Jumat, 07 April 2023

ESAI

Ajengan Acep, Sang Pembakar Semangat

M. Taufan Musonip


"Jika ingin kaya jadikan sel-sel tubuh kita menerima kehadiran orang kaya.

Lukisan Karya Pablo Piccaso
"Personnage Serurre"
1931-42


Karena tidak ada teman yang bisa diajak ke Suryalaya, saya berangkat sendiri ingin menghadiri Manakib Sy. Sulton Auliya 11 Ramadhan 1444H. Perjalanan lancar. Tak ada kendala. Sepanjang jalan saya setel MKTM 9 yang dikirim Bang Sanin. Hikmat Ilmiyah Ajengan Acep selalu membakar semangat bergerak. Saya bisa melaju kecepatan 110km/jam. Ajengan Acep itu Kyai Muda akademisi pula. Ilmu tasawuf yang disampaikan selalu segar, bisa ditilik dari sisi sains, pokoknya kalangan muda bisa mudah menerima ilmu tasawuf jika mendengar Taklim beliau. Kenapa kalangan muda sulit menerima tasawuf mungkin karena perspektif-perspektifnya kurang segar. Jadilah jumlah pesantren tasawuf dari waktu ke waktu menyusut, data menyebutkan di Indonesia pesantren tasawuf tidak lebih dari lima tempat. Ingat istilah tipping point yang diutarakan Malcolm Gladwell, anak muda itu salah satu pemantik penyebaran gaya hidup. Tasawuf itu gaya hidup. Anak muda diperlukan hadir sebagai penyebar kebaikan konten-konten tasawuf.

Bahasa yang lugas dan mendalam membuat saya melihat Ajengan Acep seperti seorang filsuf mistikus. Seperti menjelaskan perkara ruh, beliau mengambil perumpamaan dengan Rih, yaitu angin. Menurutnya dalam bahasa arab bunyi kata yang mirip biasanya memiliki makna yang sama. Rih itu bisa memberi makna kata ruh, yaitu yang menggerakkan, yang membuat sesuatu ada. Rih juga bisa berarti noise, sesuatu yang mengganggu gelombang keterhubungan seorang manusia dengan Tuhannya. Angin itu yang menyebabkan api, juga sebenarnya cahaya. Angin dalam Miskatul Anwar sudah mengubah diri menjadi udara murni, beda dengan angin yang menghidupkan api unggun. Udara murni itu bekerja secara oksidasi, tenang dan pelan di atur oleh penyeimbang mekanik. Oksidasi ini tidak menyebabkan bahan bakar sisa. 

Kreatif Bukan Bekerja

Seharusnya semua yang disampaikan Ajengan muda yang memiliki nasab langsung ke Syech Muhyi melalui Pangeran Boros Ngora galunggung ini ditulis, seperti ceramah-ceramah Sokrates yang dicatat Plato dan murid-murid lainnya. Seorang Kyai tak harus pandai menulis. Jika pun pandai menulis, salah satu jamaah atau muridnya harus ada yang mau menuliskan agar apa yang luput dari pandangan ajengannya, tetap bisa terekam. Seperti misalnya akhlak dan riwayat hidupnya. Agar bisa sampai pada generasi-generasi selanjutnya.


Sosok Ajengan Acep A. Rijalullah

Quote Ajengan Acep yang bisa membuat semangat anak muda terbakar adalah: "Ulah sare wae berkarya!" Suatu puncak kalimat yang disulam dari respon-respon positif tarekat terhadap para ikhwannya. Kenapa ajengan acep tidak menyebut bekerja tapi berkarya? Karena ilmu makrifatnya, dari sifat Allah sebagai Sang Kreator. Pernah suatu ketika Nabi Isa diperintah Allah membuat burung dari tanah liat, dan burung itu atas kehendak Allah menjadi burung betulan. Lalu ada orang yang mengangkatnya ke derajat Tuhan. Padahal Kreasi Nabi Isa tidak orisinal, ia meniru burung yang sudah diciptakan Allah. Tapi meski begitu kita bisa paham bahwa Allah mengajarkan kreatifitas kepada Nabi Isa As. Kreatifitas itu kerja seni, menjangkau orisinalitas, walau dalam derajat insan hanya cukup disebut otentik. Seorang filsuf berkata: tak ada yang baru di kolong langit. Yang orisinal itu hanya milik Allah Swt. 

Ajengan Acep menyebut kreatif bukan bekerja. Karena kreatifitas mengandung kemandirian. Bekerja mengandung pengertian gerak mesin, saling menopang satu sama lain. Jika mesin ingin diperbarui, harus ada komponen yang kreatif. Kreatif itu soliter tidak bersifat sosial. Kegunaan hasil kreasi nanti yang membuat gerak sosial menjadi efektif.


Khidmat Amaliyah 

Quote lainnya dari ajengan Acep yang membakar semangat adalah berkhidmat Amaliyah lah dalam masyarakat atau komunitas. Sebenarnya kelanjutan dari to create tadi. Bidang-bidang ini bisa diisi oleh kemampuan-kemampuan realistis, seperti bisnis, sosial dan politik. Ajengan Acep mengibaratkan khidmat amaliyah ini dengan seorang sales atau pramuniaga yang senantiasa melayani pelanggannya secara all out. Berbuah rasa senang dari pelanggan. "Ilmu seperti itu ilmu tarekat, kenapa dimiliki orang lain (cina)?"

Kemampuan-kemampuan idealistis dalam to create bisa melalu aktifitas seni, seperti menulis syair, melukis dll. Kemampuan yang realistis dan idealis juga bisa dimiliki seorang insan sekaligus, contohnya Abah Anom Ra, ia menulis Miftahussudur tapi beliau juga menjadi kader Partai Politik. Khidmat Amaliyah Ajengan Acep artinya melayani manusia dengan ilmu. 

Ada juga Quote: Jika ingin kaya jadikan sel-sel tubuh kita menerima kehadiran orang kaya. Kita miskin karena sel kita selalu menolak spektrum kaya orang lain dengan iri dengki.

Suatu kali saya pernah mendengar Kyai muda di kampung saya menjelaskan sebuah riwayat ketika Siti Aisyah menjamu orang yang turun dari kendaraan dengan memberinya makan daripada pengemis yang diberikannya secuil roti. Kyai muda itu menjelaskan ini adalah prinsip proporsional, jika Siti Aisyah memberi tamu kayanya dengan secuil roti ia akan merasa tak dihormati. 

Sampai di Suryalaya saya tidak langsung ke Masjid Nurul Asror. Tapi mencoba menyelami buku-buku di kios-kios di jalan menuju Masjid. Saya terhenyak ketika mendapat Buku Tanbih dari Masa ke Masa. Ternyata ada buku yang menafsirkan Tanbih karya Abah Sepuh Ra. Itu. Di dalam pengantarnya ditulis bahwa menulis buku tentang Tanbih itu diwarnai pengaruh-pengaruh buku modern. Para ikhwan yang pernah risau sulitnya menerapkan Tanbih bisa mencoba mempelajari dari perspektif buku ini, menerapkan Tanbih seharusnya dengan Ilmu. Ilmu Ladunni yang dipertemukan dengan ilmu ilmiyah. (*)


Note: Semua Qoute sudah saya modifikasi kata-katanya tidak percis sama dengan yang diutarakan langsung oleh Ajengan Acep.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar