Senin, 21 Agustus 2023

CERPEN

 Sam dan Buku-buku Babonnya

M. Taufan Musonip


"Tiba-tiba ia berpikir apa artinya bukunya buat masyarakatnya. Berita tentang korupsi masih merajalela, bahkan kaum mafia di negeri ini masih menjadi pusat kembangnya Negara Bangsa yang ia sebut itu.

"Horizon" karya fotografer Jepang
Saka Yu

 

Seorang Guru Besar dalam masa tuanya, tengah duduk di antara buku-buku babon karangannya. Hari-harinya memang dihabiskan menganggur seperti itu. Terkadang ia tak memedulikan lagi kesehatannya, ia merokok hanya agar bisa melepaskan kepenatan. Tak peduli lagi akan menurunnya fungsi paru-paru.

Di satu sisi ia memperjuangkan rasionalisme, tapi di sisi lain kalau soal rokok, ia berpihak kepada metafisika: paru-paru akan berdamai dengan rokok sejauh digunakan untuk berpikir. Selamanya akan baik-baik saja sampai mati.

Tapi rasanya ia mencurigai adanya gangguan kreatif block di otaknya alias anti klimaks, karena karangan-karangannya sebelumnya telah hampir menghabiskan rasa intelektualnya selama ia hidup, rasanya dalam perjalanan intelektualnya sampai setua itu tidak lagi ia sanggup menemukan hal baru. 

Sekarang yang ada dalam hatinya hanya ingin bermalas-malasan. Tapi itu juga yang terkadang menyerangnya di hari-hari menganggurnya, ia kadang tiba-tiba terbangun dengan mengompol. Atau terbangun dengan perasaan penuh kecemasan. Istrinya saja sudah tak bisa mendamaikannya. Padahal ia sudah mendapat nasihat terbaik dari istrinya itu:

"Karya-karyamu itu cukup buatmu, bukan saja kau yang harus bangga. Kami semua bangga padamu," lalu dipeluknya ia, sejenak ia merasa nyaman.

***


Tapi kata-kata itu ia ulang di lidahnya. Ia merayap-rayap di antara karya-karya babonnya itu, meniup debu pada jilidnya. Lalu diusap-usapnya. Ia terkenang saat terbit buku-bukunya, semua orang menghormatinya. Ia tersenyum, bayang senyumnya terpantul di kaca jendela.

Ia pun membuka kliping, tentang berbagai kalangan yang telah menanggapi karyanya. Orang-orang besar di bidangnya. Ia menangisi kenangannya. Dulu bahkan orang-orang besar itu datang kepadanya, memujinya. Ia juga menghormati semua pengkritik. Pengkritik itu pula yang membantu semua karyanya di kenal. 

Ia menangis dalam mengingat hal lain pula. Kenapa orang-orang itu tak lagi menengoknya. Ia merasakan dirinya sudah redup. Muncul lagi pertanyaan yang lebih mengganggu kedamaiannya itu. 

"Redup, hahaha," tiba-tiba ia tertawa. Ia menganggap perasaan itu memalukan untuk diperluas di dalam jiwanya. Guru Besar tak akan pernah merasakan hal itu penting.

Kemudian sejurus dengan itu sambil mematikan rokoknya ia menoleh ke jalanan. Ia tinggal di kamar lantai tiga. Rumahnya di perkotaan, strategis. Arsitekturnya bagus meski sudah termasuk rumah tua. Ada mobil polisi dengan sirine mengejar penjahat, dan seorang anak muda jalan di trotoar dengan santainya seolah tak pernah ada kejadian apa-apa.

Ia kembali mengambil sebuah bukunya berjudul: Negara Bangsa dan Anak Muda. Ditulis lebih dari tiga puluh tahun yang lalu. Tiba-tiba ia berpikir apa artinya bukunya buat masyarakatnya. Berita tentang korupsi masih merajalela, bahkan kaum mafia di negeri ini masih menjadi pusat kembangnya Negara Bangsa yang ia sebut itu.

***

Ia kembali terduduk di meja tulisnya. Piyamanya sudah bau tembakau. Istrinya sedang bersama anak-anaknya.

Laptopnya di bukanya lah, ingin lah dia mencari seberapa banyak karyanya dibahas kaum muda. Ia ketik judul-judul bukunya di kotak pencarian google. Sam, akhir namanya disebut dalam tulisan ini di bagian akhir, terkejut tak ada yang membahas karyanya dalam kegiatan bedah buku atau seminar apapun. Bahkan dalam kegiatan di kampusnya.

Sam merasa dirinya kini sangat tak berguna dan ia melihat bukunya itu sudah tak disebut masyarakat hampir lebih dari 15 tahun yang lalu. Tapi ia tak mau menyerah, sekarang di kotak pencarian ditulis namanya. Ia tersenyum ada namanya dalam sebuah blog anak muda. Dari situ sampai semalam suntuk ia meneliti tulisan anak muda itu. Anak muda itu sungguh jenius, ia pandai memasukan nama dan tulisan di bukunya ke dalam kalimat pemahamannya dalam setiap ingin mencapai tujuan paragraf dan semua isi tulisan. 

Dan pernah terlihat mengulas bukunya satu paper penuh. Yang perlu ia nilai sekarang apakah anak muda itu sudah menjadi Samean? Sebutan untuk pembaca yang terpengaruh oleh karyanya, seperti halnya Nietzschean, Heideggerian, Iqbalian dsb. Ia tak mungkin menyimpulkan hanya dalam beberapa tulisan.

Maka ia teliti blog itu hingga sebulan lamanya, lalu ia melihat dengan mata berkaca-kaca ternyata  Dr. Gulam muridnya lah yang paling banyak disebut oleh Anak Muda penulis itu. Dan ia sangat mengagungkan si India itu. Padahal anak muda itupun bukan penulis terkenal, hanya seorang penulis autodidak, meski jenius. Anak muda itu menjadikan tulisannya hanya waktu tempat ia bersantai sesungguhnya ia sibuk dalam pekerjaannya sebagai seorang ahli nuklir. Seperti ditulis dalam biografi naratifnya.

Penting sekali anak muda itu bagi Sam kali ini. Padahal dahulu ia hanya berminat pada tulisan-tulisan yang mengambil namanya di koran-koran besar. Ia juga kini tak percaya buku-bukunya itu abadi. Meski semua bukunya lahir di kampusnya.(*)







Tidak ada komentar:

Posting Komentar