Lukisan Syaiful Adnan Fisabilillah (1977) |
Puisi dan Fitrahnya
M. Taufan Musonip
Kemana perginya para penyair saat negerinya bergolak. Di mana bahasa simbolmu?
Penyair tak boleh lemah mengandalkan pemilu dan partai partai. Kebenaran itu adalah kesadaran yang harus dibangun setiap saat. Puisi bisa terus bicara, berita dan pidato politik tidak.
Puisi bisa terus berdzikir.
Ketika ulama dan intelektual dipaksa berhenti berpikir. Tapi apa yang menyebabkan puisimu tidak bicara?
Sejak kapan ia kehilangan fitrahnya?
Dimana Para Penyair?
M. Taufan Musonip
Jaman sulit biasanya melahirkan penyair jamrud. Indah dan tembus pandang.
Tapi yang didapat sekarang politisi. Tiap tahun dilahirkan tanpa ampun. Kata-katanya selalu mengalahkan sihir puisi.
Penyair semakin keruh. Karena politisi ada dalam dirinya, kata-katanya mati, karena sejak tahun-tahun orang mempertanyakan fungsi puisi. Ia jadi jamur alat produksi.
Di mana para penyair. Tahun tahun aku bertanya. Tahun tahun itu pula aku pergi mengembara mencari sepi.
Api Muhammad di Dada Penyair
M. Taufan Musonip
Bangunlah penyair!
Angkat pedang filsafatmu. Seka wajahmu dengan air rendaman bunga mawar dari doa hadoroh Mursyidmu.
Nyalakan Api Muhammad di dadamu
Berjalanlah sepi seperti kilat. Karomat kata-katamu ajimat. Menjadi adzan iqbal yang menggema. Membangunkan kesadaran kaum muda
Matahari ibumu,
Jauhkan diri dari ketakpastian buaian bapakmu. Pergilah keluar
Nyalakan api di tugu-tugu kota
Dan bersabdalah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar