsabandiyah Suryalaya beliau adalah Guru Tarekat Jalur Naqsabandiyah, disebutkan dalam tawasul tujuh di Kitab Uqudul Jumaan setelah Syech Yusuf Al Hamdani, sebelum Imam Syah Bahauddin An-Naqsabandi, cerita anekdot tentangnya kerap melintas baik dalam pengajian tasawuf atau tulisan sastra. 

Dalam sebuah buku Maha Guru Para Sufi: Kisah Kearifan Abu Yazid Busthami yang ditulis DR Abdul Halim Mahmud dikisahkan bahkan ayahnya adalah seorang yang wara', orang yang sangat mewaspadai perbuatan haram, terutama soal makanan dan pakaian. Tentu dalam buku itu disebutkan beberapa nukilan ayat suci Al Qur-an tentang wara' di antaranya: QS Albaqarah:168, Al Isra:23, Al Ahqaf:46. Ayah Abu Yazid bahkan memilih seorang istri yang terbaik dalam hal agama, tidak mencampurinya selama tigapuluh hari setelah menikah untuk memastikan makanan yang haram dalam tubuhnya tak ada yang tertinggal. 

Abu Yazid kerap mengagungkan ibunya, dia adalah perempuan yang menjaga anak-anaknya dari perbuatan tercela dan makanan haram. Dengannya Abu Yazid Busthami tumbuh menjadi anak salih. Dan menjadi kekasih Allah, jiwa jamal itu tentu buah dari amaliyah dzikir. Keindahannya mengihami semua mahluk dan lingkungannya. Pembantunya seorang wali, dia pernah bermimpi Robbul Izzati tentang Kewalian Abu Yazid, dalam mimpinya suara ghaib mengatakan: banyak orang datang mengambil selain Aku, kecuali Abu Yazid dia datang membawa-Ku. Muadzinnya juga seorang wali, dia penjaga rumah keramat Abu Yazid yang bernama Baitul Asror lambang kehormatan dan rasa syukur, juga suatu berkat pemberian Allah. Rumah itu enggan menerima orang yang terbiasa bermaksiat, jika orang bermaksiat tetap nekat datang ke rumah itu, ia akan mengalami hal-hal yang aneh. Diceritakan suatu kali, ada orang yang suka mabuk datang ke rumah itu, Muadzin yang menjaga rumah itu sudah mewanti-wanti untuk tidak datang, tapi karena takdir, si pemabuk itu datang dan menginap ke Baitul Asror. Esoknya saat terbangun ia tak berpakaian dan merasa dirinya terbakar sekujur tubuh. Si pemabuk pun insyaf.

Minggu, 07 Mei 2023

BUKU-BUKU YANG SAYA BACA

Musyawarah Burung 

Syech Attar yang Membakar

M. Taufan Musonip



"Sufi Tarekat memang berfokus pada falsafah penderitaan. Bukan berarti mengajarkan keputusasaan. Penderitaan itu menyatu dengan waktu, Guru Mursyid akan mengajarkan kekuatan sabar yang benangnya jika kita lalui akan sampai pada jemari Allah.

 

Lukisan Karya Makbool Fida Husein
"Untitled" (2005).


I

Nama Hartojo Andangjaja melebur dalam wujud keindahan buku Musyawarah Burung yang ia terjemaahkan dari bahasa Inggrisnya. Padahal kerja terjemahan itu sebanding dengan kerja menulis karya sendiri. Hasil karya terjemaahan kalau bisa lebih indah dari karya yang diterjemaahkan. Agar bisa diterima masyarakat yang memiliki bahasa berbeda. 

Tapi Andangjaja tidak menulis nama di sampul buku yang diterbitkan oleh penerbit yang bisa dibilang cukup legendaris juga, yaitu Pustaka Jaya. Andangjaja menulis puisi, dan esai. Buku esai yang pernah ditulis yang pernah saya baca adalah Dari Sunyi ke Bunyi, ia menulis seluruh esainya dengan subjek "kita", mungkin karena dia seorang guru sehingga melibatkan pembacanya seperti seorang murid yang tengah menuntut ilmu, karenanya terkesan bernuansa lisani. Dalam satu bab ia bahkan membahas sastra lisan folk-rhyme yang biasa dilantunkan anak-anak Indonesia.

Pengetahuan mengenai sastra lisan (lihat: https://mtaufanmusonip.blogspot.com/2013/05/andangdjaja-dari-ketakteraturan-kepada.html?m=1) bisa jadi mempengaruhi strategi penerjemahan Andangjaja terhadap Musyawarah Burung. Sebuah buku yang memungkinkan bisa dibacakan pada khalayak, harus memenuhi unsur lisani, memperhatikan media penerimaannya yaitu pendengaran. Apa yang disampaikan melalui telinga harus mudah (cepat) dicerna otak, karena sifatnya yang selayang dan tak bisa diulang-ulang seperti kalau membaca buku. Pengaruh pengetahuan lisani membuat sebuah karya terjemahan menjadi mudah diselami, setidaknya begitu penilaian subjektif saya terhadap Musyawarah Burung. Bisa jadi keliru, tapi tulisan pembuka ini adalah apresiasi kepada kerja penerjemahan Andangjaja. Berkat kerja beliau saya mudah menyelesaikan buku tersebut bahkan kadang terlupa melakukan hadoroh, kebiasaan orang tarekat atau nahdiyin sebelum membaca kitab. Biasanya dengan hadoroh atau robithoh pada pengarang sebuah kitab tasawuf selain terbantukan pemahamannya juga merupakan adab kebiasaan. Bahasa sastra penerjemaahan yang indah dari Andangjaja melalaikan saya.

Jumat, 05 Mei 2023

DARI PUSARA KE PUSARA

Orang Dimabuk Cinta Itu Masih Ada 

---Ke Makam Syech Kudus Janapura

M. Taufan Musonip


"Pengetahuan sastra lisan itu pemecah kebuntuan suatu tulisan yang bersumber pada tulisan pula. Tulisan itu terbatas, sepanjang apapun dia menjelaskan sebuah kenyataan.


Lukisan Karya Tomas Shancez (Cuba)
"Waiting (1948)"




I

Salah satu Wakil Talqin Abah Anom Ra. Pada kesempatan manakib pernah berkata, bahwa sufi itu para Wali dan Guru Mursyid. Sedangkan pengikutnya tak lain sekadar ikhwan tarekat. 

Rasa bangga dalam perjalanan tarekat adalah duri. Ia masih mengandung ego. Itu benar, dan rasa-rasanya jiwa sufi itu sulit lagi dicari. Banyak tarekat-tarekat musnah, dan Guru Mursyid tak lagi mengangkat murid kepercayaan sebagai penggantinya. Padahal dari tarekat-tarekat ini lahir para wali, mereka membina umat. Lewat syair atau kemampuan sebagai konselor. Para Wali itu dekat dengan orang susah. Mereka adalah telingaNya orang yang tertindas. 

Para Wali itu pun tak mengikrarkan diri sebagai wali, mereka menjadi wali karena pengikutnya dan Wali lain mengetahui maqom walinya. Dalam perjalanan ke Syech Kudus Janapura di Pantai Sedari, salah satu mentor saya Ustad Taufik mengenyahkan pertanyaan rendah saya, tentang kriteria seorang wali. Ia bertanya hal mendasar dengan jawaban yang sangat diperlukan oleh saya si bodoh ini,

"Apa kah menjadi seorang wali, wajib hukumnya?"

Ia jawab, wajib. Tapi bukan derajat walinya yang dikejar, melainkan menjalankan amaliyahnya secara serius mendalam dan khusyuk.

Kemudian dia bertanya lagi,

Apa ciri seorang wali itu?

Rabu, 03 Mei 2023

ESAI

Tertembak Pistol Ilahi Anta Maksudi Waridhoka Matlubi

-Falsafah Cinta Kaum Sufi

M. Taufan Musonip


"Petualangan cinta adalah petualangan cahaya, seperti laron-laron yang terus mencari cahaya yang lebih besar lagi di malam hari. Pejalan harus terbakar dalam Api sang Baqa, terbakar karena cinta.


Instalasi Keramik didapat dari Web:
Mark Smith Ceramics


Bila kita ingin membuka pintu filsafat cinta kaum sufi, kuncinya ada di dalam pengalaman. Mungkin senada dengan kredo ini: pengalaman adalah guru terbaik. 

Pengalaman itu lautan, sungainya adalah perjalanan, muaranya adalah ilmu. Jadi jika muara ilmu mengatakan amalkan ilmu tentang sesuatu, tenggelam lah di arus sungainya, ringankan badan kita seperti mayat. Ikuti arusnya hingga ke laut.

