Sabtu, 11 Maret 2023

RENUNGAN PAGI

Cinta, Takut dan Harapan

Rails (2015) Oil on Canvas Painting
Karya: Jeff Belleros




اُولٰٓئِكَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ يَبْتَغُوْنَ اِلٰى رَبِّهِمُ الْوَسِيْلَةَ اَيُّهُمْ اَقْرَبُ وَيَرْجُوْنَ رَحْمَتَهٗ وَيَخَا فُوْنَ عَذَا بَهٗ ۗ اِنَّ عَذَا بَ رَبِّكَ كَا نَ مَحْذُوْرًا

"Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah). Mereka mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya. Sungguh, azab Tuhanmu itu sesuatu yang (harus) ditakuti."
(QS. Al-Isra' 17: Ayat 57)


Ibn Al Qoyyim Jauziyah menjelaskan makna وَيَرْجُوْنَ dari kata Raja' yaitu harapan. Harapan kepada allah terpaut pada dua kata lain: cinta dan takut. Cinta dan takut itu membentangkan jalan agar harapan taqorub ilallah tercapai. 

Jalan seperti apa yang akan kita lalui untuk berjalan kepada rahmat Allah? 

Jalan disini mengandung arti tempat dan subjek yang berjalan: siapa berjalan di muka bumi ini dengan perasaan cinta dan takut kepada Allah, maka ia akan menemukan jalan kepadaNya.  

Seperti apa cinta dan takut itu membimbing kita menemukan jalan menuju Allah?

Setiap orang mudah bilang cinta kepada seseorang, tapi di belakangnya dia mengutarakan cinta kepada yang lainnya. Seseorang mengaku takut terhadap sesuatu, tapi takutnya tak pernah dirasakan dalam waktu yang lama. Misalnya ada seseorang pobia kecoak, dia hanya takut saat bau dan geli merayapnya dirasakannya, padahal yang merayap belum tentu kecoak. Bau apak juga bisa dari apa saja, misalnya bau dari pakaian yang lama tak kering.

Cinta kepada Allah adalah cinta yang tak dapat diduakan, dan takutnya kepada Allah itu tak terbatas ruang dan waktu. Mendapatkan rasa seperti itu perlu berguru. Apa ciri orang yang sudah benar-benar cinta dan takut kepada Allah? 

Tentu pada akhlaknya. Ahlak seperti apa? Ahlak yang tecermin pada dirinya saat sendiri atau sedang ramai. Ada orang kelihatan akhlaknya baik tapi tetap korupsi, atau berbuat maksiat. Ahlak itu harus diuji saat sendiri, saat dalam kelompok yang sejalan. Buktinya ada banyak orang yang berlomba-berlomba dalam keburukan. Ahlak yang bersifat kondisional itu akhlak orang munafik, seperti ditulis dalam Al Qur'an: setelah mereka kembali, mereka akan membelakangi.

Orang munafik dalam pandangan Allah itu sejajar dengan orang kafir, sama-sama masuk neraka Jahannam. 

Jadi kita harus mencari guru yang pandai merasa Allah selalu mengawasi. Guru yang bisa kita datangi dan ajukan pertanyaan. Bukan Guru dalam tulisan atau video sebab dalam tulisan dan video akan ada realitas yang terbuang, imajineri yang dihasilkan video dan tulisan berpotensi membunuh rasa takut dan cinta kepada Allah. Kecuali tulisan yang mendorong pertemuan kita kepada Guru, Guru adalah simbol dari realitas yang bisa menemukan bagian realitas lain yang terbuang saat terserap ke dalam bahasa baik tulisan maupun tutur.

Bahkan Guru ini, akan mengantarkan kita kepada realitas utuh tentang dunia tanpa ada yang hilang dengan belajar berdzikir dan berdiam. Dalam Ilmu psikoanalisa untuk mencapai ini, kita harus kembali ke masa balita 0-6 bulan.

Mari kita cari Guru yang tahu rasa disaksikan oleh Allah baik sendiri maupun sedang dalam keramaian. Seperti orang tua kita mencarinya hingga rela berjalan kaki, menembus gunung samudera dan menantang badai. Mirip Nabi Musa mencari Nabi Khidir.*






Tidak ada komentar:

Posting Komentar