Sabtu, 18 Maret 2023

RENUNGAN PAGI


Peradaban Islam: Allah, Nabi dan Mahluk


Lukisan karya Eyvind Earle
"Central Park"



اَمَّا السَّفِيۡنَةُ فَكَانَتۡ لِمَسٰكِيۡنَ يَعۡمَلُوۡنَ فِى الۡبَحۡرِ فَاَرَدْتُّ اَنۡ اَعِيۡبَهَا وَكَانَ وَرَآءَهُمۡ مَّلِكٌ يَّاۡخُذُ كُلَّ سَفِيۡنَةٍ غَصۡبًا‏  ٧٩

Adapun perahu itu adalah milik orang miskin yang bekerja di laut; aku bermaksud merusaknya, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang akan merampas setiap perahu. QS Alkahf:79

Orang cerdik-pandai sering kali menyebut kata peradaban dalam diskusi tv, tulisan atau percakapan sehari-harinya. Seolah peradaban itu segalanya bagi manusia modern. Apa sih peradaban itu?


Bagi budaya barat istilah peradaban bersumber pada etika barat. Etika barat itu berpijak pada kumpulan-kumpulan pengetahuan, yang ditujukan untuk kepentingan kekuatan manusia berhadapan dengan alam semesta. Puncaknya ilmu-ilmu psikoanalisa tentang ego. Tentang aku-nya manusia. Ilmu psikoanalisa membentuk manusia ego untuk melanggengkan ide, dari realitas.           

 

           

Tapi bagi Islam peradaban memiliki arti sendiri. Berikut uraian tafsir Tazkiatun Nafs Ibnul Qoyim Jauziyah dalam kitab Madariju As-Salikin, untuk QS Alkahf:79 adab itu dibagi 3: Adab kepada Allah, adab kepada Nabi Allah Saw dan adab kepada mahluk. Indahnya tafsir sufi Ibnul Qoyim Jauziyah selalu menyiratkan angka tiga untuk pembahasan inti sebuah ayat, tanda yang mewakili 3 unsur pengetahuan: Ihsan, Iman dan Islam. Angka tiga juga mewakili, system epistemologi Islam dalam Al Qur’an, indera, rasio dan intuisi. Juga mewakili prinsip Aswaja: Gazaliyah, Asyari/maturidiyah dan Imam 4 Mahzab. Dalam pengetahuan barat ada juga istilah triad psikoanalisa, realitas-cermin-simbol.

Adab dalam Islam harus terhubung kepada eksistensi Allah. Sehingga ego manusia dalam adab adalah egonya Allah. Adab terhadap Allah dibentuk dalam 3 prinsip pula menurut Ibnul Qoyim: yaitu (1) adab bermuamalah kepada Allah agar terhindar dari kekurangan, (2) adab menjaga hati agar tidak berpaling kepada selain-Nya (3)adab berkehendak agar tidak tergantung kepada yang dibenci Allah. Untuk memperkuat adab-adab tersebut manusia Islam harus memperkaya ilmu agama melalui Sunnah Rosul sebagai tanda adab kepada Nabi Saw. Sehingga akan muncul kepribadian Islam yang menghasilkan para ahli dalam peradaban sbb : (1) Ahli dunia di antaranya ahli retorika, sastra, bahasa, nasab para raja, ilmu, dan syair. (2) Ahli agama, di antaranya yang ahli melatih jiwa, mendidik anggota tubuh, menjaga hukum dan meninggalkan nafsu. (3) Ahli khusus yang memiliki kepandaian menyucikan hati, poin ini seperti ditujukan pada ahli-ahli dzikir kaum sufi.

Adab bersama Allah juga dicerminkan dalam akhlak Nabi Khidr saat dalam perjalanan kasyaf bersama Nabi Musa As, nabi Khidr menyebut “aku melubangi perahu…” padahal tindakan itu didorong berdasarkan petunjuk dari Allah Swt.

Kita kerap terbalik, saat melakukan pekerjaan sesuai bimbingan Allah, kita alfa menyebut Allah yang mengerjakan kebaikan itu, “aku berhasil membangun Masjid belum setahun,” padahal segala kebaikan bersumber dari Allah. Kalau melakukan keburukan yang berdampak pada nasib buruk, akan mengeluh “coba kalau tidak begini…” kita lupa segala keburukan walau qodo dan qodarnya dari Allah, itu bersumber dari kita.           

Ketidaksadaran tsb sangat dikhawatirkan oleh Rasulullah tercinta kita semua (selawat serta salam senantiasa kita curahkan kepada Beliau), beliau menangis dari Syaddad bin Aus Ra, “aku sangat khawatir sekiranya umatku tertimpa kesyirikan dan syahwat tersembunyi…. Syirik tersembunyi itu nyatanya adalah riya. Kenapa Beliau sampai menangis, karena syirik kecil sering tak disadari, mengisi hati orang-orang yang berbuat baik, yang perbuatan baiknya disandarkan kepada diri sendiri, bukan kepada Allah Swt. Mengisi hati dengan Allah, perlu latihan, latihan seperti ini ada dalam kelas-kelas riyadhoh sufi (tasawuf amali).(*)   


Tidak ada komentar:

Posting Komentar