Perumpamaan tentang mayat itu berafiliasi pada kata sami'na waato'na. Seperti saat Abu Bakar mengatakan:

"Jika Baginda Nabi katakan suatu tembok itu putih, padahal kita melihatnya hitam. Aku tetap katakan itu putih."

Kata-kata itu menjadi penguat jiwa Nabi yang tengah diolok-olok kafir Quraisy tentang perjalanan Isra dan Mikrajnya Beliau (selawat serta salam senantiasa tercurah kepadanya, Nabi yang Umi). Olehnya Abu Bakar mendapat julukan As Siddiq. 

PUISI

Lukisan Karya Lazlo Feher
"Yellow Boat," 1990.






Bagai Fenix

M. Taufan Musonip



Anasir-anasir dirimu telah aku hapus

Tapi kau terus mengintai bagai fenix

Yang menguasai tebing-tebing gunung

Matamu kilat cahaya menyentuh cermin dalam jiwa ini


Kau selalu terpantul,

Sebagai An-Nafs sebagai Cinta

Dan kau bayang-bayang abadi

Yang tak pernah membuat kehilangan dan sedih


Wahai cahaya,

Kau batu kuarsa, ribuan waktu

Kau simpan dalam ingatan

Aku duduk ngunngun, bagai raja


Hanya karena kau pintar mengawasi


Senin, 01 Mei 2023

ESAI SASTRA

Sastra Profetik sebagai Jalan Tengah untuk Menggantikan Riyadhoh Sufi dengan Falsafi Sufi dan Literatur Barat

M. Taufan Musonip


Lukisan Karya
Corrine Geerstone



"Sastra Profetik juga bentuk kejeniusan kelompok ini untuk menghindari sastra sufi dari mekanismenya yang genial. Jika tidak ingin menyebut usaha mencabut sastra sufi dari substansinya. Puisi sufi adalah gambaran jiwa dzauq penulisnya dari hasil riyadhoh.

 

I

Jika kita tak menyukai makanan yang serba direbus, atau dipanggang. Maka boleh lah kita memilih makanan yang digoreng. Kita menyebut pilihan itu sebagai jalan tengah. Sebuah usaha menentramkan dua pilihan lain yang dianggap ekstrem.

Sastra Profetik itu jalan ummatan wasathon dari perkembangan sastra Islam. Esais yang membahas Sastra Profetik yang paling dikenal oleh publik adalah Kuntowijoyo, beliau -seperti ditulis oleh Abdul Hadi WM dalam buku Hermeneutika, Estetika dan Religiusitas -Esai-esai sufistik dan Seni Rupa (HER), pernah memberi paparan mengenai etika profetik yang tentu ingin memberi pengaruh atas perjalanan sejarah sastra Islam. 

Meski Kuntowijoyo dan Abdul Hadi. WM kerap membawa unsur sufisme dalam karya-karyanya, mereka lebih menyukai istilah sastra profetik dibanding sastra sufi. Di Indonesia, Sastra Sufi itu hanya dibatasi untuk karya-karya klasik saja. Setidaknya hingga Hamzah Fansuri. Karya-karya setelah itu lebih sering disebut Sastra Profetik. 

Kenapa Abdul Hadi tidak menyebut Sastra Islam atau Sastra Sufi secara gamblang untuk menyebut karya-karya Danarto atau Sutardzi Calzoum Bahri? Mungkin sepertinya di lain sisi karya-karya Taufik Ismail, Helvi Tiana Rosa, Abidah El Khalieqi atau Habiburahman Shirazi, orang bisa menyebutnya dengan berani sebagai penulis sastra Islam. Dan memang dalam buku HER, nama-nama tersebut tidak dijadikan rujukan historiografi sastra profetik setidaknya dalam bab awal, Sastra Profetik: Relevansi dan Jejaknya dalam Karya Modern. Lihat judul bab tersebut, Abdul Hadi jelas sekali menyebut Karya Modern. Istilah modern itu merupakan usaha mengambil jalan tengah Sastra Islam dan Sastra Sufi sembari melengkapi khazanahnya dengan Pengetahuan Sastra Barat untuk menyebut istilah Sastra Profetik, bersama Kuntowijoyo -salah satu buku yang saya baca mengenai Sastra Profetik adalah Muslim Tanpa Masjid-, keduanya menyebut nama-nama seperti TS. Eliot, Gadamer, Goethe hingga Imanuel Kant.