Dzikr Khofi sebagai
Ilmu tentang Yang Hadir
---Istilah
Superlatif dalam Kuliah MKTM seri ke-8
M.
Taufan Musonip
Menyebut nama Allah setiap detak jantung adalah bentuk syukur, dalam sehari jantung berdetak 100,000 kali. Guru Mursyid yang akan mengenalkan cara bagaimana nama Allah ada dalam 100,000 kali detak jantung tanpa mengganggu aktifitas sehari-hari
Lukisan Karya Lars-Pohlmann |
Pengobatan sufi bermotif natural.
Dalam kitab Tanbihul Ghofilin dikatakan, alam semesta senantiasa
memanggil orang salih karena ingin memeluknya. Karena Tanbihul Ghofilin
kitab tasawuf, orang salih yang dimaksud tentu Sufi. Alam semesta dalam
pandangan superlatif, adalah cerminan Pemiliknya Yang Maha Indah. Sebagaimana
paparan Ajengan Acep dalam MKTM seri ke 8 di sekolah tasawuf Al Ihsan tentang Asmaaul
Tafdhil, alam semesta tempat orang beriman mengenal sifat-sifat Allah. Makrifatussifat.
Lalai dalam Ibadah
Makrifatussifat memerlukan
cermin untuk menangkap daya superlatifnya. Cermin itu adalah capaian syuhud
hasil bimbingan Guru Mursyid, atau jika murid belum mencapai tingkat syuhud,
Guru Mursyid sendiri adalah cerminnya. Guru Mursyid adalah mukasyafah para
muridnya. Seiring waktu jika seorang murid jeli dan konsisten dalam riyadoh dia
akan diberkati penglihatan kasyaf dari karomah Mursyidnya. Sehingga bila ia
melihat semua unsur yang membangun kesatuan Alam semesta cermin hatinya akan
langsung menghubungkannya dengan Penciptanya.
Melihat orang kaya maka akan ingat
Yang Maha Kaya. Melihat cahaya matahari terbit di pantai saat berlibur, maka
akan ingat Yang Maha Cahaya. Melihat gadis cantik dalam bus kota, betapa Maha Indahnya
Yang Menciptakannya. Melihat dasyatnya bencana Tsunami di Jepang, ingat akan Al
KoharNya . Melihat merahnya daun hanjuang yang dicelup ke air tawasul, berarti
Allah Maha Menyembuhkan melalui khasiat tanaman-tanaman yang diciptakanNya.
Melihat diri sendiri bisa menyelesaikan semua masalah hidup, yang diingat
adalah Yang Maha Memberi Jalan.
Tingkatan
itu tak semua orang bisa mencapainya, teorinya mudah. Prakteknya sangat sulit.
Kesulitan itu karena hati sebagai cermin superlatif kita kotor. Membersihkannya
perlu bimbingan Guru Mursyid. Dalam istilah agama kita menyebutnya Tadzkiatun
Nafs. Kita bisa melakukannya sendiri. Dengan dalil-dalil Al Qur’an dan Sunnah
yang dibaca sendiri, tapi tak pernah tahu kapan hati kita bersih. Apa indikasi
hati itu bersih? Apakah indikasi hati bersih itu solat tepat waktu dan amalan
solat sunnah sudah dikerjakan semua? Atau sering bersedekah? Itu awal yang
baik, tapi belum tentu hati telah bersih jika kita menganggap semua ibadah yang
dilakukan adalah hasil sendiri. Padahal badan kita milik Allah, lidah kita
untuk berdzikir milik Allah. Kita bahkan sering lalai dalam ibadah, yaitu tidak
menghadapkan ibadah kita ke cermin musyahadah, yaitu menghadirkan Yang
Menciptakan ibadah dan badan itu sendiri.
Guru Mursyid memiliki metode dalam
Tadzkiatun Nafs. Tanpa harus repot-repot
membaca kitab-kitab yang belum tentu kita bisa membacanya seperti Fushus
Al Hikam, Ibn Arabi, Al Ilm Al Khuduri, Suhrawardi, Kimia
Kebahagiaan, Al Ghazali untuk menghadirkan Allah dalam setiap langkah kita.
Dalam TQN diajarkan Dzikir Jahar dan Khofi melalui talqin. Dzikir Jahar adalah
Dzikir keras, letaknya di lidah, agar saat berdzikir telinga hanya mendengarkan
kalimat Laa ilaha Illallah. 5-10 menit sebanyak 165x bersama Allah dalam
dzikir ini selepas salat-salat fardu, dengan penuh konsentrasi dan fokus,
adalah bentuk rasa syukur. Sepanjang hari, badan kita telah terbagi dengan bos
kita, istri dan anak-anak juga teman karib. 5-10 menit hadapkan badan kita
kepada Allah dengan penuh konsentrasi dan tidak terbagi dengan kegiatan lain
hanya sepersekian waktu dari anugerah hidup yang diberikanNya. Kenikmatan
dzikir akan didapatkan saat alam pikir terkait pada citra Guru Mursyid
(robithoh).
Dzikr
Khofi letaknya di jantung, dalam buku esai Fikr dan Dzikr Muhammad Isa
Waley disebutkan Dzikr itu ada 3 (Abu Bakr Kalabazi w.385/995) yaitu: (1) dzikr
dengan hati yaitu: yang diingat tidak dilalaikan demikian pula yang mengingat,
(2) Dzikr tentang sifat-sifat yang diingat, dan (3) hadirnya dzikir yang nyata
(syuhud) dari yang diingat, sehingga orang yang berdzikir telah melampaui
dzikrnya. Dzikr khofi bisa mencapai maqom dzikir no.3 karena bisa dilakukan
kapan pun, saat duduk, berdiri atau berbaring. Saat kerja, atau berkumpul
bersama kawan. Saat memasak atau menggendong anak, saat makan atau minum bahkan
buang hajat. Dzkir Khofi lepas dari pantauan hukum ahli fiqih, dan malaikat,
hanya hamba dan Allah saja yang mengetahui.
Qonaah
Prakteknya
yang paling mudah dimengerti adalah menggetarkan nama Allah pada setiap saat
detak jantung memompa darah ke tiap sel-sel tubuh kita, panjang pembuluh yang
dilalui darah dari jantung ke semua organ tubuh adalah 60,000 mil atau setara
dua kali keliling Bumi. Menyebut nama Allah setiap detak jantung adalah bentuk
syukur, dalam sehari jantung berdetak 100,000 kali. Guru Mursyid yang akan
mengenalkan cara bagaimana nama Allah ada dalam 100,000 kali detak jantung
tanpa mengganggu aktifitas sehari-hari.
Semakin
banyak nama Allah bergetar maka fase ke tiga dzikr di atas akan dicapai. Ini
yang banyak dibahas dalam tasawuf falsafi dan isyari, sebagai ilmu tentang Yang
Hadir. Allah hadir, dalam khofi, sehingga kita akan mulai malu bermaksiat
kepada Allah, takut jika kita merusak lingkungan, malu jika membuang sampah
sembarangan, tidak berani melihat yang bukan mahrom, juga malu menilap uang
yang tidak halal. Itulah kenapa di kalangan sufi, berbaur kalangan fakir miskin, bukan karena malas. Mereka dalam dadanya berdetak nama Allah, sehingga
waro’, hatinya penuh kewaspadaan. Dan akhirnya Qonaah.
Daun
hanjuang ditanam Ustad Jaya di pelataran sekolah Al Ihsan. Di rawa binong hutan
kebun menghiasi masjid bilik bambu milik Bapak Hideung. Sufi menjaga dan
melestarikan alam, untuk menjangkau superlatif Allah Swt Yang Maha Indah,
seperti dikatakan Ajengan Acep A. Rijalullah. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar