Selasa, 21 Februari 2023

ESAI

 

Dzikr Khofi sebagai 

Ilmu tentang Yang Hadir

---Istilah Superlatif dalam Kuliah MKTM seri ke-8

M. Taufan Musonip


Menyebut nama Allah setiap detak jantung adalah bentuk syukur, dalam sehari jantung berdetak 100,000 kali. Guru Mursyid yang akan mengenalkan cara bagaimana nama Allah ada dalam 100,000 kali detak jantung tanpa mengganggu aktifitas sehari-hari

 

Lukisan Karya Lars-Pohlmann

            Bang Sanin mengobati sakit gatal-gatal anaknya sesuai arahan Ajengan Acep, yaitu dengan daun Hanjuang (Cordyline Fruticosa) yang dicelupkan ke dalam air tawasul, untuk dicipratkan airnya ke bagian kulit yang gatal. Ini Salah satu pengobatan Sufi. Dengan izin Allah anaknya berangsur-angsur sembuh.

            Pengobatan sufi bermotif natural. Dalam kitab Tanbihul Ghofilin dikatakan, alam semesta senantiasa memanggil orang salih karena ingin memeluknya. Karena Tanbihul Ghofilin kitab tasawuf, orang salih yang dimaksud tentu Sufi. Alam semesta dalam pandangan superlatif, adalah cerminan Pemiliknya Yang Maha Indah. Sebagaimana paparan Ajengan Acep dalam MKTM seri ke 8 di sekolah tasawuf Al Ihsan tentang Asmaaul Tafdhil, alam semesta tempat orang beriman mengenal sifat-sifat Allah. Makrifatussifat.

Lalai dalam Ibadah

            Makrifatussifat memerlukan cermin untuk menangkap daya superlatifnya. Cermin itu adalah capaian syuhud hasil bimbingan Guru Mursyid, atau jika murid belum mencapai tingkat syuhud, Guru Mursyid sendiri adalah cerminnya. Guru Mursyid adalah mukasyafah para muridnya. Seiring waktu jika seorang murid jeli dan konsisten dalam riyadoh dia akan diberkati penglihatan kasyaf dari karomah Mursyidnya. Sehingga bila ia melihat semua unsur yang membangun kesatuan Alam semesta cermin hatinya akan langsung menghubungkannya dengan Penciptanya.

            Melihat orang kaya maka akan ingat Yang Maha Kaya. Melihat cahaya matahari terbit di pantai saat berlibur, maka akan ingat Yang Maha Cahaya. Melihat gadis cantik dalam bus kota, betapa Maha Indahnya Yang Menciptakannya. Melihat dasyatnya bencana Tsunami di Jepang, ingat akan Al KoharNya . Melihat merahnya daun hanjuang yang dicelup ke air tawasul, berarti Allah Maha Menyembuhkan melalui khasiat tanaman-tanaman yang diciptakanNya. Melihat diri sendiri bisa menyelesaikan semua masalah hidup, yang diingat adalah Yang Maha Memberi Jalan.

Tingkatan itu tak semua orang bisa mencapainya, teorinya mudah. Prakteknya sangat sulit. Kesulitan itu karena hati sebagai cermin superlatif kita kotor. Membersihkannya perlu bimbingan Guru Mursyid. Dalam istilah agama kita menyebutnya Tadzkiatun Nafs. Kita bisa melakukannya sendiri. Dengan dalil-dalil Al Qur’an dan Sunnah yang dibaca sendiri, tapi tak pernah tahu kapan hati kita bersih. Apa indikasi hati itu bersih? Apakah indikasi hati bersih itu solat tepat waktu dan amalan solat sunnah sudah dikerjakan semua? Atau sering bersedekah? Itu awal yang baik, tapi belum tentu hati telah bersih jika kita menganggap semua ibadah yang dilakukan adalah hasil sendiri. Padahal badan kita milik Allah, lidah kita untuk berdzikir milik Allah. Kita bahkan sering lalai dalam ibadah, yaitu tidak menghadapkan ibadah kita ke cermin musyahadah, yaitu menghadirkan Yang Menciptakan ibadah dan badan itu sendiri.

            Guru Mursyid memiliki metode dalam Tadzkiatun Nafs. Tanpa harus repot-repot  membaca kitab-kitab yang belum tentu kita bisa membacanya seperti Fushus Al Hikam, Ibn Arabi, Al Ilm Al Khuduri, Suhrawardi, Kimia Kebahagiaan, Al Ghazali untuk menghadirkan Allah dalam setiap langkah kita. Dalam TQN diajarkan Dzikir Jahar dan Khofi melalui talqin. Dzikir Jahar adalah Dzikir keras, letaknya di lidah, agar saat berdzikir telinga hanya mendengarkan kalimat Laa ilaha Illallah. 5-10 menit sebanyak 165x bersama Allah dalam dzikir ini selepas salat-salat fardu, dengan penuh konsentrasi dan fokus, adalah bentuk rasa syukur. Sepanjang hari, badan kita telah terbagi dengan bos kita, istri dan anak-anak juga teman karib. 5-10 menit hadapkan badan kita kepada Allah dengan penuh konsentrasi dan tidak terbagi dengan kegiatan lain hanya sepersekian waktu dari anugerah hidup yang diberikanNya. Kenikmatan dzikir akan didapatkan saat alam pikir terkait pada citra Guru Mursyid (robithoh).

Dzikr Khofi letaknya di jantung, dalam buku esai Fikr dan Dzikr Muhammad Isa Waley disebutkan Dzikr itu ada 3 (Abu Bakr Kalabazi w.385/995) yaitu: (1) dzikr dengan hati yaitu: yang diingat tidak dilalaikan demikian pula yang mengingat, (2) Dzikr tentang sifat-sifat yang diingat, dan (3) hadirnya dzikir yang nyata (syuhud) dari yang diingat, sehingga orang yang berdzikir telah melampaui dzikrnya. Dzikr khofi bisa mencapai maqom dzikir no.3 karena bisa dilakukan kapan pun, saat duduk, berdiri atau berbaring. Saat kerja, atau berkumpul bersama kawan. Saat memasak atau menggendong anak, saat makan atau minum bahkan buang hajat. Dzkir Khofi lepas dari pantauan hukum ahli fiqih, dan malaikat, hanya hamba dan Allah saja yang mengetahui.

Qonaah

Prakteknya yang paling mudah dimengerti adalah menggetarkan nama Allah pada setiap saat detak jantung memompa darah ke tiap sel-sel tubuh kita, panjang pembuluh yang dilalui darah dari jantung ke semua organ tubuh adalah 60,000 mil atau setara dua kali keliling Bumi. Menyebut nama Allah setiap detak jantung adalah bentuk syukur, dalam sehari jantung berdetak 100,000 kali. Guru Mursyid yang akan mengenalkan cara bagaimana nama Allah ada dalam 100,000 kali detak jantung tanpa mengganggu aktifitas sehari-hari.

Semakin banyak nama Allah bergetar maka fase ke tiga dzikr di atas akan dicapai. Ini yang banyak dibahas dalam tasawuf falsafi dan isyari, sebagai ilmu tentang Yang Hadir. Allah hadir, dalam khofi, sehingga kita akan mulai malu bermaksiat kepada Allah, takut jika kita merusak lingkungan, malu jika membuang sampah sembarangan, tidak berani melihat yang bukan mahrom, juga malu menilap uang yang tidak halal. Itulah kenapa di kalangan sufi, berbaur kalangan fakir miskin, bukan karena malas. Mereka dalam dadanya berdetak nama Allah, sehingga waro’, hatinya penuh kewaspadaan. Dan akhirnya Qonaah.

Daun hanjuang ditanam Ustad Jaya di pelataran sekolah Al Ihsan. Di rawa binong hutan kebun menghiasi masjid bilik bambu milik Bapak Hideung. Sufi menjaga dan melestarikan alam, untuk menjangkau superlatif Allah Swt Yang Maha Indah, seperti dikatakan Ajengan Acep A. Rijalullah. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar