Senin, 08 Mei 2023

ESAI POLITIK TAREKAT

Pribadi yang Indah untuk Keluarga dan Lingkungan

---Mengambil  Setangkup Pelajaran pada Keluarga Syech Abu Yazid Busthami

M. Taufan Musonip


"Air laut itu diam dan luas, didatangi air muara yang berisik melalui sungai. Ini mengisyaratkan: Abu Yazid dan Baitul Asrornya adalah pusat ilmu sekaligus pusat kosmik spiritual religi.

 

Lukisan Karya Simon Jones

 

Siapa tak kenal Abu Yazid Al Busthami, dia adalah guru para sufi. Dalam silsilah Tarekat Qodiriyah An Naqsabandiyah Suryalaya beliau adalah Guru Tarekat Jalur Naqsabandiyah, disebutkan dalam tawasul tujuh di Kitab Uqudul Jumaan setelah Syech Yusuf Al Hamdani, sebelum Imam Syah Bahauddin An-Naqsabandi, cerita anekdot tentangnya kerap melintas baik dalam pengajian tasawuf atau tulisan sastra. 

Dalam sebuah buku Maha Guru Para Sufi: Kisah Kearifan Abu Yazid Busthami yang ditulis DR Abdul Halim Mahmud dikisahkan bahkan ayahnya adalah seorang yang wara', orang yang sangat mewaspadai perbuatan haram, terutama soal makanan dan pakaian. Tentu dalam buku itu disebutkan beberapa nukilan ayat suci Al Qur-an tentang wara' di antaranya: QS Albaqarah:168, Al Isra:23, Al Ahqaf:46. Ayah Abu Yazid bahkan memilih seorang istri yang terbaik dalam hal agama, tidak mencampurinya selama tigapuluh hari setelah menikah untuk memastikan makanan yang haram dalam tubuhnya tak ada yang tertinggal. 

Abu Yazid kerap mengagungkan ibunya, dia adalah perempuan yang menjaga anak-anaknya dari perbuatan tercela dan makanan haram. Dengannya Abu Yazid Busthami tumbuh menjadi anak salih. Dan menjadi kekasih Allah, jiwa jamal itu tentu buah dari amaliyah dzikir. Keindahannya mengihami semua mahluk dan lingkungannya. Pembantunya seorang wali, dia pernah bermimpi Robbul Izzati tentang Kewalian Abu Yazid, dalam mimpinya suara ghaib mengatakan: banyak orang datang mengambil selain Aku, kecuali Abu Yazid dia datang membawa-Ku. Muadzinnya juga seorang wali, dia penjaga rumah keramat Abu Yazid yang bernama Baitul Asror lambang kehormatan dan rasa syukur, juga suatu berkat pemberian Allah. Rumah itu enggan menerima orang yang terbiasa bermaksiat, jika orang bermaksiat tetap nekat datang ke rumah itu, ia akan mengalami hal-hal yang aneh. Diceritakan suatu kali, ada orang yang suka mabuk datang ke rumah itu, Muadzin yang menjaga rumah itu sudah mewanti-wanti untuk tidak datang, tapi karena takdir, si pemabuk itu datang dan menginap ke Baitul Asror. Esoknya saat terbangun ia tak berpakaian dan merasa dirinya terbakar sekujur tubuh. Si pemabuk pun insyaf.


Tidak Suka Bepergian

Tidak seperti para Wali lain. Abu Yazid Busthomi tidak suka bepergian kecuali berhaji. Ia menyukai kehidupan menetap, Allah sudah memberikan semuanya. Dia orang yang zuhud, tapi selalu memilih pakaian dan makanan yang terbaik. Makanan dan pakaian yang buruk menurut beliau belum tentu bisa mendekatkan si pemiliknya kepada Allah. Mungkin sama halnya dengan teguran Abah Anom Ra. kepada Pangersa Ua (KH Zezen Basyul Asyab) yang pernah memakai baju compang camping ala sufi musafir. Ketika itu Abah Anom berkata, kurang lebih:

"Bejakeun ka Zezen, sufi mah di dieu (nunjuk dada) lain dina raksukan."

Artinya: Bilang ke Zezen, sufi itu di sini (menunjuk dada) bukan di pakaian."

Sejak saat itu Pengersa Ua tak pernah lagi memakai baju compang-camping selalu memilih pakaian terbaik seperti Guru Mursyidnya, sosoknya dalam foto-fotonya selalu berjas, berkacamata hitam gagah.

Selain pembantu, orang tua, rumah dan juga keluarga besarnya bernuansa jamali Allah, bahasa yang digunakan Abu Yazid pun indah, bahasa itu adalah buahnya hati yang indah karena cermin tempat melihat Yang Maha Indah seperti ditulis oleh Ibnul Qoyyim Jauziyah, dalam Madarizu Salikin Sufi itu membangun peradaban, karena jiwa Dzauqnya, ia melahirkan banyak ahli sastra. Simak percakapan Abu Yazid terhadap orang yang mengritiknya karena tak pernah bepergian seperti Wali Sufi lain dengan bahasa kiasan,

K (Pengritik): kenapa kau tidak bepergian?

AY(Abu Yazid): karena teman-temanku pun tak suka bepergian.

K: Air yang diam makruh diambil wudhunya.

AY: Mereka melihat air laut boleh untuk berwudhu karena air laut suci dan halal bangkainya. Kamu melihat air sungai mengalir dengan suara gemericik dan suara benturan, sehingga apabila mendekat ke laut dan bercampur dengannya maka suara benturan dan gemericiknya akan menghilang dan tidak terasa air laut, dan tidak ada tampak bertambah airnya dan apabila keluar dari air laut itu juga tak akan (membuat air laut) berkurang.


Pusat Kosmik

Air laut itu diam dan luas, didatangi air muara yang berisik melalui sungai. Ini mengisyaratkan: Abu Yazid dan Baitul Asrornya adalah pusat ilmu sekaligus pusat kosmik spiritual religi. Seperti Suryalaya, dia besar karena tarikan kosmiknya, jadi menjadi besar itu tak harus tentang eksistensi yang bertautan dengan sejarah peradaban seperti laut jaman dahulu atau perkotaan di jaman sekarang yang menjadi tempat singgah banyak orang. Besar itu karena suatu hukum gaya tarik. Jadi yang strategis itu ide, bukan tempat. 

Nah, jika keluarga dan lingkungan sudah baik karena pembenahan diri ke arah dalam bukan tidak mungkin pribadi-pribadi Adzakir pun akan menghasilkan pemimpin yang baik. Pemimpin yang punya kata-kata yang baik cermin dari bersihnya hati, walau ia mungkin tidak bisa melakukan apa-apa. Pemimpin yang menempatkan rakyatnya sebagai hikmah kebijaksanaan, seperti anekdot-anekdot kesufian tentang kepemimpinan Harun Al Rasyid yang senang bercakap cakap dengan sufi pengembara. Anekdot tentang kepimpinan itu juga tersebar di Kitab Mantiq At-Thair karya Syech Fariduddin Attar. Sufi sangat keras kritiknya terhadap pemerintah zalim -anehnya tanggapan raja bila mendapat kritik dari sufi kalau tidak tertawa ya taubat. Dan pada kesempatan lain juga terkadang menjadi sang pengagum raja yang murah hati dan penggembira. (*)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar