Jumat, 28 April 2023

RENUNGAN PAGI

Perjalanan Menuju Allah dengan Cinta

--- Hadirnya Muroqobah dan Guru Mursyid

M. Taufan Musonip



يَعْلَمُ خَآئِنَةَ الْاَ عْيُنِ وَمَا تُخْفِى الصُّدُوْرُ

"Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang tersembunyi dalam dada." (QS. 40-19).



Lukisan Karya Ilie Krasovschi
Berbagai Cara Suguhan Minum Kopi Para Pelukis


Ibnul Qoyyim Jauziyah dalam Kitab Madariju As-Salikin menakwil ayat 19 Surat Ghafir tersebut dengan istilah Muroqobah, suatu kata yang akrab didengar dalam majelis kaum sufi. Muroqobah, itu singkatnya keakraban hamba dengan Allah Swt dengan ikatan cinta. Keakraban dengan cinta ini diperikan oleh Ibnul Qoyyim dalam lima tingkatan:

  1. Perjalanan cinta Menuju-Nya
  2. Menyebut-nyebut namaNya dalam tiap helaan nafas.
  3. PengagunganNya
  4. Kelanjutan perjalanannya
  5. Menentang apa yang dibenciNya

Langkah-langkah tersebut tak bisa dilakukan sendiri, mesti disertai pembimbing. Pembimbing akan mengantarkan pada Yang Dicintai dengan menemukan terlebih dahulu manisnya iman, sumbernya adalah Hadits ini:

“Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan apabila engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim)

Jika diawasi dengan pandangan penuh cinta, akan timbul rasa kasmaran. Baik yang Dicintai maupun yang mencintai. Menemukan jiwa Dzauq (merasakan) itu perlu bimbingan dari orang yang sudah mengetahui saripati mencintai. Bagaimana bisa menyebut-nyebut nama Allah dalam helaan nafas saat mata lahir dan pikiran kita bersekongkol untuk mendamba dunia, sehingga bila perut kita ini gua bawah tanah, rasanya lautan melalui sungainya pun bisa dihabiskan untuk menghilangkan rasa haus. Jika tubuh ini sepanjang bumi dari timur hingga ke barat rasanya gunung-gunung dan hutan pun ingin kita miliki sendiri. 


Helaan Nafas itu kehilangan makna saat dunia masih ada dalam benak kita. Nafas itu sejatinya berbeda dengan oksigen atau udara, nafas adalah tarikan tubuh kita terhadap Dzat Yang Maha Menjaga, Yang Maha Mengawasi, Juga Yang Maha Ada. Jika kita mengambil nafas untuk makna yang agung ini, maka sel yang membangun organ tubuh akan senantiasa menyebut NamaNya. Hanya karena hijab dunia, ruh tak mampu menyapa badan. Dunia dan seisinya seyogianya digunakan untuk pelayanan terhadap manusia agar senantiasa menjadi media untuk berdzikir kepada Allah. 

Membuat kopi yang nikmat dengan kaidah-kaidah keilmuan menyeduh kopi untuk menyuguhkan kepada tamu kita adalah bentuk khidmat kepada Allah Swt. Biarkan rasa nikmat kopi menyentuh ruh orang yang kita layani.

Pembimbing (Guru Mursyid) akan mengajarkan praktik Muroqobah dengan mengawali perjalanan melalui stasiun yang di dalamnya terdapat kabin bagasi perbekalan yang kita miliki. Pejalan harus melepaskan diri dari ketergantungan terhadap perbekalan dan harta benda yang sudah ditinggalkan untuk sementara agar saat pulang Sang Pejalan akan memiliki makna baru tentang kepemilikan.

Setiap perjalanan ruh kita diikat dalam Wa'tasimu Bihablillah, hanya untuk mengingat namaNya, saat mata melihat lingkup pohon cemara yang indah, bukit-bukit dan punggung gunung yang hijau, petani yang menyendiri berjalan menuju sawahnya, gubuk-gubuk pesawahan yang suwung, menara-menara listrik yang gagah menghantarkan terang ke rumah-rumah baik di kota maupun desa. Guru Mursyidmu senantiasa berada di sampingmu meski raganya menanti di stasiun akhir perjalanan. Kecepatan ruhnya melebihi kecepatan kereta yang kita tumpangi, dia mengantar kita di stasiun pemberangkatan sekaligus menjemput kita di stasiun akhir. Kecepatan ruh itu adalah bukti cinta-Nya kepada kita. 

Suatu kali dalam Musyawarah Burung, kitab prosa-puitik karya Attar yang masyur itu diceritakan kisah Nabi Yaqub As. yang bersedih karena kehilangan Nabi Yusuf. Tangis kehilangannya membuat Nabi Yaqub kehilangan mata lahirnya, lidahnya selalu menyebut nama anak kesayangannya itu hingga membuat Malak Jibril menegurnya, katanya:

"Jika kau menyebut lagi nama Yusuf, maka aku akan menghapusmu dari daftar para Nabi Allah,"

Kehilangan Yusuf kehilangan yang besar buat Yaqub, dia penerus kenabiannya, anak paling salih dari semua anak-anaknya yang lain, maka ia geser menyebut nama anaknya itu dari lidah ke kalbunya, hingga dalam mimpi ia melihat Yusuf, suara degupnya yang selalu menyebut nama Yusuf itu begitu nyaring terdengar hingga ia memukul-mukul dadanya, karena merasa malu atas teguran Malak Jibril sebelumnya. 

Dengan sayapnya yang seluas ufuk barat hingga ke timur itu Malak Jibril kembali ke muka Nabi Yaqub dengan berkata:

"Jika degup jantungmu tetap saja memanggil nama Yusuf, berkah segala pertaubatanmu kepada Allah akan segera dihapuskan."

Begitulah jika kita ingin menyelam ke dalam lautan Muroqobah bersama Allah, kita harus tarik keluar semua jiwa kebendaan dalam diri kita. Dan sejatinya jiwa kebendaan itu sudah menyatu dalam degup jantung ini, sebagaimana Yaqub yang kehilangan Yusuf dalam bimbingan Jibril, kita memerlukan Guru Mursyid untuk mengeluarkan segala hasrat kebendaan yang mengganggu perjalanan cinta kita kepada Allah.

Perjalanan dengan atau tanpa cinta kepada Allah tetap harus dilalui. Kita tak mungkin memilih tanpa cinta.(*)













Tidak ada komentar:

Posting Komentar