Senin, 21 Agustus 2023

ESAI

Al Madzjdubussalikin sebagai Pintu Masuk Menjadi Murid Tarekat

--- Cara Mudah Mengamalkan Amaliyah Harian dalam Kitab Ibadah

M Taufan Musonip



Gunung Fuji, Sebuah Karya Fotografi
Dari Yamaguchi Prefecture



"Tentang talqin dzikir falsafahnya ada dalam buku Miftahus Shudur, jika masih malas membacanya, baca hadits Nabi Saw tentang talqin dzikir yang kalimatnya berbentuk Fiil Mudhori: yang akan mati itu, bukan hanya ditujukan kepada orang yang sedang sakaratul maut, orang sehat pun sama-sama akan mati

 

Jika seseorang diberi kitab Ibadah milik Abah Anom Ra. Ada tiga kemungkinan reaksi seseorang itu jika ia menolaknya. Pertama, jika dia orang pintar (ahli baca) merasa buku itu tidak ada apa-apanya hanya berisi amaliyah solat dari bangun tidur hingga tidur lagi. Kedua, jika orang berpengetahuan, yaitu orang yang tahu kalau tuntunan ibadah solat yang dirunut di dalamnya ternyata diberlakukan juga di Inabah, asrama bagi para pemakai narkoba, merasa tak layak untuk mengamalkannya. Ketiga, orang malas ibadah, yang baru mengamalkan solat lima waktu dan baru tahu beberapa solat sunnah di luar solat rawatib, akan menganggap amaliyah dalam kitab tsb sangat berat.

Jika dijumlah solat yang dianjurkan dikerjakan oleh kitab ibadah maksimal: 90 rakaat per hari. Dengan solat yang dianggap paling berat adalah solat tasbih 4 rakaat dua kali salam, karena harus membaca tasbih tiap-tiap rakaat 75 kali. 

Fiil Mudhori

Tarekat Qodiriyah wan Naqsabandiyah tidak mengamalkan dzikir tasbih, karena sudah menjalankan dzikir paling afdol yaitu Laa ilaha Ilallah jumlahnya 165. Mengenai kenapa harus 165, silahkan baca buku Bidayatussalikin karangan Ajengan Citungku. Kalau malas mencari buku atau membacanya cukup percaya hal ini: 1 simbol untuk Ihsan, 6 untuk rukun Iman, 5 untuk rukun Islam. 

Simbol rukun agama Islam itu disebut dalam hadits sohih Bukhori secara bersamaan artinya tidak bisa dicicil, misalnya cukup jalankan dulu Iman dan Islam, ihsan nanti setelah fiqih dikuasai. Tidak bisa, karena Allah sudah menganugerahkan manusia badan, akal, dan kalbu yang semuanya harus beribadah, badan untuk syariat (Fiqih), akal untuk fikir (Aqidah) dan kalbu untuk dzikir (Tasawuf).

Dzikir tasbih diamalkan dalam solat tasbih, dzikir selepas solat diganti dzikir yang ditalqin Guru Mursyid. Dzikir tasbih dan talqin, sama-sama dzikir tarekat, hanya yang tasbih terputus sanadnya. Maka lebih utama mengamalkan dzikir talqin. Tentang talqin dzikir falsafahnya ada dalam buku Miftahus Shudur, jika masih malas membacanya, baca hadits Nabi Saw tentang talqin dzikir yang kalimatnya berbentuk Fiil Mudhori: yang akan mati itu, bukan hanya ditujukan kepada orang yang sedang sakaratul maut, orang sehat pun sama-sama akan mati. Lebih baik belajar dzikir sedang sehat dari pada dibimbing saat sedang sakratul maut.

Dari reaksi jenis orang yang tadi membaca buku Ibadah, orang yang merasa terpikat akan Pesona Al Madjzdubussalikin lah, yang akan menerima dan mudah mengamalkan isinya. Seperti dalam Tanwirul Qulub, Al Madjzub As Salikin adalah suatu pengalaman terpikatnya seorang murid bahkan sebelum mengamalkan dzikirnya. Misalnya ia terpikat pada hentakan suara dzikir jahar di masjid Sang Mursyid, atau guyubnya komunitas sufi di dalamnya dan yang paling indah adalah melihat wajah Sang Mursyid, jadi salah satu ciri Mursyid yang sah secara silsilah adalah pesona wajahnya, yang membuat calon murid mencintainya dan bisa membuat siapapun mudah bertaubat. Puisi Rumi yang indah dan masyur seluruh dunia itu adalah lambang perihnya kerinduan seorang murid kepada gurunya. Isinya tentang kerinduan Maula Rumi kepada Syam I Tabriz, Mursyidnya.

Di makam Mama Falak salah satu Mursyid TQN jalur Pagentongan Bogor saya pernah bertemu dengan Mursyid penerusnya, Syech Hakim. Cahaya wajahnya memancar tenang, membuat kami yang pertama kali menemuinya tak bisa bercakap-cakap kecuali beliau lebih dulu bertanya. Saya pikir diamnya murid di hadapan Mursyidnya bukan pengetahuan. Ternyata hal itu pengetahuan dari segala pengetahuan buahnya wirid Yaa Khofial Luthfi Adzrikni Bilutfikal Khoffiyi. Adab diam itu diperlihatkan oleh Mentor Ziarah saya Ustad Taufik. Atau beliau saat itu memang mengalami Al Madjzdubussalikin itu.

Jika keterpikatan itu tidak didapatkan dalam pesona Guru Mursyid karena kendala menemuinya, atau kalbu kita belum bisa menerima nilai estetika dari suara dzikir kaum sufi dan guyubnya, biasanya Murid yang diizinkan Allah menerima tarikan Sang Guru bisa dirasakan melalui mimpi, melalui ilmu, musibah atau apa saja sebagai Robbul Izzati, yang menjadi taufik hidayah bagi sang murid. 

Adab

Jika awalnya adalah Al Madjzbussalikin, maka semua akan mudah dilalui, egonya adalah ego cinta murid kepada Mursyid, semua imajinya adalah bayang-bayang eksistensi Sang Guru, ia akan mendapatkan kenikmatan Ibadah tuntunan Guru Mursyid, meski seribu rokaat seharipun, ia akan jalani.

Ia sudah terpikat, ia sudah ke tahap awal ekstase. Ekstase sufi itu bukan sekadar dalam syairnya tapi dalam ibadahnya. Setelah keluar dari tahap imaji ia akan memasuki fase haus, yaitu rasa yang sangat haus akan pengetahuan, ia akan mendatangi guru-guru dibidang fiqih agar ia bisa memenuhi keinginan Sang Kekasih dari sisi hukum, jika mabuk dalam mengamalkan ilmu fiqih maka akan lahir adab melayani Allah. Adab dalam khazanah sufi adalah haus keterpisahan dengan selain Allah. Semua mahluk yang ia datangi adalah tempat melayani Allah. Tempat menyimpan keridhoan dan ridhonya Allah.

Jika ia mabuk dalam ilmu tauhid ia akan haus akan ilmu makrifat Allah Swt. 

Buku Ibadah yang amaliyahnya dijalankan para pecandu narkoba, untuk mengobati mabuk dalam maksiat dengan ekstase ilahi yaitu mendidik nafsu untuk merasakan nikmat beribadah, setelah itu pahami esensi nikmatnya. 

Memahami buku Ibadah yang tipis dan diperuntukkan untuk pecandu narkoba, merefleksikan diri si pembaca dan pengamal sebagai tak lebih baik dari mereka yang pernah terjun dalam lembah dosa.

Siapa menjamin diri yang sepertinya baik ini akan selamanya baik di masa depan sampai akhir hayat?(*)



 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar