Rabu, 08 Maret 2023

ESAI

Solat Nisyfu Sa'ban di Al Ihsan
M. Taufan Musonip


"Akhirnya saya ingin bilang di sini untuk Bang Sanin dengan penuh rasa hormat: Bahwa saya mungkin tak bisa memenuhi selera semua orang, tapi saya akan terus mencoba menulis, tak ada lain maksudnya hanya untuk merekam kehadiran orang-orang baik. Dan lebih dari itu semua saya hanya ingin menjadi sahabat."

Lukisan Dmitriy Kanayev
Arista Azerbaijan (1983).



Solat Nisyfu Sa'ban 100 rokaat di Al Ihsan diselesaikan selama kurang lebih dua jam. Dikerjakan secara berjamaah lebih nikmat. Yang menjadi imam adalah Pak Jaya, beliau memimpin secara ekspres. Kalau kata Ajengan Acep A. Rijalullah melebih kecepatan cahaya, karena qolbunya berdenyut khofi.

Hadirin saat itu yang saya kenal namanya, Pak Jaya, Pak Ateng Sardi, dan Bang Sanin. Pak Jaya dan Pak Ateng cukup berbaur dengan masyarakat, pelaksanaan Solat Nisfu Sa'ban ba'da Magrib memanggil ustad NU, dan berdzikir tradisi NU, membaca Surat Yasiin tiga kali dan solat Nisyfu Sa'bannya dua rakaat. Pembauran itu membuat warga sekitar tak merasa terganggu dengan Ikhwan TQN yang terkenal dengan dzikir kerasnya.


Semangat

Selepas Isya kami melanjutkan 98 rokaat. Bang Sanin rajin menghitung salam demi salam dengan tasbih digital. Sehingga tak ada salah hitung. Dan kami bisa menyelesaikannya. 

Dari kiri ke kanan: Pak Jaya, Pak H Ateng Sardi dan Bang Sanin



Tausiyah Ustad NU di Al Ihsan sejalan dengan Web TQN Suryalaya mengenai solat Nisyfu Sa'ban: berharap amal kebaikan saat ditutupnya catatan perjalanan selama satu tahun, juga saat dibukanya untuk setahun ke depan. Video Abah Anom viral di kalangan ikhwan TQN, berpesan agar tak mengeluh apa lagi mengurangi jumlah rokaat, menurut beliau, solat 100 rokaat dibanding apa yang Allah berikan kepada kita selama hidup, belum ada apa-apanya. Jadi video itu membuat Para Ikhwan TQN semangat melakukannya. Solat 100 rokaat Nisyfu Sa'ban ini pun tercatat dalam kitab Goniyah karya Syech Qutb Abd. Qodir Jaelani dan Ihya Ulumuddin.

Sehabis solat Nisyfu  Sa'ban kami ngopi dan makan besar. Berkah ngaji di TQN itu adalah tak pernah merasa perut kosong saat pulang. Saya membawa kopi Lintong, Bang Sanin membagi ke beberapa orang. Salah satunya Al Mukarom H. Ateng, Bang Sanin menuang terlalu banyak. Sehingga Al Mukarom membawanya pulang. Entah suka atau tidak kopinya, semoga beliau suka.

Tulisan-Tulisan Saya

Saya pulang sebelum yang lain mulai membubarkan diri. Sambil pamit pulang Bang Sanin bercerita, soal tulisan-tulisan saya yang kurang bisa dimengerti kalangan umum. Saya dengarkan saja. Dalam perjalanan saya berpikir, bagaimana caranya tulisan saya bisa dimengerti semua orang. Kita lihat saja prosesnya. Walaupun pada akhirnya saya mungkin tak bisa memenuhi selera semua orang, tapi saya akan terus mencoba menulis, tak ada lain maksudnya hanya untuk merekam kehadiran orang-orang baik. Dan lebih dari itu semua saya hanya ingin menjadi sahabat.

Memang banyak sekali tulisan/buku yang tak bisa dimengerti, mungkin karena latar pendidikan yang berbeda, dan itu sudah saya tuliskan dalam Tiga Sentrum Pendidikan di Suryalaya. Saya bukan dari Pesantren atau sekolah agama, mengenal ilmu tasawuf dari Puisi-puisi sufi yang sulit dimengerti karena bahasa isyarat yang diambil dari pengalaman ruhani mereka. Atau mungkin karena saya memang bodoh saja. Apakah si bodoh ini, tetap diterima sebagai sahabat, karena tak bisa nulis sesuai harapan semua orang?(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar