Kamis, 26 Oktober 2023

PUISI





Lukisan Karya Callida Rowles
Trancend (2018)



Aku Mencintai Pikiran-pikiranmu

M. Taufan Musonip


Aku mencintai pikiran-pikiranmu. Meski orang-orang tak mengerti dan bergerak seperti angin, menerbangkan halaman-halaman buku karanganmu

Aku menyukai saat-saat kau duduk

Di kamar ruang baca. Dengan jendela terbuka. Menceritakan pengajaran aristoteles yang suka mondar-mandir di hadap muridnya

Orang bodoh mengatakan aristoteles cerdas

Orang cerdas mengatakan aristoteles bingung. Orang bijak mengatakan aristoteles hanya memerlukan sahabat. 

Orang bodoh bernasib baik dibanding orang fasik. Mereka mencari guru sejati. Ingin menjadi si bodoh mutlak. Keduanya bergerak 

silang temu di taman plato.


Mereka yang beruntung adalah menemukan si gila di dalamnya. Yang bebas bicara metafisika, mahkota segala ilmu. Mereka yang beruntung terdiam mendengarkan pengajaran demi pengajaran. Si gila menenteng pedang keabadian. Siapa paham ilmunya, si gila akan menebas kepala si paham.

Aku mencintai pikiran-pikiran gilamu itu. Meski tak dimengerti oleh zaman. Dan tak bisa dibaca melalui jembatan, jalan-jalan dan gedung-gedung. Suatu yang kerap orang sebut sebagai kemajuan pembangunan.

Angin masuk bersama ciumanmu. Kau katakan ingin melamarku, aku tersipu. Kau genggam tanganku sementara di tangan kirimu tergenggam buku Whitehead. Lalu berbisik: aku ingin mencintaimu dengan ilmu



Penyair dan Simbol

M. Taufan Musonip


Tak pernah diceritakan penyair itu penakut. Karena ia memiliki sihir meramu simbol. Tak pernah diceritakan penyair tak mengetahui jalan benar. Karena bulu kuduknya terlatih mencium yang tersembunyi. Tak pernah diceritakan penyair itu tak peka kepada kaum tertindas. Karena kata-katanya hasil penyaksian atas Dia yang tak memiliki perbendaharaan kepapaan.

Jika penyair sudah tak peka. Hancur sudah dunia persilatan kata-kata dan makna.



Penyair dan Al Faqoh

M. Taufan Musonip


Bersiaplah Penyair!

Metaformu sekarang yang membutuhkan gagasanmu. Bukan sebaliknya. Masa Penyair Tukang sudah tidak ada lagi. Ombakmu adalah jubah majazimu. Sedang idemu adalah samudera.Terjanglah Pesisir transendenmu!

Bersama tanah-tanah leluhur yang terampas

Waktu menyelammu sudah habis. Mutiara hakikatmu takkan bersinar. Jika hanya diam di dasar samudera. Matangkan kata-katamu dengan Al Faqoh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar