Minggu, 27 September 2015

ESAI

Kekasih Perjuangan
M Taufan Musonip



Silver Lining Playbooks dibintangi oleh Bradley Cooper dan Jennifer Lawrance (Pemenang Aktris terbaik Academy Award). Film ini cukup mengharukan, terutama peran Jennifer sebagai Tiffany, perempuan cantik penuh daya juang menaklukan Pat (Cooper) untuk melupakan masa lalunya. Pat terkena depresi setelah semuanya sirna, terutama kehilangan istri yang dicintainya, dia mendapatkan  terapi di RSJ Baltimore, dan dikembalikan kepada keluarganya, semua orang mendukung Pat untuk melupakan istrinya karena berselingkuh. Karena nasib yang sama, Tifanny yang ditinggal mati suaminya, berjuang melupakan masa lalunya dengan mencintai Pat.

Saya bukan kritikus film, hanya meyakini film adalah karya seni yang kisahnya bisa jadi diambil dalam cerita kehidupan manusia. Diramu dalam pendalaman karakter para tokoh oleh pemerannya. Sehingga tampil lebih indah dari potongan kehidupan aslinya. Seperti yang kita dapatkan dalam novel dan puisi.


Pat menyemangati hidupnya dalam spirit excelsior, sebuah dorongan kuat untuk melakukan sesuatu yang bermakna. Dia melakukan hal-hal positif dengan berolah raga dan membaca buku sebagai spirit excelsior yang mengacu pada istri yang dicintai dan tak akan mungkin dilupakannya. Berangsur-angsur teralihkan oleh relasinya dengan Tifanny, yang dengan rela menyampaikan surat-surat Pat untuk mantan istrinya yang sering berkunjung pada iparnya. Syaratnya Pat harus membayar jasanya menemani Tifanny belajar menari. Dari sinilah kehidupan lelaki itu mulai berubah.

Perlu ada sebuah kesempatan dalam hidup ini agar kita menjadikan masa lalu sebagai pelajaran, dan berhenti menguasai masa kini dan masa depan kita. belakangan saya menemukan beberapa sahabat yang gagal move on, dan terpuruk dalam kenangan sendiri dan menjadikannya pemurung. Orang-orang itu setidaknya memerlukan sebuah kondisi yang membuatnya dapat menghargai dirinya sendiri, ketimbang masa lalu yang kadangkala menyalahkan diri sendiri. Lebih payah lagi mereka mendapatkan tempat yang salah, ada mesin waktu yang menariknya ke masa lalu yang lain, menemukan sahabat-sahabat yang bisa mengerti keadaannya, dan mulai move on, tetapi dalam setengah perjalanan mereka diturunkan, karena kondisi sudah berbeda. “Aku sudah memiliki keluarga, dan harus aku pertahankan.” Demikian tulis kekasihnya, dalam sebuah chat, dan ia harus mencari jalan lain karena kembali menjadi masa lalu.

Harus mendapatkan tempat yang tepat ketika kita akan melakukan perjalanan. Menempatkan kita di tujuan akhir. Andai ada perempuan macam Tifanny yang memiliki bola mata indah dan sinaran tulusnya dalam menggapai cintanya, maka dengan mudah siapapun dapat menikmati perjalanan menuju masa depan. 

Jika film adalah produk yang menciptakan kebudayaan besar, tentu harus menginspirasi. Produk-produk kebudayaan selalu bersifat mikro, lahir dari tangan-tangan soliter pengarangnya untuk dinikmati oleh penontonnya sebagai hiburan, yang tanpa sadar kita dibuatnya terpengaruh, dan tiba-tiba saja kita punya cara pandang berbeda terhadap kehidupan. Dan cara pandang itu akan tanpa tak terduga menjadi sebuah sikap yang makro. Memengaruhi cara pandang sebuah bangsa.

Baiklah bagaimana menarik peristiwa film dalam kehidupan besar kita. Saya. Saya juga orang yang waktu-waktu hidupnya dihabiskan dengan sendirian. Mungkin memerlukan seseorang bernama Tifanny itu. Ingat yang dikatakannya pada Pat ketika ia hendak urung mengikuti pentas lomba menari, dalam keadaan merasakan sendirian, segala peristiwa yang mendekat padanya harus dibaca sebagai tanda-tanda yang membuatnya akan menjadi kuat. Peristiwa memerlukan komunitas manusia untuk menggulirkan sejarah. Kita memerlukan banyak rujukan dalam menentukan tindakan. Setiap rujukan yang diciptakan akan selalu menciptakan sebuah tempat yang tepat agar kita melangkah meninggalkan masa lalu. Sama saja dengan kalau kita hendak menyebutkan, “aku bukan hanya membutuhkan sejarah tapi aku juga memerlukan ilmu pengetahuan.”

Untuk menarik peristiwa soliter kepada kehidupan yang besar, akhirnya saya menyadari, perlu diciptakan hal-hal baru, memperbaiki relasi dengan buku-buku yang sudah saya beli, membacanya kembali, mengganti posisi ranjang, menempatkan meja kerja agar tersentuh matahari pagi, memperbaiki hubungan dengan setiap orang mulai dari keluarga, menulis kembali untuk menciptakan cara pandang yang baru terhadap kehidupan. Merekalah properti dan manusia-manusia yang akan paling mengerti akan kehadiran saya. Membantu saya dalam menggulirkan sejarah, menempatkan masa lalu hanya sebagai pelajaran berharga. Setelah itu akan saya perbaiki hubungan dengan dunia luar yang bengis, di sana sepertinya akan didapati orang-orang baik. Tidak semuanya akan bertindak kejam, dan salah satu dari mereka mungkin akan ada yang mengenalkan saya pada seorang wanita mirip Tifanny, kekasih perjuangan yang membawa saya pada tujuan masa depan. Yang selalu menggenggam tangan saya dengan penuh kesetiaan.
Saya bermimpi sebuah bangsa yang hidup dalam kebudayaan besar. Itu dimulai dari sikap pribadi-pribadinya, memaknai film, sastra, lukisan, seni patung dan musik sebagai pendorong dalam menciptakan hal besar, yang mana sebagai bukti rasa cinta kepada kekasih perjuangannya. Melakukannya dari hal kecil dari organisasi sepasang kekasih untuk meraih hal besar. Meskipun saya mulai percaya bahwa kebahagiaan bukanlah apa yang telah kita raih, tetapi menjalani perjuangan dengan kolaborasi dalam cinta dengan keikhlasan dan penuh ketabahan. Ini berat, tapi cinta akan selalu mengalahkan kuasa logika, dengan segala emosinya.

Saya bermimpi akan datang seorang Tifanny, perempuan dengan bola mata yang indah, membangunkan tidur saya yang kesiangan. Tapi kehidupan tidak seperti film-film populer, kita hanya perlu menjalaninya saja, dengan penuh gairah, antusiasme dan daya juang. Sisanya  serahkan pada Takdir. Saya hanya partikel kehidupan yang sebisanya melawan angin. (*)
Cikarang, 26 September 2015







Tidak ada komentar:

Posting Komentar