Minggu, 12 November 2023

ESAI

Solat Istisqo, Bintang Sirius dan Wali Jarak Dekat

M. Taufan Musonip



"Family" Gustav Klimft 
(1862-1918)



Musim panas telah usai. Hujan yang dirindukan telah datang. Karena datangnya disebabkan rindu, air hujan tak langsung pergi dari jalanan. Bahkan semalam atap rumah kami bocor. Tanara memainkannya riang gembira. Ini kali, anak ini sudah mengerti arti hujan. Setelah saya mengajarkan prinsip sederhana tentangnya:

"Yang menghidupkan segala yang hidup!"

Ia memainkan air lagi. Dengan jemari kecilnya seperti ingin bertanya: apakah ini datang langsung dari Allah Swt?

Ngaji tafsir Jalalain tetap dilakukan meski air hujan masih menggenang di pikiran kami antara senang dan repot. Senangnya, mencoba merasakan gembiranya kaum tani. Irigasi untuk sawahnya kembali lancar. Tanaman kebun kembali mekar. Air sumur kembali meningkat debitnya. Repotnya itu tadi, kami berhadapan dengan bocor dan banjir. Tapi repot dan senang seharusnya tak melupakan rasa syukur atas rahmat Allah melalui hujan.

Di kota tempat kami menjadi mukimin, tidak terlalu terpengaruh dengan musim kering kecuali keluhan suhu bumi yang tinggi. Itu pun hampir semua rumah memasang ac. Dan kebanyakan waktu kami bekerja di ruangan yang juga ber-ac. Ac ini salah satu penyebab efek rumah kaca. Menyebabkan debit air di Sungai Tigris dan Eufrat sebagai sungai kelahiran peradaban menurun drastis juga ratusan kilometer es di kutub utara mencair.

Kyai Zaki, Kyai muda pengampu Tafsir Jalalain tiba di masjid beberapa hari ini dengan berjalan kaki. Mengurangi emisi karbon, dan bisa berefek menurunkan berat badan. Beberapa hari sebelumnya beliau kerap berkelakar tentang musim kemarau. 

"Tak ada yang ngadain Istisqo!"

"Memang kenapa, Yai?" Tanya saya polos.

"Tes ketakwaan!" Katanya sambil tertawa.

Saya bertanya dalam hati, memang kenapa tidak ada yang mengadakan Istisqo. Apakah hubungan masyarakat kota dan desa sudah terputus? Bukankah beras yang kita makan di kota adalah beras dari desa yang olahannya ditentukan oleh debit air.


Tiga Alasan

Apa karena orang kota pegang uang, artinya tak peduli lagi kesulitan petani  menanam padi? yang penting dengan uangnya kita bisa membeli beras. Meskipun mungkin berasnya beras impor. Kemampuan finansial orang kota kadang melupakan dari mana makanannya berasal. Kemampuan finansial ini tidak pula langsung terhubung dengan kemampuan daya beli. Kemampuan finansial orang kota itu hanya kesadaran bahwa apapun akhirnya tentang uang. 

Beberapa daerah memang ada yang mengadakan Solat Istisqo. Saya membayangkan apakah orang-orang yang mengadakan solat Istisqo ini sesuai tuntunan hadist Nabi Saw? Yang dikaji dalam kitab Bajuri. Saya ingat solat istisqo itu berkebalikan dengan solat idul fitri. Jamaah solat istisqo memakai pakaian sehari-hari, tidak memakai perhiasan, membawa ternak yang antara indukan dan anakannya dipisahkan. Agar embikan anakannya, memancarkan belas kasihan. Di antara seruan istighfar sebanyak sembilan kali imam katib dalam khutbahnya.

Istisqo suatu perhelatan keagamaan yang cukup menarik sebenarnya. Orang sekarang jarang mengamalkan dan terkadang tertukar dengan Istigotsah. Istigoshah itu perhelatan dzikir akbar.

Jarangnya orang mengadakan solat Istisqo saat musim kering bisa jadi karena tiga alasan:

  • Ngaji kitab fiqih sudah tidak diminati.
  • Musim kemarau hanya dianggap siklus. Padahal seperti jemari Tanara bertanya tadi, semuanya terhubung kepada Kuasa Yang Menciptakannya.
  • Atau lahan pertanian yang langsung terhubung dengan kebutuhan makanan pokok sudah mulai banyak beralih fungsi.

Pagi itu kitab Jalalain melukiskan indahnya QS An-Najm ayat 49 tentang Bintang Sirius yang dijadikan sesembahan orang Arab Jahiliah. Ayatnya bermotif wau qosam, dalam Mubtada Khobar Jar Majrur. Menandakan bintang tersebut meski memiliki intensitas cahaya paling terang yang terletak di utara langit mengalahkan rasi-rasi bintang lain, sejatinya tetap milik Allah. Kyai Zaki, menghubungkannya dengan ayat 9 di surat yang sama saat Nabi Muhammad Saw (Selawat serta salam senantiasa tercurah pada Beliau Nabi yang Ummi, sebagaimana selawat ummi) menyaksikan Malak Jibril menemui beliau dengan wujud aslinya yang gagah, pada masa-masa awal penyampaian wahyu Al Qur'an. Di mana banyak ulama melukiskan penuhnya seluruh langit angkasa oleh tubuh perkasa Malak Jibril. Diriwayatkan Malak Jibril mendekat ke hadirat Nabi Saw hingga jarak dua busur panah, dan dua bentuk busur panah juga dimiliki Bintang Sirius itu. 

"Seperti pola gelombang suara, ada dua garis melengkung yang sama-sama diperjalankan, dan ada titik di mana kedua busur itu bertemu" Jelas Kyai Zaki. Nah, menurut beliau jarak titik temu antar dua busur itu adalah 49,9 tahun. Mewakili ayat 49 dan ayat 9 An Najm tadi.

Angka 49,9 itu menurut Kyai Zaki didapat dari bukti hitungan organisasi antariksa Nasa. Ini perlu dikonfirmasi lagi melalui literasi astronomi. Data ini benar-benar mengandalkan lisannya guru mufasir harian saya ini, suatu pengajaran dalam bentuk ilmu kasbi. Menemukan Khazanah Sains dalam Al Qur'an dan bersesuaian dengan bukti ilmiah modern memang suatu keindahan. 

Solat Istisqo juga suatu keindahan yang dihasilkan dari ilmu fiqih, mengamalkannya bersama masyarakat dan keberhasilan menurunkan hujan merupakan bentuk lain memahami dan berkomunikasi dengan alam semesta melalui Siapa Pemiliknya. Solat istisqo bisa dilakukan berulang-ulang dan berganti-ganti imamnya sebelum hujan benar-benar turun, pola seperti ini bisa berpotensi menemukan hadirnya seorang Wali Allah.


Uqudul Jumaan

Akan tetapi solat istisqo ini sudah jarang terdengar diselenggarakan. Masyarakat kita sudah sibuk membangun kota. Masyarakat kota dan masyarakat desa kini seperti dipisahkan oleh laut samudera. Orang kota hanya tahu uang tapi tidak tahu lagi di mana bahan makanannya ia dapatkan. Keadaan ini membuat susah sekali mencari seorang wali di tempat paling dekat. Dalam buku Penyembuhan Cara Sufi disebutkan, orang sufi yang tahu pentingnya kesehatan harus tahu di mana sayuran dan buah-buahan yang ia makan ditanam dan dipanen di mana. Uqudul Jumaan kitab dzikir Tarekat Qodiriyyah Wa Naqsabandiyyah Abah Anom adalah kitab kesehatan, lafad-lafad doanya adalah memohon kesehatan. Dikenalkan dzikir Allahumma Syafial Amrood.  

Sulitnya mendapatkan wali di tempat dekat itu sejalan dengan degradasi alam semesta. Karomah para wali itu sejalan dengan jumlah oksigen yang dilepaskan pohon-pohon besar di dalam hutan. juga melalui kesegaran buah-buahan dan sayuran.  Kasyafnya seorang wali itu adalah dua mata jagung burung-burung yang bersarang di pohon besar nan tua.

Dalam buku seorang filsuf yang kebetulan adalah seorang murid tarekat dikatakan, tentang tiga komponen dalam diri manusia sebagai fitrahnya: akal, syahwat dan ghodob. Ghodob itu alam semesta, suatu anugerah yang diberikan Pemiliknya menjadi benteng pertahanan manusia. Karena tiga unsur itu tak mendapatkan fitrah eksternalnya berupa Wahyu Kitab Suci, dalam refleksi yang menyeluruh dan mendalam, maka unsur alam semesta di berangus oleh syahwat kebendaan. Syahwat yang tidak terdidik yang menjungkalkan akal menjadi rasio ekonomi sesaat.

Mendidik syahwat itu memerlukan perjalanan. Awalnya seperti Syech Al Muhasibi berkata, "ketahuilah apa yang wajib mesti engkau jalani yaitu jalan keadilan dibanding jalan keutamaan." 

Jalan keadilan itu sabar dan warak. Sedangkan jalan keutamaan itu zuhud dan rida. Sabar dan warak itu perjalanan ilmu dan pengamalan. Dalam pengamalan ilmu diperlukan kesabaran dan kewaspadaan, ilmunya sendiri adalah penerang dari perjalanan penerapannya. Semakin konsisten (istiqomah) dalam perjalanan keadilan maka jalan keutamaan zuhud dan keridaanpun akan diperoleh. Sabar dan warak sangat diperlukan oleh faktor eksternal dalam bentuk ghodob itu. Cara menerapkan sumber ilmu dan terdidiknya hawa nafsu ke dalam ghodob itu sebutlah Akhlakul Karimah.*









 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar