Lukisan Magdalena K. Krusiak (L. 1977) Tanpa judul, oil on canvas 35x45 |
Transendensi yang Tertangguhkan
sejak engkau datang
mengendap masuk ke dalam
relung kamarku yang
pencahayaannya tidak begitu baik
sinar matamu membunuh
suara gelisah tetes air
yang menggila setiap
hampir menuju subuh
aku selalu menitipkan debar itu
di daun pintu, memperkirakan
selembut apa engkau menggerakkan
genggamannya
ada banyak molekul yang datang
mengisi apa yang tengah rapuh
lalu tumbuh dalam senyawa kebahagiaan
ada sang alkemis menyatukan cahaya dan kesunyian
dengan nada ritmis di telapak tangannya
kenapa sejak engkau munculkan
wajahmu di daun pintu
lantas menarik diri?
Anyer yang Tenang
Aku melihat laut yang tenang
Yang kau simpan dermaga kecil
Api dari cerobong pengeboran yang berkibar
Yang dinantikan kapal besar enggan berlabuh
Dalam yang tenang
Kau tautkan pula gemuruh dasar samudera
Ikan-ikan yang bergerombol sukacita
Bulan berdarah yang antarkan arus hingga pesisir
Arus yang tenang
Kau sentuhkan pada kaki gadis pelancong
Yang kesepian karena ditinggal kawin kekasihnya
Air matanya menambah asin air laut
Kau yang tenang
Mengapa hanya kusebut anyer
Aku kehilangan kau dalam perjalanan
Kemarin dalam arus besar yang macet
Kapal Besar
Ombak hakikat itu adalah penerapan ilmu fikihmu.
Namun disertai hati yang bening.
Menyucikan hatimu lebih penting dari tindakan amalmu
Raihlah samudera dengan kapal kecil makrifatmu
Mengalunlah seperti seruling angin
Jiwai kesendirianmu
Kau akan menemukan kapal besar
Cerobongnya adalah pengetahuan tentang kejahatan
Bergabunglah, dengannya melalui ikan-ikan berbaris
Orang jahat memiliki pengetahuan tentang kebaikan
Orang baik terjebak dengan kebaikannya sendiri
Yang kamu lakukan di kapal besar adalah meneliti
Tiap-tiap kesalahan ada hal-hal benar buatmu
Maka yang terpenting adalah upaya meninggalkan kejahatan
Dan kebaikan yang mandek, adalah kejahatan paling menyakitkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar