Rabu, 06 September 2023

BUKU BUKU YANG SAYA BACA

Tanwirul Qulub sebagai Kitab Sahih Pegangan Kaum Sufi Tarekat 

---juga sebagai Buku Proses Kreatif Kepenulisan

M. Taufan Musonip



Sebab Guru Mursyid tidak membimbing murid-muridnya layaknya guru biasa, pendar cahaya kenabian di dalam ahlak dan keberkahannya akan menjadikan murid-muridnya meningkatkan intensitas ibadahnya, menghantarkan rasa haus dalam mencari ilmu. Hatta, murid itu hanya duduk hadir bersama Guru Mursyid.


Lukisan Jean-Michel Basquiat
"Untilted" 1985



Kitab Tanwirul Qulub ditulis oleh Syech Amin Al Kurdi. Yang dikatakan oleh Martin van Bruinessen dalam Buku Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat sebagai kitab yang tidak diketahui asal-usulnya bisa sampai ke dalam tradisi sufi di Indonesia. Martin mengatakan, nama Amin Al Kurdi tidak begitu populer dibandingkan kitabnya sendiri.

Akan tetapi di dalam Tanwirul Qulub, Syech Amin Al Kurdi menyebutkan namanya bagian dari silsilah Guru Mursyid Tarekat Naqsabandiyah. Dalam Tradisi Tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah Suryalaya, Tanwirul Qulub kerap disebut oleh para mubaligh dan Wakil Talqinnya, dan rasa-rasanya telah menyublim dalam lisan para ikhwannya. Seperti ungkapan ini:

"Wali Mursyid yang sudah meninggal dunia akan tetap membimbing para muridnya, bahkan berkah karomahnya semakin meningkat karena sudah tak terhalang lagi oleh hijab badani."

Ungkapan itu menjadi pegangan ikhwan TQN Suryalaya tetap setia pada Abah Anom Ra. Karena secara faktual memang Abah Anom tidak mengangkat penggantinya setelah beliau wafat. Meskipun terjadi juga perpecahan: golongan pertama adalah golongan yang meyakini kemursyidan berlanjut kepada salah satu Wakil Talqinnya yaitu Abdul Gaos Saeful Maslul juga ada yang berijtihad mengadakan Badal Talqin, untuk mencermati semakin berkurangnya jumlah wakil talqin. Hal ini sudah saya tulis dalam Esai: Memilih Mayoritas, Memilih Struktur yang Kuat.

Seni dan Sastra

Yang ingin dibahas dalam kesempatan kali ini yaitu kitab Tanwirul Qulub ini. Sebuah kitab yang lengkap, komprehensif dan sahih untuk dijadikan pegangan wajib bagi pegiat Tarekat Mu'tabar. Kenapa disebut lengkap dan komprehensif, karena pengarangnya menjadikan basis nash Al Qur'an dan Hadist serta dalil-dalil baik aqli maupun naqli untuk menerangkan istilah-istilah tasawuf. Bahkan hadits-hadits yang dikemukakan diberikan peringkat kesahihannya. 

Bab pembukanya adalah Bab Akal. Ini untuk memastikan bahwa Ilmu itu adalah awal dari segala bentuk amaliyah. Adab adalah ilmu yang telah diamalkan, sedangkan peradaban adalah totalitas keilmuan untuk membentuk suatu kemajuan masyarakat bangsa, tasawuf menyumbang kemajuan dibidang seni sastra, sejarah keberlangsungannya dimulai di pengujung masa yang lebih dikenal sebagai masa emas Islam di mana kaum pemikir tengah mendapatkan kritik dari kaum sufi sekira mulainya masa-masa kebangkitan Tradisi Filsafat Barat pada kisaran tahun 900-1400M atau Abad Pertengahan. Jika tradisi pemikir Islam melahirkan Peradaban sains dan teknologi maka tradisi kaum sufi melahirkan peradaban sastra dan kesenian. Masa ini kerap disalah artikan sebagai masa kemunduran filsafat Islam.

Tanwirul Qulub adalah kitab sufi yang lahir pada masa abad ke 20. Membuka mukadimah kitabnya dengan Bab Akal dengan membagi tiga kriteria Yang Wajib, Yang Mumkin dan Yang Mustahil. Akal dalam istilah tasawuf bukan terletak dalam rasio, akal adalah masa pencerahan atau terdidiknya nafsu. Sedang bergolaknya nafsu merupakan dorongan perbuatan hewani. Bolak baliknya energi cahaya dari nafsu yang tidak terdidik (hawa nafsu) menuju akal disebut Al Kolab, atau kalbu. Dalam ungkapan Ibnu Al Qoyyim Jauzi, yang diperangi Al Qur'an itu adalah Syaitan yang menumpang Nafsu Manusia, sedangkan Nafsu sendiri itu seperti Desire dalam istilah filsafat Barat sesuatu yang mendorong kreativitas, tapi kalau dalam Islam melampaui itu, "sesuatu yang mendorong untuk perbuatan yang disukai Allah."

"Kata "latihan spiritual" sebenarnya kurang tepat sebab spiritual itu selain tak sepadan dengan religiositas, juga bukan kata yang tepat untuk jenjang pencapaiannya, menjadi seorang sufi bukan hanya mendapatkan kekuatan spiritual yang bersifat tanpa struktur, tetapi juga menerima struktur religiositas (Syariat).

Dengan berbekal konsep akal yang dibahas sebagai mukadimahnya, pembaca Tanwirul Qulub akan menemukan betapa perjalanan menemukan mutiara ilmu tasawuf itu tak akan lepas dari filsafat Islam (mantiq), dimulai dari alasan apa yang mewajibkan umat Islam meyakini sifat 20 Allah, 4 sifat Nubuwah (Sidiq, Amanah, Tabligh, Fatonah) dan hal-hal apa yang menjadi mustahil dan mumkin bagi keduanya. Selanjutnya jika sudah memahami sifat 20 dan 4 Sifat Nubuwah, pembaca akan dibawa dalam perjalanan mengenal alam Barzakh, Padang Mahsyar, Telaga Nabi Muhammad, Telaga Kautsar, syafaat pada hari kiamat dll.

Riyadhoh

Sebagai kitab yang dilahirkan di lingkungan tarekat sudah pasti ia juga kerap mengingatkan pembaca untuk segera mencari Guru Mursyid, dituliskan oleh Syech Al Kurdi sekitar 20 kriteria yang mencirikan seorang Mursyid, tapi pada intinya ia yang memiliki ahlak dan karunia pendar cahaya Rosulullah Saw. Sebab Guru Mursyid tidak membimbing murid-muridnya layaknya guru biasa, pendar cahaya kenabian di dalam ahlak dan keberkahannya akan menjadikan murid-muridnya meningkatkan intensitas ibadahnya, menghantarkan rasa haus dalam mencari ilmu. Hatta, murid itu hanya duduk hadir bersama Guru Mursyid. 

Setelah itu barulah dianjurkan untuk melakukan latihan-latihan spiritual. Kata "latihan spiritual" sebenarnya kurang tepat sebab spiritual itu selain tak sepadan dengan religiositas, juga bukan kata yang tepat untuk jenjang pencapaiannya, menjadi seorang sufi bukan hanya mendapatkan kekuatan spiritual yang bersifat tanpa struktur, tetapi juga menerima struktur religiositas (Syariat). Olehnya istilah riyadhoh tak bisa mendapatkan padanan kata selain riyadhoh itu sendiri.


Penampakan Kitab
Tanwirul Qulub


Riyadhoh-riyadhoh dalam Tanwirul Qulub dimulai dari riyadhoh taubat, Takhliyah dan Tahliah, dan riyadhoh melepaskan diri dari angan-angan dan ketercelaan dunia. Ketiga Riyadhoh itu dijelaskan dengan teramat rinci, diperkuat dengan dalil-dalil Al Qur'an, Al hadits dan Nash para ulama. Tapi bagi pembaca yang menyukai dunia pemikiran pada riyadhoh yang disebutkan terakhir akan dirasakan pengetahuan agama semata yang biasa didapatkan dari taklim ustad di masjid-masjid seperti menghindari riya, takabur, atau gila jabatan. Pada jenis riyadhoh ini pembaca yang cenderung berlatar belakang pemikir memang harus sudah berada pada tahap melepas pakaian ego intelektualnya artinya teks-teks keagamaan yang terkadang nampak tidak berpengaruh pada pencapaian intelektual akan langsung ditampung oleh cerapan batin. 

Pada Riyadoh Taubat, Syech Amin al Kurdi menyebutkan pentingnya latihan taubat secara terus menerus. Sebab wali Allah itu tidak seperti Nabi yang maksum, ia berada dalam keadaan kalbu yang ingat dan lalai. Salah satu tanda hamba Allah dalam derajat Wali adalah seringnya ia kembali bersama Allah dalam Taubat. Dzikir adalah taubat itu sendiri. Yaitu upaya mengosongkan kalbu dari kelalaian dan nafsu duniawi (Riyadhoh Takhliyah dan Tahliah) seorang sufi akan mendapatkan jiwa Jamali, yaitu jiwa arif, meminjam terma Tanbih Abah Sepuh Ra, yang timbul dari kesucian atau bisa disebut Tajjali.

Pencapaian-pencapaian ruhani dalam riyadhoh itu akan sulit didapat jika tidak dibarengi riyadhoh bersama Guru Mursyid yang membimbing murid dalam puasa, mandi taubat, dan menghinakan diri dalam majelis-majelis sufi. 

Wajd

Dan puncaknya dari riyadhoh adalah pengalaman gila cinta. Yang dalam Tanwirul Qulub juga ada dasar Qur'aninya di antaranya, Al Baqarah: 165, Al Maidah: 54, Ali Imran:114. Juga hadits Bukhari yang berbunyi: Siapapun kalian tidak akan beriman sebelum ia benar-benar mencintai Allah dan Rasulnya melebihi cintanya kepada keluarga, harta dan semua manusia.

Gila cinta atau ekstase dalam bahasa sufi disebut Wajd, suatu keadaan dimana warid yaitu cahaya kenabian merasuki jiwa manusia yang awalnya mendapatkan inspirasi suatu gerakan perpindahan dari tempat yang gelap menuju zat serupa, hingga jika hal itu dijalankan menuju stasiun jauh, keindahan yang diserap si jiwa akan membuat tubuhnya merasakan hal yang aneh, dan pada stasiun itu juga ia akan merasakan tubuhnya tak lagi berguna, hanya karena ia masih hidup di alam badani, semua potensi badaninya ia sebarkan menjadi kerja amaliyah (Zuhd), bahkan bisa sampai pada keadaan melupakan kehormatan. 

Keindahan-keindahan yang dicapai dalam riyadhoh-riyadhoh bersama Guru Mursyid, ada yang dituliskan dalam bentuk syair, anekdot dan cerita-cerita dalam kitab fiksi para sufi. Hal itu merupakan karomah dan berkah pula. Artinya riyadhoh kelompok sufi adalah proses kreatif kepenulisan, untuk mendapatkan jiwa jamali tadi. Jiwa yang mengetahui cara menyampaikan kebenaran Qur'ani, melalui metode estetika.

Anekdot, syair dan fiksi adalah struktur, sedangkan riyadhoh bersama Guru Mursyid adalah transendensi. Penulis-penulis klasik seperti Fariduddin Attar, Syech Hakim Nizami, dan tentu juga Rumi merupakan Murid dari Guru Tarekat. Dikatakan Rumi dalam Buku Laila dan Majnun -bukan karangan Nizami, akan tetapi buku penulis modern yang merupakan kompilasi karya-karya sufi masa lalu, salah satunya karangan Nizami, yang didahului otobiografi penulis sufi- pernah menyepi berdua-duaan dengan Gurunya Syamsudin Tabriz sebelum karya-karya sufinya mekar. Di Indonesia ada juga penyair Hamzah Fansuri juga merupakan Murid Tarekat, masa pujangga baru ada Amir Hamzah pengikut Tarekat Naqsabandiyah.Pun penyair Indonesia modern seperti Sutardji Calzoum Bachri, sebagaimana disebutkan dalam Kembali ke Akar kembali ke Sumber (Abdul Hadi WM) pernah dinyatakan menghilang sebelum menulis buku kumpulan puisi terbarunya Kapak, yang kemudian kental akan jiwa sufistiknya?

Kemanakah Sutardji kala itu? Mungkinkah ia tergabung dalam kelompok tarekat dan melakukan riyadhoh seperti bimbingan dalam Tanwirul Qulub ini? 

Tanpa tarekat, berbagai bentuk latihan spiritual akan kehilangan tujuannya, meski mungkin akan sama-sama mendapatkan penyaksian dari salah satu keindahan Ilahi. Tujuan riyadhoh yang dianjurkan Guru Sufi adalah jiwa jamali yang menyentuh dan menghidupkan struktur teks menjadi karya seni untuk memuliakan dunia dan seisinya (khidmat) tentu harus selalu dalam keadaan mengingat Penciptanya (Dzikr).(*)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar