Kamis, 23 Maret 2023

DARI PUSARA KE PUSARA

Ke Makam Bung Hatta, Rokok Gudang Garam Merah dan Pusara Buya Hamka

M. Taufan Musonip


Dua pusara itu seolah jadi saksi, bahwa tarekat itu tidak anti ilmu dan kekayaan. Buktinya keluarga Bung Hatta selain kaya raya juga melahirkan Anak Rantau yang sukses seperti Muhammad Hatta


Lukisan Arcelo Romani Borjes de Araujo
1972


Saya kaget saat Bang Sanin (Ilmunya selalu dua-tiga kali lebih cepat dari saya) berkata: Bung Hatta itu Naqsabandiyah. Saya akhirnya selintas mencari tahu apa yang dikatakan Bang Sanin itu. 

Bung Hatta itu menulis karya di antaranya Buku Alam Pikiran Yunani dan Tentang Ekonomi Koperasi berlandaskan Islam Sosialis Religius. Telusur punya telusur keluarga Bung Hatta memang pengikut Tarekat Naqsabandiyah. Kakeknya Syech Batu Ampar (Nama ini diambil dari daerah di Sumatera Barat dan juga menjadi nama Suraunya, nama aslinya adalah Syech Abdurahman) memang pengasuh tarekat Naqsabandiyah. Dengan identitas Naqsabandiyahnya keluarga Hatta juga adalah keluarga Saudagar kaya raya.

Jadi pagi itu saya, Ust. Muhammad Taufik dan Bang Sanin meluncur ke Tanah Kusir. Berziarah ke makam Bung Hatta. Sebelum bermusafahah ke pusara kami ngobrol-ngobrol ngopi. Ust. Muhammad Taufik mengeluarkan rokok Gudang Garam Merah, dan saya membawa sebotol kopi Arabica Flores Bajawa. Saya ingat dengan apa yang ditulis oleh Yudi Latief sebelum pergi berziarah, ia mengatakan Bung Hatta itu Islam Garam bukan Islam Gincu. Rokok Gudang Garam Merah itu seperti Garam yang membakar merahnya gincu. Jadi saya juga mencoba sebatang. Saat itu Bang Sanin Menoleh ke arah kanan. Di arah itulah ia menemukan pula pusara Buya Hamka. Sosok yang pernah tiba di Suryalaya, karyanya banyak, saat bertemu Abah Anom dia berkata: saya bukan Hamka, saya Hampa!


Jadi Saksi

Dua pengikut tarekat dikubur di tempat yang sama. Kami seperti sedang mendayung di lautan, dua tiga pulau terlewati. Rasa mendapat bonus perjalanan dengan mendapat dua pusara. Menjelang Ramadan Juga.


di Fasat Makam Bung Hatta:
Kiri ke Kanan: Saya-Bang Sanin-Ust. Taufik


Dua pusara itu seolah jadi saksi, bahwa tarekat itu tidak anti ilmu dan kekayaan. Buktinya keluarga Bung Hatta selain kaya raya juga melahirkan Anak Rantau yang sukses seperti Muhammad Hatta. Ilmunya juga ilmu Garam, ilmu tarekat. Ilmu amaliyah bukan ilmu awang-awang. Ilmu gincu, ilmu yang hanya manis dilihat tapi tak punya efek dengan kehidupan.

Ilmu garam itu Tanbih dalam tradisi TQN Suryalaya. Karya Abah Sepuh (Syech Abdullah Mubarok Bin Nur Muhammad) yang menjadi magnet berkumpulnya ikhwan TQN dalam Manakib. Amaliyah dzikir harus terasa dalam amaliyah sosial: Kebijaksanaan yang timbul dari kesucian

Ilmu garam itu harus ada dalam aliran darah para pengikut tarekat, makin rajin mencari ilmu dan makin rajin bekerja. Gunakan ilmu dan hartanya untuk kepentingan Masyarakat. 

Setelah berziarah ke Makam Bung Hatta kami meneruskan berziarah ke makam Buya Hamka, ada dua gadis ikut berziarah dan ikut melantunkan Selawat Khas Suryalaya, yaitu Bani Hasyim. Dua gadis itu bagaikan simbol keindahan yang menyatu dengan jejak keindahan Buya Hamka, yaitu mengenang karya-karya sastranya: Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk atau Di Bawah Lindungan Ka'bah. Patut kita contoh, sebagaimana kaum sufi yang menulis jutaan syair-syair. Orang tarekat harus semangat berkarya.

Ruh itu Rih

Orang tarekat yang berilmu dan kaya raya, akan mudah diterima masyarakat. Kalau tarekat diterima masyarakat, peradaban Islam masa lalu akan kembali bangkit. Tandanya bukan saja kemajuan ekonomi, tapi melahirkan pejabat jujur seperti Bung Hatta dan Buya Hamka, pantang korupsi dan sudah terbiasa hidup seadanya. Tarekat Naqsabandiyah yang pada prakteknya menyematkan nama Allah dalam dada pengikutnya, akan sulit sekali berbuat korupsi. Merajalelanya korupsi, dan penyakit malas itu sejalan dengan hilangnya kepercayaan kepada tarekat sebagai simpul Al Ihsan dari simpul tiga dimensi Agama Islam: Ihsan, Islam dan Iman. Ditambah pula banyak orang curiga kepada kelompok tarekat, dan tak mau tabayun. 


Makam Buya Hamka. Sangat sederhana sama seperti makam Syech Tolhah Kalisapu, mungkin karena Buya Hamka Muhammadiyah, pusaranya jarang diziarahi.


Sehabis berziarah kami pulang. Di terminal Cikarang kami berpisah. Menuju rumah, saya terngiang ucapan Ustad Taufik dalam perjalanan berangkat: Ruh itu Rih, Rih itu angin dia ada tapi tak terlihat. Tandanya ada karena sesuatu bergerak karenanya. Sales Engineer kawan-kawan sejawat saya, yang berjualan suku cadang pneumatics (komponen-komponen mesin yang digerakan oleh angin bertekanan), harusnya tahu ini agar tak kering hati, dari hari ke hari memikirkan bagaimana semesta manusia dapat berganti robot angin.

Ruh itu Rih.

Selain Indonesia kehilangan budaya tarekat, Indonesia juga tengah kehilangan budaya Filsafat.  Keengganan berpikir kompleks sehingga lebih mendamba kemajuan teknologi dan penjualan daripada sains dan estetika.

Rih itu Ruh.(*)


Video Karya Bang Sanin:




















2 komentar:

  1. Membuka tabir rihun dan rihun, 3 insan yg insyaAlloh tersambung dengan para ruh waliyullah dan rih bagian dari mahluk Alloh yg insyaAlloh senantiasa tersambung kepada-Nya, Aamiin šŸ¤²šŸ¼

    BalasHapus