Minggu, 16 April 2023

BUKU BUKU YANG SAYA BACA

Buku Penyembuhan Cara Sufi: Mengalir dari Tarekat ke Perpustakaan

M. Taufan Musonip



Karya Fotografi
Franco Fontana
(1933)



"Kelisanan membangun komunitas. Keberaksaraan melahirkan perpustakaan."

Buku Indonesia: Antara Kelisanan dan Keberaksaraan. A. Teeuw.

 

Kutipan di atas mungkin nampak berbelok dari jalan yang tengah dilalui sufi tarekat. Terlalu kebarat-baratan, meski A. Teeuw seorang Indonesianis. Dan dalam bukunya ia membicarakan Syech Hamzah Fansuri penulis syair dari Barus, Aceh Darusalam yang dalam buku Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, V Bruinessen disebut-sebut sebagai pengikut tarekat Qodiriyah, juga dalam Buku Tasawuf yang Tertindas Abdul Hadi WM, dianggap penyair paling terkemuka yang memengaruhi penyair-penyair besar setelahnya katakanlah Amir Hamzah. Tapi dalam Pergaulan tarekat tidak pernah disebutkan nama besar penyair tersebut.

Tulisan ini belum akan memperkenalkan Syech Hamzah Fansuri. Yang ingin disampaikan di sini sebuah buku Penyembuhan Cara Sufi, Karya Syech Hakim Chisyti, Syech Mursyid Tarekat Chisytiyah.  Yang mengingatkan saya pada kutipan A. Teeuw di atas. Ternyata dengan buku tersebut, peradaban sufi bukan hanya melahirkan komunitas sufi tapi juga perpustakaan. Dan sedikit-sedikit mengingat pembahasan tentang kelisanan dan keberaksaraan A. Teeuw. A Teeuw itu orang Belanda, ia lebih memihak pada keberaksaraan sehingga ia mengatakan kurang lebih seperti ini:

Aku tak peduli penulisnya seperti apa, yang kuperhatikan adalah karyanya.


Miskatul Anwar

Islam tidak anti Barat. Perhatikan analogi tentang Miskatul Anwar yang sering dikutip dan ayatnya dibacakan baik solat maupun kegiatan-kegiatan dzikir seperti Khotaman dan Manakiban TQN -ini karena saya mengambil amaliyah dzikir metode di sini- sering dibacakan kurang lebih bunyi ayatnya:

Yang bahan bakarnya dari minyak Zaitun yang diberkati, yang pohonnya tidak tumbuh baik di timur maupun di barat (Q.S Al Nur 35).

Kalimat tidak tumbuh di Barat dan tidak di Timur itu justru ingin mengatakan kebaikan-kebaikan Timur dan Barat yang bisa diambil oleh Islam. Dan terminologi Timur dan Barat ini memang sering dipakai Al Qur'an untuk menyebutkan dua kekuatan peradaban dunia yang dulunya mungkin merujuk pada Persia dan Kerajaan Romawi. Dan dua kekuatan itu masih eksis sampai sekarang. Tapi peradaban Barat sekarang lah yang tengah mengalami kemajuan. Konon menurut para ahli kebudayaan dan ekonomi, peradaban Timur akan segera bangkit. Timur itu bisa jadi kebudayaan India, atau China. Islam sudah dijelaskan di atas ia bukan peradaban Timur atau Barat. Peradaban Islam mendamaikan keduanya.



Buku PCS Karya Agung
Syech Hakim Chisyti


Barat dan Timur itu bertemu dalam khazanah kehidupan sufistik. Yang membangun komunitas -dalam hal ini tarekat- dan juga perpustakaan.

Buku Penyembuhan Cara Sufi ditulis tahun 1999, saat Guru Mursyid saya masih hidup. Di dalamnya ada kutipan manqobah makan seorang guru mursyid yang hidup hingga usia 96 tahun dan tak pernah menyukai makanan enak. Cerita itu memang beredar di antara para ikhwan TQN termasuk para Ahlul Bait. Syech Hakim Chisyti (Semoga keduanya mendapat keberlimpahan kasih sayang dari Allah Swt) memang tidak menyebut nama Abah Anom Ra. yang memang sangat terkenal paling ikhlas bahkan ada yang menyebut Sulthon Auliya pada zamannya, Guru Mursyid Kamil Mukamil. 

