Senin, 14 Agustus 2023

ESAI POLITIK TAREKAT

Term Bodoh dari KH Beben Muhammad Dabbas dan Pendekatannya

M Taufan Musonip


"Dalam dunia tarekat, Islam itu nyata sebagai wadah berbaurnya kaum kaya, intelektuil dan fakir miskin bahkan di dalam Tanbih menjadi perhatian khusus, "Mereka menjadi (kaum) fakir miskin bukan kehendak sendiri, namun itulah kodrat Tuhan.


Lukisan Karya
Ganesh Kumal Perumal
Alone (Artography)

 


KH Beben Muhammad Dabbas dalam Manakib Rawa Lintah pernah berkata:

"Lebih baik bergaul dengan orang miskin, kalau dengan orang kaya, akan selamanya jadi babu. Lebih baik bergaul dengan orang bodoh, orang bodoh karyanya berkah, lihatlah jembatan, jalan dan gedung-gedung,"

Lain hal dengan Waktal Sirojudin Ruyani, pernah berkata:

"Al Faqir itu, cenderung pada kurangnya ilmu. Karenanya alim selalu mengatakannya, beda dengan miskin. Miskin itu duniawi."

Beliau menyampaikan dengan nada berseloroh.

KH Beben, menyebut faqir miskin seperti bernada pembelaan. Senada dengan Ali Syariati dalam Mahzab, Pemikiran dan Aksi, kaum elit pembela, menginventarisir kebendaan yang melambangkan peradaban maju sebagai hasil tangan kaum lemah. Memang kaum lemah harus dibela, itu pesan Al Qur'an. 

KH Beben Itu Sunni dan Ali Syariati itu Syiah 12 Imam. Apa salahnya, jika melihatnya dalam perspektif ilmu, bukan politik. Sunni dan Syiah melahirkan peradaban keilmuan. Pada tahun di mana Rezim Kesultanan Iran jatuh yang didukung Amerika, Indonesia sempat membela politik Syiah Iran. Dan pada tahun 1990an menjelang reformasi, mahasiswa banyak belajar dari buku-buku Syiah, dan juga aktifis pergerakan Iran tahun-tahun menjelang 70an terinspirasi gerakan Sukarno di Indonesia. Ilmu tidak bisa dihalang-halangi dengan sekat-sekat politik.


Perhatian Khusus

Wacana KH Beben dalam Manakib Rawa Lintah, mengajak kaum intelektuil Islam menyelam dalam lautan Tarekat. Dalam dunia tarekat, Islam itu nyata sebagai wadah berbaurnya kaum kaya, intelektuil dan fakir miskin bahkan di dalam Tanbih menjadi perhatian khusus, "Mereka menjadi (kaum) fakir miskin bukan kehendak sendiri, namun itulah kodrat Tuhan." Tanbih mengajak orang kaya dan intelektual menyayangi fakir miskin.

Itu dari sisi duniawi, dari sisi ukhrowi, Ajengan yang merupakan cicit salah satu Wali Masyur dari tarekat Syatariah Pamijahan itu sengaja mengambil term 'bodoh' dibanding fakir atau miskin. Term bodoh ini wadah pembauran keilmuan. Intelektuil, orang kaya dan kaum papa dalam lautan tarekat sama-sama harus memiliki kesadaran sebagai orang bodoh. Kata bodoh lebih tepat untuk memberi motivasi kepada para penuntut ilmu. Landasannya sesuai dengan ilmu adab tasawuf yang mengajarkan fana fi Mursyid, yang paling mudah dipahami adalah metamorfosa keilmuan Fariduddin Attar dalam Mantiq At-Tayr, sebenarnya juga dalam Tanwirul Qulub (Naqsabandiyah) atau Penyembuhan Cara Sufi (Chistiyah) atau Miftahus Shudur, dirangkum oleh buku kumpulan anekdot dan biografi wali sufi Laila dan Majnun menjadi: Ego-intelek-imajinasi-rasa haus pengetahuan-Rasa haus akan keterpisahan-rasa haus akan persatuan. 

Semiotika

Tanpa metamorfosa itu, kebodohan tak akan mengandung pelajaran dan hikmah. Kebodohan tanpa hikmah itu kemandegan pada titik pencapaian. Sinyal kebodohan seperti itu juga bisa ditangkap dalam pengakuan suatu keberhasilan. Kebodohan dalam istilah Ajengan Beben itu berafiliasi pada kata tawadhu. Tawadhu itu bagai kepompong yang menggantung pada satu tali larva sendirian dalam semiotika Tarekat Abah Anom Ra. Manusia Sejati harus sering merasa sendiri dengan Ilmu Allah -tidak tergantung pada lingkungan yang tidak mendukungnya menjadi seorang pembelajar. Kebodohan yang tak pandai mengambil hikmah dan pelajaran disebut bodoh jahil. Tak berafiliasi dengan Ilmu Allah yang tak mengenal batas. 

Contoh orang yang disebut Fana Fi Mursyid dalam menerima curahan ilmu secara pasrah adalah Abu Hurairah Ra. ia menjalankan metamorfosa keilmuan Attar tadi, ia masuk Islam pada usia 40an, termasuk golongan Bani Shuffah, yang menjadi rujukan komunitas Sufi sekarang, tinggal di emperan masjid yang kebanyakan ditinggali kaum fakir miskin, ingin mengejar ketertinggalan Ilmu Islam (ego) dengan melebur dalam eksistensi Rasulullah Saw (imajinasi-intelek), kemanapun Beliau pergi Abu Hurairah selalu mengikutinya (keterpisahan dan kebersatuan) hingga ia hapal lebih dari lima ribu hadits mengungguli Istri Nabi sendiri Siti Aisyah dan para Sahabat.(*)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar