Sabtu, 03 Juni 2023

BUKU-BUKU YANG SAYA BACA

Aforisme-aforisme dalam Buku Maha Guru Sufi: Nasihat-nasihat yang Menggetarkan

M. Taufan Musonip


"Belajar merendahkan diri kepada Allah menurut MGS adalah mencari orang yang lebih tinggi ilmunya untuk dijadikan guru. Sedangkan MB mengatakan, jika harimu buruk karena manusia di dalamnya, sudah seburuk apakah harimu dibanding Para Wali yang terkucil dan Para Nabi yang terhina? 


Lukisan Karya Jiulia Sankevych
Painted on An Old Magazine


Membaca Buku Maha Guru Sufi: Kisah Kearifan Abu Yazid Al-Busthami (disingkat MGS) Seperti membaca buku Musyawarah Burung (MB) dalam bentuk non-fiksinya. Buku MGS dikarang oleh DR Abdul Halim Mahmud, disematkan kepadanya Mantan Syech Al Azhar pada sampul buku berwarna kuning ini. Saya tidak ingin mengetahui maksudnya, apa beliau pernah menjabat sebagai Rektor Universitas Al Azhar atau merupakan tokoh di Negara Mesir. Saya membaca dan menghayati buku ini melalui metode Barat, tak memedulikan terlebih dahulu sisi sosiolinguistiknya. 

Kenapa saya katakan membaca MGS bagai membaca MB? Padahal yang satu penulis modern yang satu penulis klasik, tak lain karena keduanya sama-sama mengandung pengaruh besar yang bisa diambil pembacanya untuk menyadari pentingnya sebuah gerakan. Gerakan non eksistensial, gerakan kesadaran ke berbagai arah yang awalnya mungkin tak pernah kita sukai. Gerakan atomik, layaknya debu diterbangkan udara untuk menyenangi apapun yang akan disinggahi. Kedua buku itu sama berkata sebagaimana Al Qur'an:


لَـقَدْ كَفَرَ الَّذِيْنَ قَا لُوْۤا اِنَّ اللّٰهَ هُوَ الْمَسِيْحُ ابْنُ مَرْيَمَ ۗ قُلْ فَمَنْ يَّمْلِكُ مِنَ اللّٰهِ شَيْئًـــا اِنْ اَرَا دَ اَنْ يُّهْلِكَ الْمَسِيْحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَاُ مَّهٗ وَمَنْ فِى الْاَ رْضِ جَمِيْعًا ۗ وَلِلّٰهِ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَا لْاَ رْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا ۗ يَخْلُقُ مَا يَشَآءُ ۗ وَا للّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ


"Sungguh, telah kafir orang yang berkata, "Sesungguhnya Allah itu dialah Al-Masih putra Maryam." Katakanlah (Muhammad), "Siapakah yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah, jika Dia hendak membinasakan Al-Masih putra Maryam beserta ibunya dan seluruh (manusia) yang berada di bumi?" Dan milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya. Dia menciptakan apa yang Dia Kehendaki. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu."

(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 17)

Metode

Mendorong untuk memahami, bahwa takdir baik dan buruk adalah kehendak Allah. MGS dan MB ingin pembacanya beranjak pergi dari kursi ilmunya. Meridoi apa yang telah menimpanya, sambil merasakan kerendahan diri di hadapan Sang Ilmu, mentadabburi orang-orang yang selalu berseberangan dengannya, bahkan belajar memaafkan mereka. 

Belajar merendahkan diri kepada Allah menurut MGS adalah mencari orang yang lebih tinggi ilmunya untuk dijadikan guru. Sedangkan MB mengatakan, jika harimu buruk karena manusia di dalamnya, sudah seburuk apakah harimu dibanding Para Wali yang terkucil dan Para Nabi yang terhina? 

MGS dan MB ingin umat Islam membuka mata bashirohnya, bahwa di sekelilingnya dari mulai daunan yang jatuh ke tanah hingga seluruh gerakan alam semesta merupakan isyarat dan ayat-ayat Allah. Melihat semesta, dirinya bagai kesatria penunggang kuda seperti ditulis dalam Kereta dan 38 Cerita karangan Idries Shah, akalnya adalah kendalinya, kalbunya adalah penunggangnya, sedangkan jiwanya adalah kudanya, dan jalannya adalah jalan kepada Allah. 

Kiprah Abu Yazid Busthami dalam MGS dan Attar dalam MB menetapkan metode agar pembacanya tidak selesai hanya dengan membaca bukunya. Mereka menulis aforisme. Suatu kalimat pendek yang efektif menggetarkan hati pembacanya. Tanda seseorang tergetar hatinya jika mendengar Ilmu Allah maka tubuhnya pun bergerak. Baik dalam gerak dzikir, salat maupun amaliyah lain.

Metode menulis aforisme ini juga dikembangkan oleh Nietzsche dalam Filsafat Barat, efektif membangun gerakan-gerakan partikular baik struktural maupun kultural, seperti ungkapan ini: tak ada kawan dan lawan yang abadi, adalah aforisme Nietszche. Ciri aforisme adalah kalimat minimalis, ringkas dan kadang mudah diingat, mengandung geliat puitik, karenanya lebih mengena dari nasihat. Terkadang bersifat ambigu, absurd, dan rancu, agar pembacanya membuktikan untuk beberapa kali percobaan mengenai makna apa yang ingin diambil dan maksud penulisnya. Kaidah aforisme seperti ini sering dianggap bergaya destruktif.

Dalam aforisme MGS tidak, aforisme digunakan kaum sufi agar gagasan Islam mudah diterima akal, untuk menggetarkan kalbu sang murid, dan melangkahkan seluruh potensi badan dan ilmunya untuk amaliyah ubudiyah dan muamalah.

"Aforisme-aforisme seperti itu lebih efektif memersuasi pembaca untuk bergerak menuju perbaikan pribadi umat manusia, ketimbang syair (dalam kitab Tanbihul Ghofilin, syair termasuk suatu tempat yang disukai setan, tapi ulama yang menulis syair, tahu benar bagaimana syairnya tidak dicampuri oleh pengaruh setan). Tujuan ulama menulis bukan untuk tulisan sendiri tapi untuk perbaikan umatnya. Tapi ulama sufi memiliki jiwa jamali, yang menghendaki keindahan. Aforisme adalah bentuk keindahan dari nasihat. 

10 Aforisme

Berikut adalah 10 aforisme yang tertulis dalam MGS berdasarkan ingatan saya.

1. Air Laut itu diam tapi bisa digunakan untuk bersuci, juga bangkainya halal untuk dimakan. Ia tak akan bertambah meski air sungai tiap hari datang padanya. Dan tak juga terlihat berkurang ketika sebagiannya pergi meninggalkannya melalui sungai.

2. Ilmu tanpa Hakikat adalah Hujjah. Dan Hakikat didapatkan dengan ilmu dan ijtihad.

3. Robbul Izzati: Aku tak memiliki jubah Kemiskinan dan kefakiran maka datangilah Aku dengannya dan akan aku dekatkan dirimu dengan (orang-orang) miskin dan faqir.

4. Aku akan memberikan syafaatku kepada orang-orang yang membenciku, setelah itu murid-muridku.

5. Jika kau tak mendatangi jenazah dan orang yang sakit maka jubah sufimu hanya kebohongan.

6. Jika kau masih merasa ada orang yang lebih jahat darimu maka sebenarnya kau masih sombong.

7. Jika kau ingin diperhatikan Tuhanmu maka cintailah para kekasihnya, karena Tuhanmu kerap melihat hati para kekasihnya.

8. Ilmu itu ada dua, ilmu kasbi dan wahbi. Ilmu kasbi adalah kitab dan lisan para gurumu, datangilah keduanya. Dan berdzikirlah, maka Allah akan turunkan ilmu wahbi kepadamu (yaitu ilham atau ladunni).

9. Bentuk kepercayaan kepada keesaan Allah adalah engkau tahu bahwa baik dan buruk yang terjadi di sekitarmu semua adalah KehendakNya.

10. Jika melihat orang lain dengan ilmu maka kau akan pergi dan mendekat kepadaNya. Tapi jika kau melihatnya dengan hakikat kau akan memaafkan semua orang dan menjadikannya jalan menuju Allah.


Aforisme-aforisme seperti itu lebih efektif memersuasi pembaca untuk bergerak menuju perbaikan pribadi umat manusia ketimbang syair (dalam kitab Tanbihul Ghofilin, syair termasuk suatu tempat yang disukai setan, tapi ulama yang menulis syair, tahu benar bagaimana syairnya tidak dicampuri oleh pengaruh setan). Tujuan ulama menulis bukan untuk tulisan sendiri tapi untuk perbaikan umatnya. Tapi ulama sufi memiliki jiwa jamali, yang menghendaki keindahan. Aforisme adalah bentuk keindahan dari nasihat. 

Hadits-hadits yang memiliki motif aforisme adalah Hadits Qudsi. Seperti hadits ini:

"Aku jadikan pada tubuh anak Adam (manusia) itu qasrun (istana), di situ ada sadrun (dada), di dalam dada itu ada qalbu (tempat bolak balik ingatan), di dalamnya ada lagi fu'ad (jujur ingatannya), di dalamnya pula ada syagaf (kerinduan), di dalamnya lagi ada lubbun (merasa terlalu rindu), dan di dalam lubbun ada sirrun (rahasia), sedangkan di dalam sirrun ada "Aku". (*)







Tidak ada komentar:

Posting Komentar