Karena terbit pada abad 21 maka buku ini berlabuh di perpustakaan, sama halnya dengan Miftahus Shudur sudah diterjemaahkan ke dalam bahasa Indonesia dan dijual bebas di kios-kios buku Suryalaya. Dalam membedah secara lisan, ulama yang mendarasnya perlu waktu kurang lebih dua tahun tabaruk. Ini baik, tapi juga mengandung resiko: tidak familier dalam dunia perpustakaan, sebagaimana sejarah kitab-kitab kuning yang dianggap mitos kehadirannya oleh kaum orientalis, dianggap terputus dari jalan silsilah dan keaslian. V Bruinessen bahkan mengatakan kitab Tanwirul Qulub itu tidak ada dalam tradisi Naqsabandiyah di Indonesia, padahal ketika saya beli kitabnya, catatan pendahuluan dalam kitab tersebut jelas sekali mengemukakan silsilah Syech Amin Al Kurdi sebagai Mursyid Naqsabandiyah. Miftahus Shudur memang jauh dari kemungkinan itu, murid-muridnya sangat menjaga kitab tersebut dengan sering melakukan tabaruk dari lisan ulama yang mendapat ijazah pembacaan. 

Kitab Miftahus Shudur membuka jalan pertemuan dengan Guru Mursyid, juga ia bisa dibaca sendiri,  tambahan pemahaman Guru Mursyid atau wakilnya akan memberi jalan terang atas pemahaman pribadi. 

Seperti membaca buku Penyembuhan Cara Sufi (PCS) ini, Sang Mursyid membebaskan muridnya memberi pemahaman terhadap buku tersebut yang sebenarnya muaranya adalah tambahan keterampilan dalam hal ini keterampilan menyembuhkan.

Beda budaya perpustakaan dan budaya komunitas itu letaknya pada keberanian membaca buku sendiri. Tanpa bantuan pemahaman orang lain. Komunitas itu menghadirkan bedah buku, di mana pembicara membantu memberi pemahaman terhadap sebuah buku kepada audience.

Sufi Tarekat melahirkan dua budaya sekaligus, perpustakaan dan majelis tabaruk. Abah Anom Ra. Mendirikan kampus, di dalamnya ada perpustakaan juga ada pesantren yang kerap mengadakan manakib. Perpustakaan itu melatih keterampilan, sedang manakib melatih akhlak. Seharusnya terjadi pertukaran, konsentrasi murid yang mendapatkan ilmu ladunni mengonfirmasi ilmunya di Perpustakaan, bagi murid pegiat ilmu ilmiah mengonfirmasi melalui ladunni dengan meningkatkan intensitas berdzikir.

4 Esensi

Buku PCS itu buku perpustakaan yang di dalamnya membahas ilmu kesehatan dalam kacamata sufi, yang dalam perjalanannya melewati khazanah ilmu kedokteran barat. Syech Hakim Chisyti seperti seorang dokter yang paham sekali seluk beluk jalur organ pencernaan manusia. Saat makanan bereaksi dengan tubuh, meningkatkan laju metabolisme, melampaui ilmu kedokteran barat yang hanya bersandar pada puluhan enzim yang dihasilkan oleh organ hati. Padahal kedokteran timur dan barat sepakat ada ribuan hingga jutaan enzim yang diproduksi oleh hati. Maka Syech Chisyti mengatakan, ada alternatif lain untuk menyatakan seseorang sakit atau tidak yaitu dalam 4 esensi:

  1. Darah sifatnya panas dan basah 
  2. Lendir sifarnya dingin dan basah
  3. Empedu kecil sifatnya panas dan kering 
  4. Empedu besar sifatnya dingin dan kering.

Untuk mendeteksi orang sakit atau tidak tinggal mendeteksi keadaan 4 hal di atas, yang mudah diperiksa yaitu darah dan lendir. Sehingga akan mudah menentukan resep pengobatannya.

Syech Hakim Chisyti memulai tulisannya dengan pembahasan stasiun ruh dan nafs. Ia membagi maqom nafs hingga planet-planet ruang angkasa yang dihuni para malaikat dan maqom ruh terdiri empat langit. Tidak ada istilah langit Jabarut, Malakut atau lahut, kemungkinan karena buku ini terjemahan. Dan saya baru tahu ternyata maqom kreatif itu ada di planet Venus. Jadi jika ingin menggapainya mungkin perlu mempelajari sifat-sifat dan simbol galaksikal Planet yang berwarna putih cemerlang tersebut.

"Keahlian penyembuhan ini dibukukan menandakan Sufi itu membangun peradaban dunia. Peradaban itu karya yang mengalir kedua tempat, Perpustakaan untuk intelektual -ini berhubungan dengan eksistensi malaikat- tarekat untuk tujuan akhlakul karimah, sufi selain berakhlak harus memiliki keterampilan. Sebagaimana sufi-sufi masalalu yang menulis syair, berdagang dan tentu menulis kitab. Itu tidak hanya bisa dilakukan oleh Guru Mursyid, justru kita sebagai muridnya bisa mencontoh.

Pangersa Ua

Syech Chisyti juga tidak menyebut istilah Nur Muhammad ia lebih senang menyebut Cahaya kenabian untuk menggambarkan manifestasi kebaikan dan unsur positif manusia dan seluruh mahluk di bumi. Memang ada istilah yang menyebar di kalangan ikhwan TQN, Kemuhammadan itu ada pada Abah Anom sedangkan Kemusaan ada pada Abah Sepuh (ayahanda Abah Anom) sedangkan Ajengan Zezen Basyul Asyab yang dikenal dengan nama Pangersa Ua, mendaku diri Keyusufan. Cahaya Kenabian itu cahaya kemuhammadan pula, hanya ada titik berat ke karakter-karakter Nabi lainnya.

Dalam buku ini juga tidak dibahas masalah robithoh. Padahal dalam buku ini diceritakan mengenai riwayat Abu Bakar Sidiq yang kedatangan tamu yang membawa dua unta merah dan coklat. Jika Abu Bakar Sidiq bisa membuktikan solat khusyuk ia tinggal memilih salah satu untanya. Wal hasil Abu Bakar Sidiq gagal solat khusuk karena membayangkan unta mana yang akan dipilih. Syech Chisyti menekankan pentingnya memahami bacaan solat. Padahal robithoh bisa membantu orang solat lebih khusyuk. Khas Guru Mursyid yang menulis dalam kehati-hatian, karena maqom pembaca masih ditingkat awam. Dalam buku itu pun dikatakan dalam halaman-halaman awal pentingnya mencari Guru setelah membaca bukunya. Robithoh itu tak mudah dipahami kalangan awam, juga dzikir-dzikir metodik. Harus belajar secara lisan atau tatap muka dengan guru.

Buku ini juga bertabur resep-resep obat herbal dan ta'wiz -yang di Indonesia lebih dikenal dengan wafaq- juga makanan-makanan Nabi Saw (selawat serta salam senantiasa tercurah kepadanya) yang menyehatkan. 

Keahlian penyembuhan ini dibukukan menandakan Sufi itu membangun peradaban dunia. Peradaban itu karya yang mengalir kedua tempat, Perpustakaan untuk intelektual -ini berhubungan dengan eksistensi malaikat- tarekat untuk tujuan akhlakul karimah, sufi selain berakhlak harus memiliki keterampilan. Sebagaimana sufi-sufi masalalu yang menulis syair, berdagang dan tentu menulis kitab. Itu tidak hanya bisa dilakukan oleh Guru Mursyid, justru kita sebagai muridnya bisa mencontoh.

Ilmu adalah pondasi keterampilan yang membuat sufi akan terasa manfaatnya minimal untuk kalangan sufi sendiri. Dzauq, rasa, kita pandai merasakan Allah teramat dekat juga sejatinya keberadaan kita dapat dirasakan manusia dan mahluk lainnya.*

Allahu 'alam bisawab.



















Tidak ada komentar:

Posting Komentar