Jumat, 31 Maret 2023

ESAI

Dakwah Suasana, Dakwah Syiar, 

Dakwah Estetik

M. Taufan Musonip


"Olehnya puisi Islam dan sastra pesantren membangun suasana Islam tanpa harus terbuka mengajak orang beriman dan mengenal Islam seperti misionaris.


Lukisan Karya Piotr Topolski
(Pelukis Polandia L. 1960)




Pernah diceritakan Ajengan Zezen Zaenal Abidin Bazul Ashab kesal ketika bulan ramadhan ia mendapati anak muda merokok di dalam angkot. Ajengan memendam kesalnya dan hanya berdoa, sambil terus memandang anak tersebut. Si anak muda kemudian mematikan rokoknya.

Ajengan Zezen pun berhenti merokok bukan karena dilarang Abah Anom Ra. yang tak pernah merokok. Tapi justru diberi rokok Jarum Super, baru tiga kali kenyot Ajengan Zezen merasa puyeng, padahal teman-temannya di madrasah waktu itu dibagi rokok juga, tidak ada yang puyeng. Ajengan Zezen sampai pamit tiduran di lantai atas madrasah padahal waktu itu berkumandang adzan Ashar (kalau tidak dhuhur).

Kalau Ini penuturan dari Ajengan Acep A. Rijalullah dalam manakib di Rawa Lintah: Wakil Talkin lain seperti Ajengan Nur Anom Mubarok pernah musyafahah dengan Abah Anom. Abah Anom kepada Ajengan Nur berkata: "Masih betah keneh hirup di dunya?" (Masih betah juga hidup di dunia?). Seseorang bertanya kepada Ajengan Nur ---yang masih sepupu Abah Anom, tentang maksud Sang Guru Mursyid berbicara seperti itu? Ajengan Nur remongso, kalau dia diwarning abah karena sudah candu dengan rokok. Tidak diceritakan apakah Ajengan Nur ketika itu langsung berhenti merokok.


Lebih Berat ke Amar Makruf

Cerita lain juga dari Ajengan Acep, suatu ketika Abah Anom pernah mendapati seorang santrinya tidak puasa dan makan tanpa rasa malu di depan kobong. Abah Anom hanya berkata: "Tuangna di lebet wae Cep," si santri malu bukan kepalang.

Ustadz Zaenal salah satu penggerak Dakwah TQN di Rawa Lintah pernah juga bercerita saat menginap di kediaman Ajengan Acep yang tidak dibangunkan solat subuh karena semalam habis begadang. Solat subuhnya bablas dibangunkan ketika akan sarapan. Ustadz Zaenal mengaku sangat malu.

Dakwah TQN itu dakwah suasana. "Lebih berat ke Amar Makrufnya," ujar Ajengan Acep. Tapi tak ada salahnya mereka yang berat ke Nahyi Mungkarnya. Tapi TQN memang berdakwah dengan kasih sayang. Bahkan ada salah satu dosen dalam Upgrading 2 LDTQN mengatakan, dakwah TQN adalah dakwah mendengar. Karena Guru Mursyidnya dulu adalah konselor orang-orang susah.

Abah Anom juga pernah mendapat keluhan dari seorang muridnya yang seorang sineas. Ia bingung bagaimana bisa berdzikir sedang dia bekerja di dunia film yang kebanyakan orangnya tidak solat. Guru Mursyidnya hanya berkata, hadapkan dirimu pada dunia, sedang hatimu ke Allah. Sineas itu tidak berhenti bekerja, terus berdzikir dan buat film.

Dakwah suasana itu dakwah syiar. Saya pernah mendengar seorang budayawan Islam pernah berkata: orang yang tertarik masuk Islam itu karena suasananya. Seperti ada orang non muslim masuk Islam karena melihat orang Islam berduyun-duyun antre berwudhu. WS. Rendra masuk Islam karena membaca Barjanzi, katanya Barjanzinya saja Indah bagaimana Al Qur'annya.


Keindahan Dari Allah

Dakwah syiar itu dakwah estetika. Bisa jadi, menurut Kuntowijoyo orang Islam naik derajat keimanannya karena melihat lukisan kaligrafi atau musik Dangdut Rhoma Irama. Bisa jadi orang non muslim tertarik kepada Islam karena keramahan orang Islam seperti keramahan-keramahan yang dicontohkan para Guru Mursyid dan tentu yang Mulia Nabi Saw (selawat dan salam senantiasa tercurah kepadanya). 

Dakwah estetika sering diulik budayawan dan sastrawan Islam. Mereka di antaranya Kuntowijoyo, novelnya Wasripin dan Satinah menceritakan perjalanan hidup seorang wali. Abdul Hadi WM menulis kumpulan esai tentang Puisi Hamzah Fansuri (seorang pengikut tarekat Qodiriyah), dalam buku Tasawuf yang Tertindas atau Ali Audah, dalam buku Dari Khazanah Dunia Islam, banyak mendedah sejauh mana batasan-batasan Islam dalam merancang kreatifitas.

Dua tokoh pertama adalah tokoh Muhammadiyah, sedang Ali Audah belum saya lacak latar belakangnya. Dua paling awal banyak sekali karya sufinya, sufisme adalah pintu imajinatif karena ia adalah filsafat Islam yang membuka jalan metafisika mistik yang memancing kreatifitas. Olehnya puisi Islam dan sastra pesantren membangun suasana Islam tanpa harus terbuka mengajak orang beriman dan mengenal Islam seperti misionaris.

Keyakinan orang Aswaja juga berkata, memandang Guru Mursyid dan para wali bisa membuat orang awam bertaubat. Guru Mursyid dan para Auliya Allah itu keindahan dari Allah yang tiada taranya.(*)











Tidak ada komentar:

Posting Komentar