Selasa, 03 Oktober 2023

ESAI

Hukum Paradoks dan Filsafat Kebahagiaan

M. Taufan Musonip


"Guru Mursyid mengembangkan layar ketahanan pangan kapal besar tarekatnya. Dan Anda bisa hanya mencicip sedikit, mengambil berkahnya. Atau memberikan jatah makan Anda pada kaum papa. 



"Crows in The Moonlight
After Ogata Korin" Lukisan Jepang Karya
Sakai Hoitsu

 


Tahukah Anda kisah seorang tukang cukur tua dalam kumpulan cerita berjudul Potret Manusia, yang menjadi mualaf namun hidupnya tragis. Ia ditinggal mati oleh istrinya dan lebih-lebih anaknya menjadi korban pembunuhan dan pemerkosaan. 

Ia mengalami trauma mental. Tapi tetap bekerja sebagai tukang cukur juga sebagai pemilik kios barber yang memimpin dua tukang cukur muda. Suatu kali sakit traumanya kambuh saat mengingat si anak gadis, ia kemudian menggorok leher pelanggannya sendiri.

M. Fudholi Zaeni piawai membuat cerita nuansa religi yang diselipkan ke dalam peristiwa yang simbol agamanya justru diperhalus bahkan sangat samar. Di dalam buku Kembali ke Akar Kembali ke Sumber, Fudholi adalah salah satu nama pelopor sastra profetik dan sufistik yang kental unsur transendennya. Transendensi itu bahasa asing, bahasa lokalnya adalah sare'at, suatu nilai-nilai kewahyuan yang bisa menghidupkan sistem kehidupan modern atau kontemporer.

Kalbu Nabi Saw

Cerita Salon Blanc itu mengandung semangat paradoks yang biasa disampaikan oleh ulama sufi. Orang masuk Islam dijamin kebahagiaannya, tapi tidak dengan Pak Tua si tukang gunting itu. Dalam budaya tarekat orang sehabis talqin dzikir tidak diiming-imingi kebahagiaan, ini keuntungannya. Jadi mereka diajarkan tidak memiliki harapan apa-apa. Islam menjamin kebahagiaan, tapi kalau belum masuk tarekat dia tak akan mendapatkan bekal filsafat kebahagiaan. Juga falsafah hukum paradoks itu sendiri: yang Ada, tiada. Yang kosong, isi. Yang Melihat, Buta. Yang benci dasarnya cinta, dsb. Dunia yang Ada adalah tiada jika penglihatan kita memakai penglihatan batin. Cara mudah memahami jenis paradoks ini adalah memejam mata saat berdzikir, apa yang ada di depan mata lahirmu menghilang, kini yang ada entitas yang disuguhkan imajimu, jika melakukan robithoh, Anda mungkin akan merasa ada di Bait Ka'bah. Jika tidak imaji anda akan liar seperti lamunan.

Inti filsafat kebahagiaan adalah isi kalbu Nabi Saw (Selawat dan salam selalu tercurah padanya Nabi yang Ummi) yang saat usia kanak-kanak dibelah jantungnya dibersihkan noktah hitamnya dan diisi dengan empat sifat, yaitu hilm, ilm, yaqin dan ridwan. Al Hilm dan Al Ilm menghadap pada dunia sedang Al Yaqin dan Al Ridwan kepada Allah. 

Hilm berhubungan dengan emosi, Al Ilm berhubungan dengan akal rasio, Al Yaqin berhubungan dengan akal kalbu (iman) sedang Al Ridwan dengan ridho. Orang Islam yang sudah masuk tarekat, dan dzikirnya berhasil akan memiliki keadaan jiwa yang sama saat senang maupun sedih. Ia ridho mengikuti af'alnya Allah. Olehnya ulama sufi kerap berwasiat agar membawa orang yang akan masuk Islam bersyahadat di hadapan ulama tarekat. Agar sekalian ia juga talqin dzikir.

Jiwa Al Ridwan yang musti diasah dalam dzikir juga akan dibenturkan kepada berbagai paradoks di dalam budaya masyarakat tarekat sendiri.

Paradoks yang nyata yang mudah dirasakan lagi-lagi, prihal makanan. Literatur sufi dan tabligh majelis sufi mengatakan pentingnya riyadhoh puasa, tapi kenyataannya makanan mengalir tak terkira. Seolah kita dipaksa bertanggung jawab atas melimpahnya makanan itu. Anda harus berani ambil bagian di reriungan makan tengah malam selepas manakib. Dan jika Allah menghendaki, kolesterol dan asam urat Anda akan meningkat. Tiba-tiba, kaki Anda bengkak dan tak bisa masuk kerja.

Anda harus segera tahu, makanan yang melimpah itu kasih sayang Guru Mursyid pada muridnya yang belum tentu setiap hari bisa makan. Guru Mursyid mengembangkan layar ketahanan pangan kapal besar tarekatnya. Dan Anda bisa hanya mencicip sedikit, mengambil berkahnya. Atau memberikan jatah makan Anda pada kaum papa. 

Al Ridwan

Paradoks yang kedua adalah wasiat Guru Mursyid tentang Akhlakul Adzima, dimanisfestasikan ke dalam pesan tertulis. Tiba-tiba kita akan merasakan, tak ada modelnya di dalam perkumpulan tarekat, sesuai wasiat itu. 

Ternyata ikhwan tarekat masih banyak yang pemarah, ada juga yang masih ego, ada yang malas mencari ilmu, hingga ada yang mengaku wali. Ada yang memisahkan diri, mengaku Mursyid. Bahkan dalam sejarahnya ada juga yang mengaku Nabi. Orang tarekat keinginan duniawinya adalah maqom spritual. Dalam tarekat orang-orang yang maqomnya tinggi justru tak mudah ditemui, lebih suka menyendiri atau berada di lingkungan elitnya (seperti wakil talqin, mubaligh, Pemangku Manakib atau ahlul bait Guru Mursyid, atau pelanjut Kemursyidan yang masih tersembunyi). Mungkin juga yang dimaksud lebih suka bergaul dengan orang non tarekat, orang awam. Sulitnya menemui orang sesuai bunyi wasiat Ahlakul Adzima karena ego Anda masih menutupi penglihatan batin Anda. Jadi jangan salahkan yang di luar. Salahkan diri sendiri. Itu tradisi dalam tarekat.

Keadaan itu bila disadari justru akan mempertajam batin Al Ridwan tadi. Dan sesungguhnya pula, meskipun Anda telah menggenggam ajimat dzikir paling unggul, toh Anda tetap berstatus sebagai manusia sebagaimana kawan-kawan dzikir Anda. Panduan sabar berkawan dengan siapapun, adalah mereka bagaimana masa depannya bukan masa sekarang atau yang telah lalu.

Dan percaya pada hukum paradoks membuat Anda akan lebih waspada. Jangan mudah percaya pada tawaran orang tentang kebahagiaan sebelum Anda memahami benar mengenai filsafat kebahagiaannya sendiri.(*)






Tidak ada komentar:

Posting Komentar