Rabu, 05 April 2023

BUKU-BUKU YANG SAYA BACA

Novel Wasripin dan Satinah: Sastra Profetik Bernuansa Tarekat

M. Taufan Musonip



"Suatu ketika Wasripin diajak melaut, karena gelombang ombak dia muntah, muntahannya di laut mengundang banyak ikan ke permukaan. Ikan-ikan mahal dan langka. 

 

Lukisan Karya N.C Wyeth
"Dark Harbour Fisherman" (1943)



Jika ada orang menyesalkan saya masuk tarekat jangan salahkan orang-orang tarekatnya tapi salahkan para penulis sohor Muhammadiyah yang menulis tentang Tasawuf. Misalnya Profesor Abdul Hadi WM yang menulis Buku Tasawuf yang Tertindas telaah atas karya-karya Hamzah Fansuri pengikut tarekat Qodiriyah. Dalam buku A Teeuw Antara Kelisanan dan Keberaksaraan, Hamzah Fansuri didaulat sebagai pelopor puisi modern indonesia. Dia juga penganut Wihdatul Wujud terkemuka di Indonesia. Syair-syairnya sangat Indah, apalagi disampaikan melalui kritik dalam perspektif akademik yang runut dari tangan penyair seperti Abdul Hadi WM. Buku lainnya dari tangan Abdul Hadi WM yang memengaruhi saya adalah, Heurmeunetika Estetika dan Religiusitas: Esai-esai Sastra Sufistik dan Seni Rupa.

Keindahan kerap menjebak manusia ke jalan yang sesat. Tapi jalan yang saya temukan ini tarekat. Dari jalan-jalan setapak yang ditunjukan buku-buku putih pengarang yang saya kagumi. Jadi sebenarnya mereka juga Mursyid. Hanya mereka tidak bertarekat. Saya tetap takzim ke mereka. Suma ila ruhi (fil jasadi), Al Fatihah. 

Sastra Profetik

Akhir-akhir ini juga saya tandas membaca buku Wasripin dan Satinah novel karya Kuntowijoyo. Bahasanya sangat mengalir dan humoris. Kuntowijoyo adalah pelopor Sastra Profetik, meski buku Maklumat Sastra Profetik belum saya baca. Dalam buku Muslim Tanpa Masjid pendaran sastra profetik terasa sinarnya. Sastra profetik itu diambil dari prophet, Nabi, jadi sebenarnya boleh saja disebut Sastra Wahyu. Juga merupakan hasil pemikiran filsafat yang menghasilkan perspektif Struktural Transenden. Cahaya Kenabian yang dicerap batin manusia menciptakan struktur bagaimana wahyu Al Qur'an diterapkan melalui struktur.

Dalam Wasripin dan Satinah, struktur yang dibangun Kuntowijoyo adalah struktur masyarakat bernegara dari mulai LKMD, partai politik hingga lembaga Presiden. Yang menjadi tokoh adalah manusia sebatangkara bernama Wasripin yang dipercaya bertemu Nabi Hidir dan bisa membantu menyembuhkan orang yang sakit dengan praktek pijat. Wasripin dianggap membawa keberuntungan warga nelayan dan dianggap kharismatik. Suatu ketika Wasripin diajak melaut, karena gelombang ombak dia muntah, muntahannya di laut mengundang banyak ikan ke permukaan. Ikan-ikan mahal dan langka. 


Foto milik orang lain yang belum
Diketahui sumbernya


Wasripin hidup di Surau yang ditinggali Pak Modin, seorang tarekat Rifaiyah. Yang juga kharismatik. Karena itu warga nelayan mencalonkannya menjadi Kepala Desa. Ia menang dalam pemilihan tapi tak ada lembaga negara pun yang setuju ia menjadi Kepala Desa. Karena dari kalangan bawah, yang dalam politik Orde Baru mengganggu kestabilan politik. Lembaga negara tingkat daerah menginginkan pemimpin yang melek politik dan kompromtif. Sedangkan Pak Modin orang desa yang jujur. Kepentingan politik mereka teraganggu, di lain sisi kepentingan politik warga desa nelayan pun terganggu. Mereka hanya menginginkan Wasripin dan Pak Modin jadi pemimpinnya yang selalu solutif dan tak bergincu. 

Elit politik lalu menamai kelompok Wasripin sebagai kelompok Golput yang mengancam kestabilan Negara. Wasripin dan Pak Modin bergantian ditangkap polisi dan tentara. Hingga akhirnya saat Wasripin akan menikah dengan Satinah gadis biduan pasar yang jatuh cinta saat pertama kali Wasripin tiba di kampung Nelayan. Wasripin diculik tentara padahal sejatinya ia akan mendapatkan bintang tanda jasa karena telah membantu membongkar kejahatan mafia kayu gelondongan.

Wasripin mati. Orang desa kerap bertawasul kepadanya. Setiap tawasul kepada Wasripin siapapun akan merasa selamat atau beruntung jika mengalami masalah. Pak Modin menganggap itu bukan kebaikan. Wasripin tidak boleh dianggap wasilah.

Tawasul

Suara Pak Modin adalah suara Muhammadiyah Kuntowijoyo. Tawasul tidak diminati Muhammadiyah. Tapi Kuntowijoyo asyik masuk dengan masyarakat irasional kampung nelayan: imajinasinya melimpah bahkan nampak terhanyut dalam fantasi sufistiknya. Iya, kalau tanpa sufisme cerita-cerita fiksi Islam kehilangan citra simbolik dari wahyu Al Qur'an. Kehilangan unsur tengil, santai dan humornya orang Islam.

Novel Wasripin dan Satinah bisa menjadi rekomendasi pengikut tarekat, bagaimana struktur itu penting. Orang tarekat itu tak terlalu menyukai struktur. Mereka menyukai karomah Guru Mursyidnya. Tak ada salahnya, dengan karomah itu justru hadir orang-orang susah. Agama Islam itu menyatukan orang kaya dan orang susah dan itu hanya ada dalam Tarekat.(*)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar