Lukisan Karya Lazlo Feher "Yellow Boat," 1990. |
Bagai Fenix
M. Taufan Musonip
Anasir-anasir dirimu telah aku hapus
Tapi kau terus mengintai bagai fenix
Yang menguasai tebing-tebing gunung
Matamu kilat cahaya menyentuh cermin dalam jiwa ini
Kau selalu terpantul,
Sebagai An-Nafs sebagai Cinta
Dan kau bayang-bayang abadi
Yang tak pernah membuat kehilangan dan sedih
Wahai cahaya,
Kau batu kuarsa, ribuan waktu
Kau simpan dalam ingatan
Aku duduk ngunngun, bagai raja
Hanya karena kau pintar mengawasi
Di Makam Syech Kudus Janipura
M. Taufan Musonip
Bagi: Bang sanin
Ust. Muhammad Taufik
Bakau dan kuburan adalah sama
Ia sumber angin dan kehidupan
Mendesak ombak yang tenang
Untuk datang ke pantai sedari
Dan kita ingin tenggelam dalam lautannya
Seperti yang diinginkan para peziarah
Tapi mabuk adalah esensi pelayaran
Gila cinta adalah kapal laut bercerobong pembakaran keberadaan
Hanya dengan pandai membaca
Hadirnya bakau dan makam aulia
Tanah dan langit tak pernah usai saling menandas
Agar cinta tak pernah usai bersama rindu
Dalam pelayaran bercerobong pembakaran ada kita
Ziarah ke Candi Jiwa
M. Taufan Musonip
Di Candi Jiwa,
Ada keberadaan yang hilang
Yang membuat kau kecewa
Perjalanan mabuk cinta mencari yang hilang di antara puing sisa
Yang hilang, adalah rindumu
Yang hilang, adalah kekasih abadimu
Di Candi Jiwa
Kau akhirnya berbahagia
Melihatku menyantap laksa
Bumbu kuningnya dari pupuran langit senja
Bihunnya dari kenur Allah yang tahu benar peradaban masa lalu
Oncomnya dari ruh manusia masalalu yang menangis
Dan kemanginya dedaunan merayap yang menarik kita ke jagat perjalanan
Dalam mangkuknya kudengar raja purnawarman bersabda,
Aku aulia Allah yang menenun sarung para pejalan yang terlupakan
Di tanah seluas ini, menuju laut
Dengan ombak yang tenang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar