Minggu, 05 Maret 2023

RENUNGAN PAGI

Nikmat, Pujian dan Syukur


Penyair-penyair sufi syair-syairnya ad-dzikr, karena hatinya senantiasa berpaut kepada Allah. Ia tahu nikmatnya mengingat dan memuji Kekasihnya. Ad-dzikr itu bentuk syukur kepada Allah.

Lukisan Hyperrealisme
Karya An-Jung Hwan


وَاِ ذْ تَاَ ذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَاَ زِيْدَنَّـكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَا بِيْ لَشَدِيْدٌ

"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat."

(QS. Ibrahim 14: Ayat 7)


    Ibnu Qoyyim Jauziyah menafsirkan ayat di atas dengan mengambil dua kata untuk memaknai kata syukur yaitu: nikmat dan pujian. 


    Nikmat, harus diketahui dalam bentuk rasa sedangkan pujian dalam bentuk makrifat. Seseorang tidak akan pernah tahu nikmatnya kopi Gayo jika ia tak pernah merasakannya. Rasa yang dipakai untuk memaknai nikmatnya kopi bersumber pada indera sensorik. Indera sensorik tak dapat mengetahui rasa nikmat beribadah, kenikmatan beribadah dapat diketahui dengan rasa-intuisi atau kalbu yang pandai menghubungkan rasa nikmat dengan Yang Menciptakan rasa nikmat, nikmat kopi Gayo bisa bernilai ibadah jika kenikmatannya dihubungkan dengan Yang Maha Memberi Nikmat.

    Kalbu yang mengetahui rasa nikmat, adalah kalbu yang selalu memuji Allah. Nikmat itu pengetahuan, jika hanya sensorik indera yang mengetahui kenikmatan tidak akan berbuah syukur, bahkan secara indera pun bisa tidak meraih nikmatnya. Kopi Gayo akan tidak terasa nikmat jika dicecap saat kita sedang membenci seseorang. Rasa luka akan berbuah nikmat kalau kita hadirkan kalbu yang mengetahui, ada kalanya musibah akan membuat kita akan berubah menjadi lebih baik, gangguan yang membuat kita batal untuk pergi ke suatu tempat kemungkinan Allah tengah mencegah kita dari musibah di depan kita.

    Nikmat dan pujian kepada Yang Memberi nikmat akan berbuah syukur,  dan syukur adalah tempat paling tinggi bagi manusia beriman. Tidak seperti tawakal walau ia luas tempatnya derajatnya di bawah syukur. Tawakal bisa diraih oleh siapa saja, orang beriman atau tidak beriman. Yang mengusakan kebaikan atau keburukan. Walaupun tawakal adalah tanda dari orang bersyukur.

    Tanda lainnya dari syukur adalah kata-kata. Orang bersyukur kata-katanya selalu memancarkan kebaikan-kebaikan. Kata-kata adalah ranting pohon yang akarnya tergantung pada kondisi kalbunya, jika kalbunya sehat, kata-katanya pun selalu mengandung kebaikan. Penyair-penyair sufi syair-syairnya ad-dzikr, karena hatinya senantiasa berpaut kepada Allah. Ia tahu nikmatnya mengingat dan memuji Kekasihnya. Ad-dzikr itu bentuk syukur kepada Allah.

Seperti kata-kata indah dari syair KH Hasan Mustopa ini:

Kejatuhan wa bil qodri,

Aku ketiban Gusti.

Turun inna anzalnahu

Dapat lailatul Qodri

Rapihnya Aku bersama Allah

Rapihnya sirna cahya kilat

Yang tersisa tinggal jatnika 

(Jatnika (Bahasa Sunda): sopan santun, akhlak, atau futuwwah dalam bahasa sufi, dari buku Sinom Barangtaning Rasa, diterjemahkan tidak lagi dalam bentuk pupuh)

    Tanda lain dari orang yang bersyukur adalah lebih memilih diam jika tidak memiliki kata-kata yang baik untuk disampaikan.(*)






Tidak ada komentar:

Posting Komentar